Share

5. Ke Mana Larinya Uang Suamiku?

"Kalau gitu, nanti Nao punya Unda dua, dong. Asyikk!"

Aku melongo mendengar celotehan putriku. Bisa-bisanya dia bersorak senang saat tahu ayahnya akan menikah lagi. Ah, kurasa dia masih belum mengerti apa yang terjadi jika seorang suami memiliki dua istri sekaligus.

Sebenarnya bukan hal yang salah, mengingat dalam agama poligami memang tidak dilarang. Namun, tentu harus memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya. Di samping itu, sayang sekali sepertinya aku bukan termasuk istri yang bisa kuat dan ikhlas jika tahu suaminya memiliki madu.

Haduh ... mikirin apa sih aku ini? Daripada itu, lebih baik aku bertanya saja pada Naomi, bagaimana bisa dia menanyakan hal seperti itu.

"Nao Sayang ... kok tanya gitu? Emang Nao dengar dari siapa?"

"Dali Ayah," jawab anakku lugas.

Perlu beberapa saat bagiku untuk mencerna perkataan Naomi. "Ooh ... " Lantas aku tersenyum lebar. "Itu cuma akting, Sayang."

Dahi Naomi berkerut. "Akting?"

"Iya, akting. Pura-pura. Kayak Bunda dan Naomi biasanya kalau Om Aldo pegang kamera itu loh ... Nggak beneran. Cuma bohongan," terangku berusaha menjelaskan.

"Bohong?" gumamnya pelan, membeo ucapanku. Aku lantas mengangguk.

Naomi terdiam sejenak. Tampak berpikir.

"Kalau gitu waktu Ayah bilang sayang ke Unda dan Nao, juga bohong?"

"Eh, nggak gitu konsepnya, Sayaang!" koreksiku cepat sambil mencubit pipi gembilnya gemas. "Ayah itu beneran sayang sama kita."

Naomi menggaruk-garuk kepalanya dengan gaya imut. Meski sedang kebingungan, dia justru tampak lucu sehingga aku tertawa.

"Udah, yuk, kita pulang! Syutingnya udah selesai. Nao pasti capek. Siapa yang mau makan terus bobok siang?"

"Asyiikk!!" Sekali lagi putriku melompat kegirangan. Namun, untuk kali ini karena alasan yang tepat.

***

Video VLog kejutan itu mendapat respons cukup bagus. Rating sinetron "Setulus Cinta Kasih" kembali naik dan mencapai puncaknya di akhir episode. Penjualan tiket film yang dibintangi Mas Sandy pun perlahan membaik sebelum habis masa edarnya di bioskop.

Meski begitu, tetap saja ada netizen yang melempar komentar negatif padaku. Mereka bilang aku bodoh karena bersikap baik dan ramah pada Sinta yang digosipkan dengan suamiku. Ada juga yang mencibir kalau 'pura-pura tak melihat' ada batasnya. Maksudnya, aku tidak boleh tutup mata dengan hubungan rahasia yang mungkin terjalin antara Mas Sandy dan Sinta. Namun, aku mengabaikan itu semua.

Memangnya siapa orang-orang itu yang sok tahu dengan kehidupan rumah tangga kami? Padahal aku yang istrinya Mas Sandy saja tidak menemukan bukti konkret kalau dia menyeleweng. Walau kuakui sikapnya memang tidak sehangat dulu, seperti saat di awal pernikahan kami.

Bohong kalau bilang aku tidak merasa sedih. Namun, selama Mas Sandy masih menjalankan kewajibannya sebagai suami dan ayah, kurasa aku masih bisa menolerir sikap dinginnya itu. Aku juga masih berpegang teguh pada keyakinan kalau dia tetap setia padaku. Seperti janji yang diucapkannya saat ijab qabul dulu.

"Mas, f*e syuting kamu udah cair?" tanyaku pada Mas Sandy saat kami sarapan bersama. Sudah seminggu sejak sinetron "Setulus Cinta Kasih" tamat. Harusnya pembayaran gaji para pemainnya sudah masuk ke rekening masing-masing. Namun, sampai detik ini Mas Sandy belum mengatakan apa-apa padaku.

Mungkin dia lupa, pikirku mencoba ber-positive thinking.

"Oh ya, dapat bonus juga nggak?" imbuhku lagi. Mengingat pada syuting judul sinetron lain sebelumnya, Mas Sandy mendapat bonus cukup banyak karena rating yang bagus. Padahal dia hanya mendapat peran pembantu di sana.

Apalagi sekarang saat dia menjadi peran utama. Ditambah rating dan jumlah episode sinetron "Setulus Cinta Kasih" jauh lebih banyak daripada yang dulu. Seharusnya bonus yang didapat Mas Sandy lebih besar, bukan?

"Kamu ini kenapa tanya-tanya soal duit, sih?!" tukas Mas Sandy tiba-tiba. Kentara sekali nada tidak suka dalam suaranya.

"Aku tuh juga punya keperluan sendiri! Mau ngirimin orang tuaku, saudara-saudaraku di Palembang!"

Volume suara Mas Sandy yang keras sontak membuatku terkejut. Padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah marah jika aku menanyakan penghasilannya. Dan bukankah wajar jika aku, sebagai istri, ingin tahu berapa uang yang diperoleh sang suami sehingga bisa mengatur dan merencanakan pengeluaran ke depannya?

"Sudahlah! Kamu kan juga bisa dapat uang sendiri dari adsense channel kamu. Kalo masih kurang banyak, bikin aja konten lagi bareng Naomi. Naik jetski, kek, paralayang, kek. Yang modelan-modelan gitu pasti rame!"

Rahangku rasanya hampir copot mendengar Mas Sandy berkata demikian. Bisa-bisanya dia punya pemikiran seperti itu! Padahal setelah aku membikin konten kontroversial naik boat dan bermain trampolin sambil menggendong Naomi yang masih berumur sembilan bulan dulu, channel Youtube dan media sosialku banyak diserang haters. Apa dia pikir aku ini Wonder Women yang punya hati terbuat dari besi dan baja, sehingga tidak merasa sakit saat membaca komentar-komentar jahat itu?!

Tanpa bisa dihindari, emosiku pun tersulut. "Mas! Kamu ini bisa-bisanya, ya, ngomong kayak gitu?! Tugas menafkahi keluarga kan tanggung jawab kamu, Mas!"

Mas Sandy justru tertawa hambar.

"Oh, memangnya selama ini kamu anggap itu tanggung jawabku? Bukannya udah kamu ambil alih, soalnya duit yang kamu dapat sendiri lebih besar dari yang aku kasih?!"

Bibirku terkatup seketika, saking tak bisanya aku berkata-kata. Namun, mataku yang terbuka lebar jelas masih mengobarkan api emosi.

"Mau denial? Kamu kan, yang nyuruh aku keluar dari bank, padahal jabatanku saat itu udah bagus, bahkan ada rumor mau dipromosiin? Tapi apa?! Kamu bilang pendapatan dari jadi artis jauh lebih besar!"

Aku sungguh kehilangan kata-kata. Lidahku kelu. Bukan karena tertampar fakta yang dilemparkannya ke hadapanku, tetapi dari pola pikir Mas Sandy yang jauh dari dugaanku. Apakah selama ini Mas Sandy berpikir seperti itu? Padahal tujuanku menyuruh dia keluar dari bank karena aku ingin Mas Sandy mencari pekerjaan lain yang tidak terlibat dengan riba, sehingga bisa memberi nafkah pada keluarganya dengan pendapatan yang lebih berkah.

"Mas, kamu kok bilang gitu, sih?!" protesku dengan suara bergetar. Air mata sudah tidak bisa lagi terbendung dari mataku. Pandanganku terasa panas, efek dari gejolak emosi yang membakar di dada.

"Aku tuh nyuruh kamu keluar karena—"

Brakk!!

"Berisik!" Mas Sandy berteriak tiba-tiba sambil menggebrak meja. Piring, gelas, dan peralatan makan lain di atasnya sampai turut bergetar. Aku pun ikut terlonjak kaget.

"Kamu itu bikin selera makanku hilang aja!"

Mas Sandy bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkanku begitu saja. Tidak lama berselang, terdengar suara deru mesin mobil di garasi yang kemudian hilang seiring kepergiannya dari rumah.

Aku tidak tahu ke mana suamiku pergi. Padahal hari ini dia sedang tidak ada jadwal syuting apa pun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status