Setelah menyelesaikan urusannya dengan Johan, Alin bergegas ke kantor sang suami dan mengajaknya pulang bersama. Rencananya dia ingin mengajak suaminya untuk menginap di rumah orang tua Alin malam ini. "Pak, mampir dulu ke restoran buat cari makan siang," perintah Alin.Wanita itu berinisiatif mengajak sang suami makan siang di kantor. Dia sengaja membelikan makanan kesukaan sang suami. Akan tetapi, sesampainya di ruangan sang suami, amarahnya seketika meledak saat kedua netranya menangkap basah sang suami yang sedang berpose layaknya berciuman dengan seorang wanita cantik di dalam ruangannya. "Apa yang kalian lakukan di sini? Menjijikkan!" tanya Alin menggelegar. Alin yang sudah kadung tersulut emosi tidak bisa mengendalikan diri dan berpikir dengan jernih lagi. Devan dan wanita itu tampak gelagapan saat melihat wajah Alin yang memerah dengan kedua tangan yang mengepal erat. Dia langsung saja mendekati wanita itu seraya menarik tangannya agar menjauh dari Devan."Sa-sayang, aku bis
Acara makan siang yang semula direncanakan Alin pun gagal total. Makanan yang sudah dia bawa akhirnya diberikan ke asisten Devan dan sekretarisnya karena Alin sudah tidak berselera makan. Wanita itu tidak mengindahkan rengekan Devan yang terus merayunya agar tidak merajuk lagi. Dia menganggap keberadaan Devan seperti angin yang tidak terlihat saking dongkolnya.***Alin terus mendiamkan Devan hingga dua hari lamanya. Karena Alin masih tidak mau bicara dengannya membuat Devan tidak mau ambil pusing dengan sikap Alin. Dia mengira jika sang istri butuh waktu sendiri dan akan kembali baik dengannya setelah amarahnya reda. Akan tetapi perkiraan Devan salah, Alin malah semakin menjadi-jadi dan semakin berpikir yang tidak-tidak seperti ini hari ini. "Bagus ya, istri merajuk bukannya dirayu malah di diamkan. Jangan bilang kalau kamu ada main gila beneran sama gundik murahan itu. Secara kucing dikasih ikan gratis pasti nyosorlah," kata Alin. Devan yang baru saja selesai mandi langsung menoleh
Devan menganga dengan ucapan Alin. Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan sikap Alin."Hukuman apa Sayang? Masa kamu tega menghukum Mas?" tanya Devan lembut."Iya, pokoknya selama seminggu kamu tidur di sofa," jawab Alin."Apa? Tidur di sofa? Jangan dong Yang, aku mana bisa tidue kalau tidak dekat kamu?" "Ya salah siapa coba?" ucap Alin mempertanyakan.Akhirnya Devan mengalah. Malam harinya, Devan benar-benar tidur di sofa. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelah Alin terlelap, Devan langsung pindah ke samping sang istri.***Pagi harinya, tiba-tiba Alin merasa sangat mual saat bangun tidur, terlebih saat mencium aroma tubuh sang suami. Wanita itu langsung melepaskan tangan sang suami yang masih melingkar di perutnya dan langsunc berlari ke kamar mandi. Dia benar-benar lemas setelah dari kamar mandi. Devan yang menyadari sang istri tidak ada di sampingnya langsung bangun dan menyusul sang istri yang masih terdengar mual-mual."Sayang, kamu mual lagi?" Alin tidak menjawa
Siang ini, Alin dan Devan berencana pergi ke dokter kandungan untuk USG. Alin sengaja minta di antar ke rumah orang tua Devan sejak pagi tadi karena wanita itu mendadak ingin memakan masakan sang mertua.Namun, Devan tidak kunjung dan Alin yang sudah menunggu sedari tadi menjadi sedikit kesal. Dia terus menelepon Devan namun sayangnya jawaban dari operator membuat kekesalannya semakin menjadi-jadi.“Mas Devan tuh bagaimana sih? Katanya pulang cepat, tapi sudah jam segini nggak ada kabar. Apa jangan-jangan dia lupa?” gerutu Alin.“Kamu kenapa sih Nak, kok marah-marah? Katanya mau ke dokter, kok belum berangkat?” tanya ibu mertua yang sedari tadi memperhatikan Alin yang sibuk dengan ponselnya dan berulang kali menempelkannya ke telinga.“Ma, Mas Devan ini lupa atau bagaimana sih? Sudah jam segini tapi belum pulang,” jawab Alin.“Mungkin Devan masih sibuk, Nak. Pergi ke dokternya sama Mama saja ya? Kalau menunggu suamimu pasti lama,” bujuk ibu mertua.Alin mengangguk pasrah. Dia ju
Sesampainya di Swiss, Devan langsung larut dalam pekerjaan. Dia hanya menghubungi Alin sebentar saja. Pekerjaan ini benar-benar menyita waktu Devan hingga tak sempat menjalin komunikasi dengan Alin. Sementara Alin memantau perusahaannya lewat ponsel pintar juga laptopnya. “Kurang ajar, siapa lelaki ini? Berani sekali dia ingin mengacau di perusahaanku!” gerutu Alin saat menerima laporan dari salah satu suruhannya. “Lin, nih Mami potongin buah buat kamu,” kata Mami. Sang ibu yang datang membawa piring berisi buah potong untuk Alin mengerutkan keningnya saat melihat sang anak yang tengah terlihat kesal. “Kamu kenapa marah-marah Nak? Sedang berantem sama suamimu ya?” Alin langsung menoleh ke arah sang ibu yang kini duduk di sampingnya. Seketika, raut wajah Alin berubah menjadi kembali cerah. “Eh Mama. Ah enggak kok, Ma. Cuma ada masalah sedikit di perusahaan tapi aku yakin Mas Devan pasti bisa mengatasinya,” jawab Alin menenangkan. “Kamu itu jangan terlalu banyak memikirkan perusah
Tama tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan pedas Alin. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dan malah semakin gencar membuat emosi Alin meluap. “Ha ha ha urat maluku memang sudah putus sejak aku pertama kali melihat kecantikanmu, Sayang. Sikapmu yang terkesan dingin membuatku semakin tertantang untuk mendapatkanmu. Kau sangat menarik, Lin dan aku suka itu,” kata Tama. “Dasar orang gila. Jangan pernah memanggilku dengan kalimat menjijikkan seperti itu!” desis Alin. “Aku memang gila, dan aku gila karenamu.” *** Sedangkan di tempat lain, Devan kini mengadakan pertemuan dengan beberapa investor yang hendak mengundurkan diri dari kerja sama. “Apa tidak sebaiknya kita selesaikan masalah ini secara baik-baik? Saya pikir ada jalan lain untuk permasalahan pelik ini. Saya berjanji akan menangani masalah ini.” “Kami takut jika merugi dan uang kami tidak kembali. Kebocoran data kemarin sudah cukup membuktikan jika APN Corp belum meningkatkan security systemnya.” “Hey ayolah, ini sal
Wanita itu terdiam setelah mendapat serangan pertanyaan bertubi-tubi dari Alin. Dia takut akan salah bicara dan membuat Alin naik pitam. Dia paham jika terjadi apa-apa maka dirinyalah yang pertama kali akan disalahkan. Wanita itu menyusun kalimat yang tepat agar Alin tidak semakin tersinggung dengannya. “Ah tidak, Nona. Aku hanya ingin tahu saja kabar kalian. Oh ya, kalau boleh tahu sudah berapa bulan kandungan Anda, Nona? Sepertinya sudah sangat besar sekali perut Anda. Kalau boleh tahu, sudah berapa usia kandungan Anda, Nona?" tanya wanita itu. “Sudah hampir sembilan bulan kurang seminggu.” Wanita itu hanya mengangguk. Dia lalu berusaha mencari topik lain karena Alin terlihat tidak tertarik dengan wanita itu dan memilih diam saja menunggu wanita itu berbicara.“Seingatku Devan dulu sangat suka dengan rendang. Makanya aku sering membuatkannya dulu. Apa sekarang seleranya masih sama?” tanya wanita itu kembali. Alin hanya mengangguk, “iya, tapi aku belum pernah membuatkannya rendang
“Alin, temannya ke sini kok kamu begitu sih? Suruh masuklah, Nak. Maafkan anak Tante ya, Nak. Mari silakan masuk,” tutur mami Alin sambil mempersilahkan masuk. “Terima kasih, Tante!” jawab wanita itu sambil melirik ke arah Alin dengan senyuman penuh kemenangan. Alin hanya diam saja dan langsung masuk ke dalam. Mereka duduk berseberangan di sofa. “Anak manis, ayo sini duduk di samping Tante,” ucap Alin memanggil anak yang dibawa wanita itu. Sang ibu membiarkan anaknya berdiri dan mendekat pada Alin. Dia menyalami Alin dan mencium tangannya. “Anak yang pintar dan manis. Siapa namamu Sayang?” tanya Alin ramah. “Vito Tante,” jawab anak itu dengan lantang. Anak itu tampak tidak merasa takut dengan Alin. Justru sebaliknya, dia merasa nyaman berada di dekat Alin. Wina merasa di atas awan melihat sikap Vito sama seperti dan dia harapkan. Namun, wanita itu tidak menyadari jika sedari tadi Alin tengah memindai Vito dan mencari kemiripan antara Vito dengan suaminya. ‘Kena kau sekarang!’ b
Tak berselang lama, polisi dan Reno datang meringkus Rendra dan juga sepupunya. Mereka juga mengamankan preman-preman itu ke kantor polisi. Sedangkan Devan dan Alin segera pergi dari tempat itu.Sepanjang perjalanan, Devan tak tahan dengan rasa ingin tahunya. Dia segera bertanya pada sang istri mengenai keadaan sang istri saat ini."Sayang, sejak kapan ingatanmu kembali?" tanya Devan."Sejak saat putra kita menghilang, Mas. Tapi saat itu aku memutuskan untuk diam dulu sambil mengamati keadaan. Aku bergerak dalam diam dan aku sengaja mengecoh orang-orang agar mereka mengira aku masih hilang ingatan," jawab Alin."Untuk apa?" tanya Devan."Untuk mengetahui siapa saja yang hendak memanfaatkan keadaanku untuk mencari keuntungan." "Apapun itu, aku bahagia karena kamu sudah mengingat semuanya Sayang. Aku bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan putra kita sekarang," jawab Devan dengan lega.Alin tersenyum tenang, "Mas jangan khawatir. Aku sudah tahu di mana keberadaan putra kita."Devan m
Tanpa pikir panjang, Devan langsung berlari ke dalam mencari keberadaan Alin. Dia masuk ke salah satu bilik tersebut. Akan tetapi, bilik tersebut ternyata dijaga oleh beberapa preman. Devan memancing preman tersebut untuk menjauh dari depan pintu dan berkelahi di luar.Tidak sulit mengalahkan para preman itu karena Devan sangat jago ilmu bela diri. Dalam sekejap, para preman itu langsung tumbang tak sadarkan diri. "Apa hanya segitu saja kemampuan kalian? Cih payah sekali kalian ini. Badan saja besar, tapi kemampuan nol. Ayo bangun dan serang saya. Hitung-hitung pemanasan," ejek Devan.Saat salah satu preman hendak bangun dan kembali menyerang, dalam satu pukulan saja preman tersebut sudah tidak mampu lagi bergerak. Devan segera masuk ke dalam setelah memastikan seluruh preman bayaran itu tumbang. Di depan pintu, dia mengendap-endap masuk dan mendengarkan percakapan dua orang yang sedang berada di ruangan tempat Alin di sekap."Ren, menurutmu, apakah Tuan Devan akan benar-benar datan
Setelah menempuh perjalanan laut selama lima hari, akhirnya akhirnya mereka sampai di kota A di pulau seberang. Mereka sengaja membawa bayi itu jauh dari pulau asalnya agar tidak mudah terlacak. Mereka langsung membawa bayi itu ke panti asuhan setempat. Mereka disambut baik oleh pemilik panti."Mari silakan masuk Bapak, Ibu."Setelah mereka dipersilahkan duduk dan disuguhi minuman, pemilik panti langsung bertanya maksud dan tujuan keduanya datang."Kalau boleh saya tahu, ada tujuan apakah Bapak dan Ibu datang ke sini?" "Kami ingin menitipkan bayi ini di sini, Bu," jawab Wina.Pemilik panti tersebut heran dengan sikap pasangan di depannya ini. Tega-teganya mereka hendak menitipkan bayi mungil tak berdosa itu di panti asuhan."Maaf Bapak, Ibu, tapi kenapa? Bukankah itu darah daging kalian? Apa kalian benar-benar tega meninggalkan mereka di sini?" tanya wanita setengah baya tersebut. "Bayi ini bukan anak kami, Bu. Kami menemukannya secara tidak sengaja di depan rumah kami. Jadi kami me
Rendra hanya menyunggingkan senyumnya saat ibu Alin menuduhnya sebagai pelaku penculikan putra Alin. Dia terlihat santai saja dengan tuduhan yang terlontar dari mulut ibu Alin. Sedangkan Alin hanya diam saja tanpa menanggapi lelaki itu. "Atas dasar apa Anda menuduh saya dalang dibalik penculikan cucu Anda Tante? Lihatlah, Alin saja tidak banyak bicara. Kenapa Anda malah terlihat sensi sekali Tante?" tanya Rendra dengan santai."Karena Lindra adalah cucuku!" jawab ibu Alin dengan penuh emosi."Lin, kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa kamu tidak merasa kehilangan bayimu? Atau kamu malah senang jika bayimu tidak ditemukan?" tanya Rendra pada Alin."Sebenarnya Anda ini siapa? Saya perhatikan sejak tadi Anda selalu membicarakan hal yang berbau provokasi," jawab Alin dengan tenang."Lin, aku Rendra, Lin. Orang yang pernah ada di hatimu. Tidak mungkin kamu lupa denganku, kan?" "Apa maksudnya kalau kamu pernah ada di hatiku? Dan sebenarnya, apa tujuanmu datang ke sini? Aku sungguh tidak me
Wina tampak berpikir sejenak dengan gagasan yang disampaikan lelaki itu."Baiklah, kita harus bergerak cepat malam ini juga," kata Wina."Apa? Malam ini? Apa kau sudah gila? Tidak mungkin kita jalan malam ini. Apa kamu nggak kelelahan dengan pertempuran kita tadi? Apa kamu nggak mau mengulanginya lagi?" tanya lelaki itu—menaik turunkan alisnya."Kita tidak punya banyak waktu, Tuan Tama yang terhormat. Kalau kita menunda-nunda, mereka pasti akan menemukan dan menangkap kita," ucap Wina penuh penekanan."Sepertinya kau sangat takut sekali dengan si Devan itu ya?" tanya lelaki itu."Bagaimana aku tidak takut? Aku pernah menjalin hubungan dengannya, sudah pasti aku tahu bagaimana watak Devan. Kau sendiri saudaranya tapi malah tidak memahami bagaimana karakter saudaramu sendiri," ujar Wina meremehkan."Aku memang tidak tahu banyak tentang kehidupan Devan karena aku jarang bertemu dengannya. Aku juga sangat jarang berinteraksi dengannya selama ini karena aku sering berada di luar negeri. Wa
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny