Devan berjingkat kaget saat Alin tiba-tiba datang dan menimpali ucapannya. Dia sampai mengelus dadanya dan menggeleng pelan.“Sayang, kamu hobi sekali membuat Mas kaget,” ujar Devan.Alin hanya tersenyum lebar, “he he he maaf, Mas. Habisnya kamu sih pakai menyebut ratu singa segala. Nggak biasanya lho kamu mengeluarkan kalimat-kalimat nyeleneh,” tutur Alin. “Memangnya siapa sih yang mau jadi ratu singa, Mas?”“Jawab nggak ya?” ujar Devan menggoda, “nggak usah jawab aja deh ya.”“Ih, Mas jangan gitu dong. Aku sudah kepalang penasaran nih!” jawab Alin protes.“Itu sepupu kamu, si Indah. Kemarin-kemarin saja dia sangat berambisi mau merebut Mas dari kamu, eh sekarang dianya malah mundur sendiri,” jawab Devan terkekeh.“Idih, kamu terlalu percaya diri sekali ya, Mas!” ujar Alin protes. “Ya kan buktinya memang gitu kan, Yang? Tandanya suami kamu ini masih gagah dan cool,” ucap Devan sambil menaik turunkan alisnya.“Sudah ah jangan bahas itu lagi. Bikin bete aja!” ujar Alin bersung
Alin berusaha menenangkan pilot dan pramugari yang masih sedikit syok. Sedangkan Devan tengah berusaha menghubungi keluarganya.“Shitt ... di sini sangat sulit untuk mendapatkan sinyal. Bagaimana caranya untuk memberi tahu mereka?” umpat Devan.“Sebaiknya jangan hubungi mereka dulu, Sayang. Biarkan saja mereka berusaha mencari kita,” ungkap Alin mengusulkan.“Apa maksudmu Sayang? Kita sedang berada di pulau yang bahkan kita tidak tahu ini di kawasan mana. Kita sedang dalam keadaan yang sangat darurat, lalu bagaimana bisa kamu sesantai ini?”Alin tersenyum misterius, “kalian semua tenang saja, kita tidak benar-benar terdampar.”Semua anak buah Devan saling lirik dan menggeleng tidak tahu. “Apa maksud Anda, Nyonya?” “Bukankah kita sekarang sedang berada di pulau tidak berpenghuni? Apalagi tidak ada akses untuk bisa keluar dari sini, tidak ada sinyal pula. Bagaimana aku bisa mengabari keluargaku,” keluh salah satu pilot.“Sebenarnya, ini adalah pulau pribadi milikku,” jawab Ali
Ibu Devan langsung menjatuhkan teleponnya dan terduduk lemas. Sang suami yang melihatnya langsung menghampirinya karena sang istri terlihat syok. “Ma, ada apa Ma? Kenapa kamu jadi lemas seperti ini?” tanya sang suami. “Pa, anak kita, Pa, anak ki-“"Kenapa? Ada apa dengan anak kita?"Belum sampai ibu Devan melanjutkan kalimatnya, wanita tua itu langsung memegangi dadanya yang tiba-tiba menjadi sesak. Ayah Devan menjadi semakin panik luar biasa. Dia langsung memanggil sopir untuk menyiapkan mobil guna membawa sang istri ke rumah sakit. "Sopir! Cepat siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang!" perintah sang suami.*** Sesampainya di rumah sakit, ibu Devan langsung mendapatkan penanganan intensif. Sedangkan, ayah Devan langsung membuka ponsel sang istri karena penasaran dengan siapa sang istri berbicara hingga membuatnya seperti ini. “Halo, Anda sebenarnya siapa? Dan apa saja yang sudah Anda katakan pada istri saya?” tanya ayah Devan tegas. “Saya hanya menyampaikan kabar jika pesaw
Tuan Bimantara masih diam tidak merespon permintaan sang istri. Lelaki tua itu menghela nafasnya dengan dalam sebelum mengeluarkan suaranya. Dia melihat orang-orang yang sedang memperhatikannya. “Rendi, ikut Papa ke ruangan kerja sekarang. Ajak wanita di sampingmu juga.” Rendi dan istrinya langsung mengikuti ayah Devan menuju ruangan kerjanya. Sedangkan sang putri tetap berada di ruang tempat para pelayat duduk. *** Sesampainya di ruang kerja, sang ayah mempersilahkan Rendi dan istrinya untuk duduk. Baik Rendi maupun istrinya sama-sama menunduk. Mereka masih sama-sama diam dan berusaha mengendalikan perasaan mereka masing-masing. “Siapa namamu, Nak?” tanya sang ayah tiba-tiba. “Saya Desya, Pa, istri Mas Rendi,” jawab Desya mendongak. “Apakah anak perempuan tadi anak kalian?” tanyanya lagi. Mereka berdua mengangguk dengan kompak. Ayah Devan memijat kedua pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing yang mendera. “Kenapa kalian menikah tanpa memberi kabar kami, Nak? Apa kalian ini su
“Mas kamu tuh kenapa sih? Aku cuma menandai kalau dia akan menjadi target untuk kita tangkap. Jangan salah paham dulu dong, Mas!” jawab Alin.Tanpa menjawab sepatah kata pun, Devan langsung tertidur membelakangi Alin. Gadis itu merasa aneh dengan sikap yang terkesan berlebihan. Akhirnya gadis itu memilih ikut tidur saja. Merasa tidak ada respon dari sang istri membuat Devan kembali terbangun.“Yang, kamu kok malah ikutan tidur sih?” Alin melongo karena ucapan Devan barusan. Dia yang semula membelakangi Devan langsung berbalik ke arahnya.“Terus aku harus bagaimana, Mas? Kan kamu yang duluan!” ujar Alin kesal.“Ya gimana gitu kek, dirayu atau apalah biar aku nggak ngambek lagi,” jawab Devan ketus.“Ya udah iya maafin aku deh, Mas,” ujar Alin kemudian.“Kamu nggak ikhlas minta maafnya,” sangkal Devan cuek.“Ya sudah kalau nggak mau maafin. Nggak ada jatah malam ini!” Raut wajah Devan langsung berubah menjadi terkejut saat alin mengucapkan kalimat yang sangat menyeramkan bagi
Sejujurnya aku sangat cemburu melihat istriku dipeluk oleh para sahabatnya. Ya, walaupun aku tahu mereka tidak mungkin mempunyai hubungan lebih. Rasanya tidak rela saja melihat milikku sangat akrab dengan orang lain. Andai saja kami tidak terjebak di situasi seperti sekarang ini, sudah pasti aku akan mengurung istriku di dalam kamar dan tidak akan membiarkannya keluar. Sial sekali, gara-gara para keparat itu sekarang aku tidak bisa mencicipi nikmatnya surga dunia untuk sementara waktu. Tapi aku juga sangat senang karena pengobatan telah selesai dan aku bisa kembali bermanja dengan istriku walau belum bisa begituan selama beberapa hari ke depan.“Sayang, kamu tuh kenapa sih sih dari tadi kok nggak mau duduk? Aku tuh pusing lihat kamu ke sana kemari seperti setrikaan,” protesku kala melihat istriku dari tadi mondar mandir saja.“Aduh Mas, sepertinya Kak Rendi tidak bisa mengatasi investor yang mulai melepaskan kerja sama dengan perusahaanmu.”Aku menautkan alisku karena penasaran,
Suasana menjadi semakin menegang manakala Devan melontarkan pertanyaan pedas pada dua orang tamak harta itu. Keringat membanjiri pelipis Darman yang kini terlihat gelisah. “Om, walau Anda menaruh saham dengan jumlah terbesar di perusahaan, bukan berarti Anda bisa seenaknya saja mengganti pimpinan. Keputusan tetap berada di tangan Papa jika saya tidak ada di tempat. Harusnya Anda mengerti tentang hal ini!” kata Devan lagi. “Tapi kenyataannya Kakakmu hampir membuat perusahaan menjadi bangkrut, Van. Kalau Om tidak segera bertindak, bagaimana nasib para investor? Seluruh pemegang saham juga sudah mendesak Om untuk segera melakukan rapat genting dan Om tidak bisa berbuat apa pun selain mengganti pimpinan. Kau harus mengerti itu!” jawab Darman tak kalah sengit. Devan tersenyum miring, “Mereka yang mendesak untuk melakukan pergantian pemimpin, atau Om yang berambisi ingin menguasai perusahaan ini?” Baik Darman maupun Johan terkejut karena rencana mereka begitu mudah terbaca oleh Devan. Da
Tubuh Johan menegang manakala polisi hendak memborgolnya. Dengan sigap, Johan langsung berusaha membela dirinya karena merasa dirinya tidak bersalah. “Tunggu, atas dasar apa kalian berani menangkap saya sedangkan kalian tidak punya bukti? Ini sudah termasuk pencemaran nama baik, dan saya tidak terima difitnah seperti ini!” hardik Johan. “Maaf,, tapi bukti yang ada jelas mengarah pada Anda, jadi kami mohon untuk tidak mempersulit karena kami hanya melaksanakan tugas. Silahkan jelaskan di kantor saja jika memang Anda merasa tidak bersalah.” Tanpa basa basi, polisi langsung membekuk Johan. Wanita bayaran Johan histeris saat melihat Johan ditangkap. Beberapa tamu yang datang untuk cek in juga ikut menyaksikan proses penangkapan Johan. “Saya tidak bersalah, Pak! Saya tidak terima, saya akan akan melayangkan tuntutan balik!” ujar Johan meronta-ronta.Polisi tidak menggubris teriakan Johan. Mereka langsung menyeret Johan ke kantor polisi. *** Sesampainya di kantor polisi, Johan lang