Saat Anakku Kaya 44Bab 44Bingung Masih POV Yuda “Hati-hati, ya, Mas. Cari uang yang banyak.” Lina, istriku membetulkan letak simpul dasi di kerah kemejaku sambil tersenyum manis. “Iya,” jawabku tak bersemangat. Semalam, aku tidak dapat tidur karena memikirkan nasibku yang sekarang menjadi pengangguran. Aku sama sekali tidak bercerita pada orang rumah, termasuk pada Lina. Harus mulai dari mana, aku tidak tau. Membayangkan reaksi Lina pun, aku tidak berani. Pasti istriku itu akan menangis, menjerit dan histeris. Lina selalu begitu, meluap-luap jika emosi. “Kok, sarapannya nggak dihabiskan, cuma dikorek-korek doang, sih?” Lina kembali dengan wajah cemberut.“Bihun goreng buatanku nggak enak, ya?” Tanyanya menatap. Aku menggeleng. Jangankan makan, selera makanku pun saat ini sudah tiada. Aku bingung harus ngapain. Pagi ini saja, aku masih mengelabuhi Lina dengan pura-pura berangkat ke kantor. Padahal, tau sendiri, kan, aku sudah dipecat dengan tidak hormat. “Lagi nggak berseler
Saat Anakku Kaya 45Bab 45Dapat Warisan “Dek Ainun … pakai ini. Semuanya buat kamu.” Mas Johan memberikan sebuah kotak perhiasan beludru berwarna merah dengan lis warna emas padaku. Kotak unik mirip miniatur kotak harta Karun yang ada dalam cerita di dongeng. Ukuran alasnya hampir sama dengan sebuah buku tulis anak sekolah. Aku berkesan hingga menatap tak berkedip. “I-ini, apa, Mas?” Tanyaku dengan menggerakkan bola mata ke atas, melihat suamiku. Mas Johan tersenyum lalu membuka pelan kotak perhiasan itu. Suamiku lalu mengajak duduk bersebelahan di bibir tempat tidur. Tangan Mas Johan meraup isi dari kotak tersebut dan menunjukkan dekat di wajahku. Mata ini, membelalak seketika. Gelang, kalung, cincin, bros, giwang, bahkan peniti emas menjuntai di depan mataku. Tak hanya satu tetapi, banyak. Bahkan, ada yang bertahtakan berlian. Aku menggeleng, “tidak, Mas … a-aku tidak berani ….” ucapku lirih. Tanganku, mendorong tangan Mas Johan yang menggenggam emas menjauh. “Kenapa?” Mas
Saat Anakku Kaya 46Bab 46Bertemu Presiden “Ini, mobilnya, dek Ainun. Suka nggak?” Mas Johan bertanya padaku saat melihat mobil yang sudah dia janjikan. Buatku yang seumur-umur belum pernah memiliki mobil, tentu saja bilang suka. Jangankan mobil Alphard, mobil angkot pun, jika milikku, aku suka. Aku orang susah, hidup juga pas pasan. Apa yang didapat hari itu ya memang cukup untuk hari itu, masalah besok, cari lagi. Itulah kehidupanku sebelumnya. Sampai akhirnya Yuda bekerja di sebuah perusahaan ternama dan bergaji besar, baru aku ikut merasakan hidup di rumah gedong dan makan enak. Sayangnya hanya sebentar karena setelah Yuda menikah, nasibku kembali menjadi orang susah. Beruntung, Allah mempertemukan aku dengan Pak Johan. Lelaki yang sangat baik, sayang dan perhatian. Mobil adalah benda mewah yang tak terjangkau. Almarhum suamiku dulu hanya memakaii sepeda motor butut. Kredit motor bagus juga buat Yuda sekolah sampai kuliah. Bapaknya mengalah, yang penting, Yuda ke kampus deng
Saat Anakku Kaya 47Bab 47Kena TipuYuda “Belum laku, mobilnya, Ma?”Tanyaku pada Mama Sofi pagi ini saat berkumpul di meja makan untuk sarapan. “Belum, Yud. Mungkin hari ini, soalnya teman Mama sudah ada yang tertarik,” jawab Mama sambil duduk. “Laku berapa, Ma?” Tanya Lina.“Mama tawarkan 130,” sahut Mama dengan bola mata berputar melihat Lina. “Nggak ditawar?”“Ya, nggak tau. Makanya nanti Mama ke sana buat kepastian.” Mama menyendok nasi. “Moga aja, deal, Ma,” kataku. Jujur saja, aku sangat mengharapkan uang hasil penjualan mobil itu. Sebagian akan kuberikan pada Lina, dan sebagian lagi untuk bayar cicilan Bank. Aku sudah menunggak selama tiga kali. Mama mengangguk.“Oh, ya, Yud … nanti kalau mobilnya terjual, Mama transfer saja uangnya ke rekening kamu, ya?” “Boleh, Ma.” anggukku. “Ya sudah, Mama pergi sekarang saja sambil ngantar Nungki sekolah.” Mama berdiri disertai Nungki. Lina turut mengantar sampai luar. Aku juga mau berangkat kerja. Melihat jam tangan sekilas, a
Saat Anakku Kaya 48Bab 48Ngomongin Yuda Alhamdulillah, kebahagiaan sedang mendera hidupku setelah menikah dengan Mas Johan. Bertubi-tubi Allah memberikan kenikmatan yang tiada henti. Aku sangat bersyukur. Dulu, kupikir, aku akan merana di hari tua, sendiri dan terlunta-lunta. Mengabdikan diri menjadi seorang pelayan hingga akhir hayat demi sesuap nasi. Tak ada yang peduli. Allah maha membolak-balik keadaan. Dia yang berkuasa atas segalanya. Tak pernah terlintas dalam anganku, akan menjadi orang kaya di kemudian hari. Tak henti aku bersyukur. “Dek Ainun!” Aku melihat ke pintu. Rupanya, Mas Johan baru pulang dari kantor. Dia langsung ke kamar. Menutup pintu depan pelan, suamiku berjalan masuk dengan kedua tangan disembunyikan di belakang. Keningku mengerut, apa tuh, yang disembunyikan? Aku menghampiri dengan senyum lebar. Pasti, ada surprise untukku. Tak sabar ingin mengetahui. “Bawa apa?” Tanyaku dengan berusaha melihat ke belakang punggung Mas Johan. Suamiku berkelit sambi
Saat Anakku Kaya 49Bab 49Gantian jadi gembel Yuda “Mas, cepat pulang, penting!!”Lina, istriku berteriak dari telepon. Suaranya bahkan keluar jelas meskipun tanpa menyalakan loud speaker. “Ada apa?” Tanyaku kaget. “Pokoknya, pulang sekarang!”Itu perintah dari Ibu negara, yang artinya, aku harus segera menghadap. Bergegas, aku memesan taksi online. Hari ini, aku membolos kerja. Ada masalah, yaitu, mobil yang biasa aku pakai, mendadak dicegat dan diminta oleh debt kolektor. Memang, mobil itu, aku gadaikan lagi pada seorang rentenir, demi menutupi kebutuhan. Membayar gaji Mbak Rini, Bu Surti dan uang bulanan untuk Lina. Rencanaku ambyar semua gara-gara Mama Sofi. Uang penjualan mobil yang seharusnya untuk membayar Mbak Rini dan Bu Surti kandas dibawa lari mertuaku. Jujur saja, aku dan Lina sempat bersitegang karenanya. Aku yang putus asa menyalahkan Lina atas kelakuan Ibunya. Lina malah terus menbela ibunya dan menyuruhku memaklumi perbuatannya. Dasar Lina berbakti membabi-buta
Saat Anakku Kaya 50Bab 50[Sementara Bu Ainun dan Pak Johan lagi menjalankan ibadah umroh, kita POV Yuda dulu, ya 😊]Ingat Ibu di saat susah “Kita ke mana, Mas?” Istriku Lina bertanya tanpa melihat wajahku. Aku menunduk. Pasti perasaan Lina beraneka rasa. Rumah hilang, nggak punya mobil, aku dipecat. Ck!Buat Lina yang tak terbiasa hidup susah sedari kecil, semua ini adalah pukulan berat untuknya. Melihat lagi wajah Lina, aku seperti melihat robot. Tak ada ekspresi, hanya diam dengan tatapan kosong. “Kita tunggu taksi online sebentar, Lin. Aku sudah pesan,” kataku. Masih ada uang yang tadi ditolak oleh Mbak Rini. Bisa aku gunakan untuk membayar taksi online dan mencari kontrakan. Lina terdiam melihat ke luar jendela mobil. Zidan anteng di pangkunya. Aku melirik Zidan yang bermain sendiri dengan botol dot yang masih ada susunya separuh. Melirik pada Lina, aku melihat butiran bening bergulir di Pipinya. Istriku kembali menangis, membuatku semakin merasa bersalah. Meskipun, Lina
Saat Anakku Kaya 51Bab 51Melihat Ibu di YouTube YudaHari ini aku pulang tepat waktu. Jam empat sore sudah keluar dari ruko. Tadi, cuma dapet job membersihkan kantor cabang sebuah Bank yang tidak begitu luas. Setelah membeli makanan di sebuah warteg, aku bergegas mencari angkot untuk pulang. Jarak Ungaran ke Karangjati dekat, paling setengah jam saja sudah tiba di rumah petak. “Kantor Polisi depan, kiri, Pak,” ujarku pada Pak supir angkot. Menaiki ojek yang mangkal di belakang kantor Polisi, aku segera diantar sampai kontrakan. Mendung sudah menggelayut di langit. Suasana menjadi gelap dan sesekali terlihat kilatan cahaya disertai suara guntur. Mau hujan lebat sepertinya.Berlari memasuki komplek rumah petak, aku sengaja tidak langsung ke rumah tetapi berbelok ke samping rumah menuju ke belakang pada sebidang tanah kosong tempat Lina menjemur baju. Aku akan membantu istriku mengangkat jemuran. Takut seperti tempo hari, jemuran Lina basah semua karena dia ketiduran di siang ha
Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka
Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be
Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl
Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun
Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen
Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja