Devan yang baru tiba di Indonesia langsung meluncur ke rumah sakit. Dia tidak memperdulikan dirinya sendiri dan lebih khawatir dengan keselamatan dan keadaan sang istri. Sepanjang perjalanan dia selalu mengoyak sopir agar lebih cepat dalam berkendara."Kenapa jalanmu lambat sekali? Sebenarnya kau ini bisa menyetir atau tidak?" semprot Devan."Maaf, Tuan, jalanan sangat ramai. Akan sedikit berbahaya jika berkendara dengan kecepatan tinggi," balas sang sopir dengan tenang.Sopir mengerti dengan keadaan Devan yang tengah dirundung khawatir."Kalau kau tidak berani berkendara dengan lebih cepat, sebaiknya kau lompat saja dari dalam mobil. Biar aku sendiri yang menyetir!" ancam Devan.Sopir langsung menambah laju kecepatannya. Dia tidak peduli dengan bunyi klakson mobil lain.***Setibanya di rumah sakit, dia langsung menuju ruang perawatan Alin. Di depan ruang perawatan, sudah ada kedua orang tua Alin dan salah satu kakaknya yang baru tiba. Di saat yang bersamaan, Rendi yang baru saja kel
"Hus kamu itu bicara apa sih? Jangan seperti itu, ingat kalau bukan karena Nona, mungkin saat ini kamu sudah jadi gelandangan di jalan. Jangan jadi orang yang tidak tahu terima kasih," tegur maid yang lain.Kalimat itu membuat rahang Devan mengeras. Beraninya seorang pelayan yang sudah ditolong sang istri malah menusuknya dari belakang. Namun dia tetap menguping pelayan yang sedang membicarakan majikannya itu."Biarkan saja, sejak awal aku juga tidak minta ditolong olehnya. Kalau Nona Alin mati, otomatis Tuan Devan akan menduda. Dan aku akan berusaha menggodanya, bahkan jika perlu aku jebak saja dia. Bukankah wanita rendah itu dulu juga menjebak Tuan Devan agar bisa menikah dengannya?" "Jangan membicarakan berita yang tidak benar, Ani. Nona Alin tidak seperti itu.""Halah dasar kau pembela Nona Alin. Tidak usah cari muka agar jadi pelayan kesayangan Nona Alin," jawab pelayan itu dengan ketus."Aku tidak mencari muka, aku bicara sesuai fakta. Kau sendiri hanya anak baru di sini, beran
Semua orang di ruangan itu tidak berani bersuara walau dalam hati mereka bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Suasana di ruangan itu sangat mencekam dan penuh ketegangan saat ini. "Apa motifmu melakukan semua ini?" tanya Devan dingin."Motif apa maksud Tuan Devan? Maaf, saya tidak mengerti," elak gadis muda itu. "Jangan berpura-pura. Saya sudah mendengar semua percakapan kalian tadi," jawab Devan.DeggSeluruh pelayan yang tadi membicarakan Alin menjadi pucat pasi saat sang tuan ternyata mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Mereka sudah pasrah jika memang mereka harus menerima hukuman."T-tidak Tuan, saya hanya bercanda tadi. Tidak mungkin saya-" "Pada kenyataannya aku mendengar sendiri dari mulutmu jika kau menginginkan istriku lenyap," ucap Devan memotong kalimat pelayan baru itu."Tidak, Tuan. Ini tidak seperti yang Tuan pikirkan. Mungkin saja Tuan salah dengar," elak wanita itu berusaha membela diri."Oh ya? Begitukah? Jadi maksudmu pendengaranku bermasalah? A
Kedua orang tua Devan yang datang pun tak kalah terkejutnya kala mendengar jika sang anak mengalami lupa ingatan. Tapi mereka masih bersyukur karena Alin masih bisa selamat. "Nak, ini Mami, Nak, ibu kamu," kata ibu Alin."Mami? Jadi aku punya ibu ya?" tanya Alin polos.Sang ibu mengangguk, "iya, dan ini Papi kamu. Itu yang berdiri di sebelah sana ibu mertua kamu dan itu suami kamu," ujarnya sambil menunjuk satu per satu orang di ruangan tersebut."Menikah?" Alin lalu melihat cincin yabg melingkar di jari tangannya. Seketika kepala Alin langsung pening saat mengingat-ingat semua itu. "Sudah, Nak jangan dipaksakan. Sebaiknya kamu istirahat saja dulu ya," ujar sang ibu. ***Siang harinya, Devan pamit keluar karena ada urusan yang masih harus dia selesaikan. Akan tetapi lelaki itu tidak mengatakan dengan sejujurnya tentang urusan penting apa yang hendak dia selesaikan. Kedua orang tua Devan pun mengizinkan karena mereka sadar jika Devan mengemban tugas dan tanggungjawab yang sangat be
Sang sepupu sangat menyayangkan sikap Rendra yang cenderung lembek. Wanita itu sangat dendam dengan Alin dan juga sang suami karena gara-gara mereka kini dia kehilangan pekerjaannya."Ndra, kamu itu laki-laki jangan lembek seperti ini. Apa kamu nggak kasihan sama kedua orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin mereka juga?" Rendra tampak terdiam dan menimbang-nimbang. Sedangkan sang sepupu terus saja meracuni pikiran Rendra agar mau bekerja sama dengannya."Apa kamu tidak sakit hati melihat kebahagiaan Alin di sana, sedangkan kamu di sini menderita? Lihatlah, mereka tertawa di atas kesedihan dan penderitaanmu. Pikirkan itu baik-baik," ujar sang sepupu sebelum berlalu pergi."Tunggu, apa ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan kita jika kita kembali membuat ulah dan mengusik keluarga mereka? Kau tentu belum lupa kan bagaimana manusia-manusia itu menyingkirkan mu dari perusahaan? Bagi mereka, melenyapkan orang seperti kita bukanlah hal yang sulit dilakukan. Apalagi kita tidak puny
Devan langsung menuju ruang perawatan bayi untuk memastikan keadaan sang anak. Setelahnya, lelaki itu langsung memanggil seluruh suster, dokter dan pihak keamanan yang bertugas menjaga sang anak. Sang kakak pun tidak mengira jika mereka lalai. “Apa saja pekerjaan kalian? Menjaga bayi saja kalian tidak becus. Untung saja anakku tidak hilang,” kata Devan marah. “Ampuni kami, Tuan, kami lalai menjaga bayi Tuan. Tadi ada seseorang yang menyamar sebagai suster hendak masuk ke ruangan Tuan kecil. Kami kira, dia memang benar-benar suster yang hendak memeriksa Tuan kecil. Tapi ternyata dia hendak membawa kabur Tuan kecil. Andai kami tahu dari awal, kami pasti tidak akan membiarkannya membawa Tuan kecil, Tuan. Ampuni kami,” ucap penjaga dengan gemetar. Devan mengangguk, “ya sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, dan aku ingin kalian perketat keamanan di sini. Aku tidak mau hal seperti ini terulang kembali,” kata Devan.Setelah mengatakan hal itu, Devan langsung pergi meninggalkan mereka
Hari demi hari mereka lalui dengan sukacita. Devan juga sudah mulai beraktivitas di luar rumah. Dia yang berpikir semua sudah aman mulai lengah dari penjagaan. Lelaki itu tidak menyadari jika bahaya sedang mengintai keluarga kecil mereka. Hari ini, dia harus berangkat ke Surabaya karena salah satu klien berpengaruh meminta mengadakan pertemuan dengan Devan secara langsung di Surabaya."Tidak apa-apa Mas, berangkatlah. Aku bisa menjaga diri dan anak kita," kata Alin meyakinkan Devan."Kalau ada apa-apa segera hubungi Mas. Mas sudah mengabari Mami agar ke sini menemanimu," kata Devan.Lelaki itu mengecup kening sang istri dengan penuh cinta sebelum meninggalkannya pergi ke Surabaya."Jagoan Daddy baik-baik di rumah sama Mommy ya. Jangan nakal dan jangan rewel, kasihan Mommy. Daddy tinggal sebentar ke Surabaya," ucap Devan pada bayi mungil itu.Dengan berat hati, Devan meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hari ini baby sitter yang di rekomendasikan oleh salah satu saudara Devan d
"Sialan, siapa kau? Berani-beraninya mengancam ku!" sentak lelaki itu."Kau tidak perlu tahu siapa aku, cukup kau dengarkan saja perintahku. Jangan pernah mengusik keluarga Alin atau kau akan menyesal."Setelah mengatakan itu, penelepon itu memutuskan panggilan secara sepihak. "Siapa yang menelepon?" tanya wanita itu."Nomor tidak jelas. Berani-beraninya dia mengancam ku agar tidak mengganggu Devan dan Alin.""Kurang ajar, sepertinya mereka mengutus mata-mata untuk mengawasi kita," jawab wanita itu."Aku tidak yakin, tapi sepertinya orang itu bukan suruhan Devan. Lelaki itu tidak mungkin bisa mengendus gerak gerik kita. Kita harus berhati-hati, jangan melakukan hal yang bisa membuat mereka curiga dan kedok kita terbongkar," kata orang itu.***Sedangkan di sisi lain, Rendra dan sepupunya saat ini sedang mencari informasi tentang Alin."Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi?" tanya sepupu Rendra."Alin sudah melahirkan, tapi sekarang penjagaan semakin diperketat. Sangat suli