Acara makan siang yang semula direncanakan Alin pun gagal total. Makanan yang sudah dia bawa akhirnya diberikan ke asisten Devan dan sekretarisnya karena Alin sudah tidak berselera makan. Wanita itu tidak mengindahkan rengekan Devan yang terus merayunya agar tidak merajuk lagi. Dia menganggap keberadaan Devan seperti angin yang tidak terlihat saking dongkolnya.***Alin terus mendiamkan Devan hingga dua hari lamanya. Karena Alin masih tidak mau bicara dengannya membuat Devan tidak mau ambil pusing dengan sikap Alin. Dia mengira jika sang istri butuh waktu sendiri dan akan kembali baik dengannya setelah amarahnya reda. Akan tetapi perkiraan Devan salah, Alin malah semakin menjadi-jadi dan semakin berpikir yang tidak-tidak seperti ini hari ini. "Bagus ya, istri merajuk bukannya dirayu malah di diamkan. Jangan bilang kalau kamu ada main gila beneran sama gundik murahan itu. Secara kucing dikasih ikan gratis pasti nyosorlah," kata Alin. Devan yang baru saja selesai mandi langsung menoleh
Devan menganga dengan ucapan Alin. Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan sikap Alin."Hukuman apa Sayang? Masa kamu tega menghukum Mas?" tanya Devan lembut."Iya, pokoknya selama seminggu kamu tidur di sofa," jawab Alin."Apa? Tidur di sofa? Jangan dong Yang, aku mana bisa tidue kalau tidak dekat kamu?" "Ya salah siapa coba?" ucap Alin mempertanyakan.Akhirnya Devan mengalah. Malam harinya, Devan benar-benar tidur di sofa. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelah Alin terlelap, Devan langsung pindah ke samping sang istri.***Pagi harinya, tiba-tiba Alin merasa sangat mual saat bangun tidur, terlebih saat mencium aroma tubuh sang suami. Wanita itu langsung melepaskan tangan sang suami yang masih melingkar di perutnya dan langsunc berlari ke kamar mandi. Dia benar-benar lemas setelah dari kamar mandi. Devan yang menyadari sang istri tidak ada di sampingnya langsung bangun dan menyusul sang istri yang masih terdengar mual-mual."Sayang, kamu mual lagi?" Alin tidak menjawa
Siang ini, Alin dan Devan berencana pergi ke dokter kandungan untuk USG. Alin sengaja minta di antar ke rumah orang tua Devan sejak pagi tadi karena wanita itu mendadak ingin memakan masakan sang mertua.Namun, Devan tidak kunjung dan Alin yang sudah menunggu sedari tadi menjadi sedikit kesal. Dia terus menelepon Devan namun sayangnya jawaban dari operator membuat kekesalannya semakin menjadi-jadi.“Mas Devan tuh bagaimana sih? Katanya pulang cepat, tapi sudah jam segini nggak ada kabar. Apa jangan-jangan dia lupa?” gerutu Alin.“Kamu kenapa sih Nak, kok marah-marah? Katanya mau ke dokter, kok belum berangkat?” tanya ibu mertua yang sedari tadi memperhatikan Alin yang sibuk dengan ponselnya dan berulang kali menempelkannya ke telinga.“Ma, Mas Devan ini lupa atau bagaimana sih? Sudah jam segini tapi belum pulang,” jawab Alin.“Mungkin Devan masih sibuk, Nak. Pergi ke dokternya sama Mama saja ya? Kalau menunggu suamimu pasti lama,” bujuk ibu mertua.Alin mengangguk pasrah. Dia ju
Sesampainya di Swiss, Devan langsung larut dalam pekerjaan. Dia hanya menghubungi Alin sebentar saja. Pekerjaan ini benar-benar menyita waktu Devan hingga tak sempat menjalin komunikasi dengan Alin. Sementara Alin memantau perusahaannya lewat ponsel pintar juga laptopnya. “Kurang ajar, siapa lelaki ini? Berani sekali dia ingin mengacau di perusahaanku!” gerutu Alin saat menerima laporan dari salah satu suruhannya. “Lin, nih Mami potongin buah buat kamu,” kata Mami. Sang ibu yang datang membawa piring berisi buah potong untuk Alin mengerutkan keningnya saat melihat sang anak yang tengah terlihat kesal. “Kamu kenapa marah-marah Nak? Sedang berantem sama suamimu ya?” Alin langsung menoleh ke arah sang ibu yang kini duduk di sampingnya. Seketika, raut wajah Alin berubah menjadi kembali cerah. “Eh Mama. Ah enggak kok, Ma. Cuma ada masalah sedikit di perusahaan tapi aku yakin Mas Devan pasti bisa mengatasinya,” jawab Alin menenangkan. “Kamu itu jangan terlalu banyak memikirkan perusah
Tama tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan pedas Alin. Dia sama sekali tidak merasa tersinggung dan malah semakin gencar membuat emosi Alin meluap. “Ha ha ha urat maluku memang sudah putus sejak aku pertama kali melihat kecantikanmu, Sayang. Sikapmu yang terkesan dingin membuatku semakin tertantang untuk mendapatkanmu. Kau sangat menarik, Lin dan aku suka itu,” kata Tama. “Dasar orang gila. Jangan pernah memanggilku dengan kalimat menjijikkan seperti itu!” desis Alin. “Aku memang gila, dan aku gila karenamu.” *** Sedangkan di tempat lain, Devan kini mengadakan pertemuan dengan beberapa investor yang hendak mengundurkan diri dari kerja sama. “Apa tidak sebaiknya kita selesaikan masalah ini secara baik-baik? Saya pikir ada jalan lain untuk permasalahan pelik ini. Saya berjanji akan menangani masalah ini.” “Kami takut jika merugi dan uang kami tidak kembali. Kebocoran data kemarin sudah cukup membuktikan jika APN Corp belum meningkatkan security systemnya.” “Hey ayolah, ini sal
Wanita itu terdiam setelah mendapat serangan pertanyaan bertubi-tubi dari Alin. Dia takut akan salah bicara dan membuat Alin naik pitam. Dia paham jika terjadi apa-apa maka dirinyalah yang pertama kali akan disalahkan. Wanita itu menyusun kalimat yang tepat agar Alin tidak semakin tersinggung dengannya. “Ah tidak, Nona. Aku hanya ingin tahu saja kabar kalian. Oh ya, kalau boleh tahu sudah berapa bulan kandungan Anda, Nona? Sepertinya sudah sangat besar sekali perut Anda. Kalau boleh tahu, sudah berapa usia kandungan Anda, Nona?" tanya wanita itu. “Sudah hampir sembilan bulan kurang seminggu.” Wanita itu hanya mengangguk. Dia lalu berusaha mencari topik lain karena Alin terlihat tidak tertarik dengan wanita itu dan memilih diam saja menunggu wanita itu berbicara.“Seingatku Devan dulu sangat suka dengan rendang. Makanya aku sering membuatkannya dulu. Apa sekarang seleranya masih sama?” tanya wanita itu kembali. Alin hanya mengangguk, “iya, tapi aku belum pernah membuatkannya rendang
“Alin, temannya ke sini kok kamu begitu sih? Suruh masuklah, Nak. Maafkan anak Tante ya, Nak. Mari silakan masuk,” tutur mami Alin sambil mempersilahkan masuk. “Terima kasih, Tante!” jawab wanita itu sambil melirik ke arah Alin dengan senyuman penuh kemenangan. Alin hanya diam saja dan langsung masuk ke dalam. Mereka duduk berseberangan di sofa. “Anak manis, ayo sini duduk di samping Tante,” ucap Alin memanggil anak yang dibawa wanita itu. Sang ibu membiarkan anaknya berdiri dan mendekat pada Alin. Dia menyalami Alin dan mencium tangannya. “Anak yang pintar dan manis. Siapa namamu Sayang?” tanya Alin ramah. “Vito Tante,” jawab anak itu dengan lantang. Anak itu tampak tidak merasa takut dengan Alin. Justru sebaliknya, dia merasa nyaman berada di dekat Alin. Wina merasa di atas awan melihat sikap Vito sama seperti dan dia harapkan. Namun, wanita itu tidak menyadari jika sedari tadi Alin tengah memindai Vito dan mencari kemiripan antara Vito dengan suaminya. ‘Kena kau sekarang!’ b
Devan yang baru tiba di Indonesia langsung meluncur ke rumah sakit. Dia tidak memperdulikan dirinya sendiri dan lebih khawatir dengan keselamatan dan keadaan sang istri. Sepanjang perjalanan dia selalu mengoyak sopir agar lebih cepat dalam berkendara."Kenapa jalanmu lambat sekali? Sebenarnya kau ini bisa menyetir atau tidak?" semprot Devan."Maaf, Tuan, jalanan sangat ramai. Akan sedikit berbahaya jika berkendara dengan kecepatan tinggi," balas sang sopir dengan tenang.Sopir mengerti dengan keadaan Devan yang tengah dirundung khawatir."Kalau kau tidak berani berkendara dengan lebih cepat, sebaiknya kau lompat saja dari dalam mobil. Biar aku sendiri yang menyetir!" ancam Devan.Sopir langsung menambah laju kecepatannya. Dia tidak peduli dengan bunyi klakson mobil lain.***Setibanya di rumah sakit, dia langsung menuju ruang perawatan Alin. Di depan ruang perawatan, sudah ada kedua orang tua Alin dan salah satu kakaknya yang baru tiba. Di saat yang bersamaan, Rendi yang baru saja kel