Sejujurnya aku sangat cemburu melihat istriku dipeluk oleh para sahabatnya. Ya, walaupun aku tahu mereka tidak mungkin mempunyai hubungan lebih. Rasanya tidak rela saja melihat milikku sangat akrab dengan orang lain. Andai saja kami tidak terjebak di situasi seperti sekarang ini, sudah pasti aku akan mengurung istriku di dalam kamar dan tidak akan membiarkannya keluar. Sial sekali, gara-gara para keparat itu sekarang aku tidak bisa mencicipi nikmatnya surga dunia untuk sementara waktu. Tapi aku juga sangat senang karena pengobatan telah selesai dan aku bisa kembali bermanja dengan istriku walau belum bisa begituan selama beberapa hari ke depan.“Sayang, kamu tuh kenapa sih sih dari tadi kok nggak mau duduk? Aku tuh pusing lihat kamu ke sana kemari seperti setrikaan,” protesku kala melihat istriku dari tadi mondar mandir saja.“Aduh Mas, sepertinya Kak Rendi tidak bisa mengatasi investor yang mulai melepaskan kerja sama dengan perusahaanmu.”Aku menautkan alisku karena penasaran,
Suasana menjadi semakin menegang manakala Devan melontarkan pertanyaan pedas pada dua orang tamak harta itu. Keringat membanjiri pelipis Darman yang kini terlihat gelisah. “Om, walau Anda menaruh saham dengan jumlah terbesar di perusahaan, bukan berarti Anda bisa seenaknya saja mengganti pimpinan. Keputusan tetap berada di tangan Papa jika saya tidak ada di tempat. Harusnya Anda mengerti tentang hal ini!” kata Devan lagi. “Tapi kenyataannya Kakakmu hampir membuat perusahaan menjadi bangkrut, Van. Kalau Om tidak segera bertindak, bagaimana nasib para investor? Seluruh pemegang saham juga sudah mendesak Om untuk segera melakukan rapat genting dan Om tidak bisa berbuat apa pun selain mengganti pimpinan. Kau harus mengerti itu!” jawab Darman tak kalah sengit. Devan tersenyum miring, “Mereka yang mendesak untuk melakukan pergantian pemimpin, atau Om yang berambisi ingin menguasai perusahaan ini?” Baik Darman maupun Johan terkejut karena rencana mereka begitu mudah terbaca oleh Devan. Da
Tubuh Johan menegang manakala polisi hendak memborgolnya. Dengan sigap, Johan langsung berusaha membela dirinya karena merasa dirinya tidak bersalah. “Tunggu, atas dasar apa kalian berani menangkap saya sedangkan kalian tidak punya bukti? Ini sudah termasuk pencemaran nama baik, dan saya tidak terima difitnah seperti ini!” hardik Johan. “Maaf,, tapi bukti yang ada jelas mengarah pada Anda, jadi kami mohon untuk tidak mempersulit karena kami hanya melaksanakan tugas. Silahkan jelaskan di kantor saja jika memang Anda merasa tidak bersalah.” Tanpa basa basi, polisi langsung membekuk Johan. Wanita bayaran Johan histeris saat melihat Johan ditangkap. Beberapa tamu yang datang untuk cek in juga ikut menyaksikan proses penangkapan Johan. “Saya tidak bersalah, Pak! Saya tidak terima, saya akan akan melayangkan tuntutan balik!” ujar Johan meronta-ronta.Polisi tidak menggubris teriakan Johan. Mereka langsung menyeret Johan ke kantor polisi. *** Sesampainya di kantor polisi, Johan lang
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Johan, Alin bergegas ke kantor sang suami dan mengajaknya pulang bersama. Rencananya dia ingin mengajak suaminya untuk menginap di rumah orang tua Alin malam ini. "Pak, mampir dulu ke restoran buat cari makan siang," perintah Alin.Wanita itu berinisiatif mengajak sang suami makan siang di kantor. Dia sengaja membelikan makanan kesukaan sang suami. Akan tetapi, sesampainya di ruangan sang suami, amarahnya seketika meledak saat kedua netranya menangkap basah sang suami yang sedang berpose layaknya berciuman dengan seorang wanita cantik di dalam ruangannya. "Apa yang kalian lakukan di sini? Menjijikkan!" tanya Alin menggelegar. Alin yang sudah kadung tersulut emosi tidak bisa mengendalikan diri dan berpikir dengan jernih lagi. Devan dan wanita itu tampak gelagapan saat melihat wajah Alin yang memerah dengan kedua tangan yang mengepal erat. Dia langsung saja mendekati wanita itu seraya menarik tangannya agar menjauh dari Devan."Sa-sayang, aku bis
Acara makan siang yang semula direncanakan Alin pun gagal total. Makanan yang sudah dia bawa akhirnya diberikan ke asisten Devan dan sekretarisnya karena Alin sudah tidak berselera makan. Wanita itu tidak mengindahkan rengekan Devan yang terus merayunya agar tidak merajuk lagi. Dia menganggap keberadaan Devan seperti angin yang tidak terlihat saking dongkolnya.***Alin terus mendiamkan Devan hingga dua hari lamanya. Karena Alin masih tidak mau bicara dengannya membuat Devan tidak mau ambil pusing dengan sikap Alin. Dia mengira jika sang istri butuh waktu sendiri dan akan kembali baik dengannya setelah amarahnya reda. Akan tetapi perkiraan Devan salah, Alin malah semakin menjadi-jadi dan semakin berpikir yang tidak-tidak seperti ini hari ini. "Bagus ya, istri merajuk bukannya dirayu malah di diamkan. Jangan bilang kalau kamu ada main gila beneran sama gundik murahan itu. Secara kucing dikasih ikan gratis pasti nyosorlah," kata Alin. Devan yang baru saja selesai mandi langsung menoleh
Devan menganga dengan ucapan Alin. Lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan sikap Alin."Hukuman apa Sayang? Masa kamu tega menghukum Mas?" tanya Devan lembut."Iya, pokoknya selama seminggu kamu tidur di sofa," jawab Alin."Apa? Tidur di sofa? Jangan dong Yang, aku mana bisa tidue kalau tidak dekat kamu?" "Ya salah siapa coba?" ucap Alin mempertanyakan.Akhirnya Devan mengalah. Malam harinya, Devan benar-benar tidur di sofa. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelah Alin terlelap, Devan langsung pindah ke samping sang istri.***Pagi harinya, tiba-tiba Alin merasa sangat mual saat bangun tidur, terlebih saat mencium aroma tubuh sang suami. Wanita itu langsung melepaskan tangan sang suami yang masih melingkar di perutnya dan langsunc berlari ke kamar mandi. Dia benar-benar lemas setelah dari kamar mandi. Devan yang menyadari sang istri tidak ada di sampingnya langsung bangun dan menyusul sang istri yang masih terdengar mual-mual."Sayang, kamu mual lagi?" Alin tidak menjawa
Siang ini, Alin dan Devan berencana pergi ke dokter kandungan untuk USG. Alin sengaja minta di antar ke rumah orang tua Devan sejak pagi tadi karena wanita itu mendadak ingin memakan masakan sang mertua.Namun, Devan tidak kunjung dan Alin yang sudah menunggu sedari tadi menjadi sedikit kesal. Dia terus menelepon Devan namun sayangnya jawaban dari operator membuat kekesalannya semakin menjadi-jadi.“Mas Devan tuh bagaimana sih? Katanya pulang cepat, tapi sudah jam segini nggak ada kabar. Apa jangan-jangan dia lupa?” gerutu Alin.“Kamu kenapa sih Nak, kok marah-marah? Katanya mau ke dokter, kok belum berangkat?” tanya ibu mertua yang sedari tadi memperhatikan Alin yang sibuk dengan ponselnya dan berulang kali menempelkannya ke telinga.“Ma, Mas Devan ini lupa atau bagaimana sih? Sudah jam segini tapi belum pulang,” jawab Alin.“Mungkin Devan masih sibuk, Nak. Pergi ke dokternya sama Mama saja ya? Kalau menunggu suamimu pasti lama,” bujuk ibu mertua.Alin mengangguk pasrah. Dia ju
Sesampainya di Swiss, Devan langsung larut dalam pekerjaan. Dia hanya menghubungi Alin sebentar saja. Pekerjaan ini benar-benar menyita waktu Devan hingga tak sempat menjalin komunikasi dengan Alin. Sementara Alin memantau perusahaannya lewat ponsel pintar juga laptopnya. “Kurang ajar, siapa lelaki ini? Berani sekali dia ingin mengacau di perusahaanku!” gerutu Alin saat menerima laporan dari salah satu suruhannya. “Lin, nih Mami potongin buah buat kamu,” kata Mami. Sang ibu yang datang membawa piring berisi buah potong untuk Alin mengerutkan keningnya saat melihat sang anak yang tengah terlihat kesal. “Kamu kenapa marah-marah Nak? Sedang berantem sama suamimu ya?” Alin langsung menoleh ke arah sang ibu yang kini duduk di sampingnya. Seketika, raut wajah Alin berubah menjadi kembali cerah. “Eh Mama. Ah enggak kok, Ma. Cuma ada masalah sedikit di perusahaan tapi aku yakin Mas Devan pasti bisa mengatasinya,” jawab Alin menenangkan. “Kamu itu jangan terlalu banyak memikirkan perusah