Saat Anakku Kaya 43Bab 43Karma YudaAku semakin ketagihan menilep uang perusahaan dengan cara memanipulasi data. Pekerjaanku sangat rapih, sehingga sulit untuk dilacak. Ibuku pernah bilang, jika aku ini anak yang cerdas. Dan aku membuktikan, meskipun bermain kotor tetapi tetap bersih. Pertama melakukan suatu kejahatan memang rasanya gelisah dan takut, tetapi lama-lama, aku jadi terbiasa. Malahan, kalau tidak melakukan kecurangan sekali saja, rasanya aku kecewa. Hahaha. Mobil baru seharga dua ratus jutaan sudah aku beli. Hutang Mama juga sudah lunas meskipun, untuk membayarnya aku terpaksa menggadai sertifikat rumah. Sedangkan membeli mobil, aku menggunakan uang hasil ko rup si. Tak apa-apa, ini perusahaan besar, omset dan asetnya banyak. Lina bertambah senang dan bahagia. Setiap hari aku mengguyurnya dengan uang. Jatah bulanan pun, meningkat drastis. Istriku itu, tidak pernah menanyakan dari mana aku mendapatkan uang berlimpah, mobil baru, dan gaya hidup mewah. Lina tidak pedu
Saat Anakku Kaya 44Bab 44Bingung Masih POV Yuda “Hati-hati, ya, Mas. Cari uang yang banyak.” Lina, istriku membetulkan letak simpul dasi di kerah kemejaku sambil tersenyum manis. “Iya,” jawabku tak bersemangat. Semalam, aku tidak dapat tidur karena memikirkan nasibku yang sekarang menjadi pengangguran. Aku sama sekali tidak bercerita pada orang rumah, termasuk pada Lina. Harus mulai dari mana, aku tidak tau. Membayangkan reaksi Lina pun, aku tidak berani. Pasti istriku itu akan menangis, menjerit dan histeris. Lina selalu begitu, meluap-luap jika emosi. “Kok, sarapannya nggak dihabiskan, cuma dikorek-korek doang, sih?” Lina kembali dengan wajah cemberut.“Bihun goreng buatanku nggak enak, ya?” Tanyanya menatap. Aku menggeleng. Jangankan makan, selera makanku pun saat ini sudah tiada. Aku bingung harus ngapain. Pagi ini saja, aku masih mengelabuhi Lina dengan pura-pura berangkat ke kantor. Padahal, tau sendiri, kan, aku sudah dipecat dengan tidak hormat. “Lagi nggak berseler
Saat Anakku Kaya 45Bab 45Dapat Warisan “Dek Ainun … pakai ini. Semuanya buat kamu.” Mas Johan memberikan sebuah kotak perhiasan beludru berwarna merah dengan lis warna emas padaku. Kotak unik mirip miniatur kotak harta Karun yang ada dalam cerita di dongeng. Ukuran alasnya hampir sama dengan sebuah buku tulis anak sekolah. Aku berkesan hingga menatap tak berkedip. “I-ini, apa, Mas?” Tanyaku dengan menggerakkan bola mata ke atas, melihat suamiku. Mas Johan tersenyum lalu membuka pelan kotak perhiasan itu. Suamiku lalu mengajak duduk bersebelahan di bibir tempat tidur. Tangan Mas Johan meraup isi dari kotak tersebut dan menunjukkan dekat di wajahku. Mata ini, membelalak seketika. Gelang, kalung, cincin, bros, giwang, bahkan peniti emas menjuntai di depan mataku. Tak hanya satu tetapi, banyak. Bahkan, ada yang bertahtakan berlian. Aku menggeleng, “tidak, Mas … a-aku tidak berani ….” ucapku lirih. Tanganku, mendorong tangan Mas Johan yang menggenggam emas menjauh. “Kenapa?” Mas
Saat Anakku Kaya 46Bab 46Bertemu Presiden “Ini, mobilnya, dek Ainun. Suka nggak?” Mas Johan bertanya padaku saat melihat mobil yang sudah dia janjikan. Buatku yang seumur-umur belum pernah memiliki mobil, tentu saja bilang suka. Jangankan mobil Alphard, mobil angkot pun, jika milikku, aku suka. Aku orang susah, hidup juga pas pasan. Apa yang didapat hari itu ya memang cukup untuk hari itu, masalah besok, cari lagi. Itulah kehidupanku sebelumnya. Sampai akhirnya Yuda bekerja di sebuah perusahaan ternama dan bergaji besar, baru aku ikut merasakan hidup di rumah gedong dan makan enak. Sayangnya hanya sebentar karena setelah Yuda menikah, nasibku kembali menjadi orang susah. Beruntung, Allah mempertemukan aku dengan Pak Johan. Lelaki yang sangat baik, sayang dan perhatian. Mobil adalah benda mewah yang tak terjangkau. Almarhum suamiku dulu hanya memakaii sepeda motor butut. Kredit motor bagus juga buat Yuda sekolah sampai kuliah. Bapaknya mengalah, yang penting, Yuda ke kampus deng
Saat Anakku Kaya 47Bab 47Kena TipuYuda “Belum laku, mobilnya, Ma?”Tanyaku pada Mama Sofi pagi ini saat berkumpul di meja makan untuk sarapan. “Belum, Yud. Mungkin hari ini, soalnya teman Mama sudah ada yang tertarik,” jawab Mama sambil duduk. “Laku berapa, Ma?” Tanya Lina.“Mama tawarkan 130,” sahut Mama dengan bola mata berputar melihat Lina. “Nggak ditawar?”“Ya, nggak tau. Makanya nanti Mama ke sana buat kepastian.” Mama menyendok nasi. “Moga aja, deal, Ma,” kataku. Jujur saja, aku sangat mengharapkan uang hasil penjualan mobil itu. Sebagian akan kuberikan pada Lina, dan sebagian lagi untuk bayar cicilan Bank. Aku sudah menunggak selama tiga kali. Mama mengangguk.“Oh, ya, Yud … nanti kalau mobilnya terjual, Mama transfer saja uangnya ke rekening kamu, ya?” “Boleh, Ma.” anggukku. “Ya sudah, Mama pergi sekarang saja sambil ngantar Nungki sekolah.” Mama berdiri disertai Nungki. Lina turut mengantar sampai luar. Aku juga mau berangkat kerja. Melihat jam tangan sekilas, a
Saat Anakku Kaya 48Bab 48Ngomongin Yuda Alhamdulillah, kebahagiaan sedang mendera hidupku setelah menikah dengan Mas Johan. Bertubi-tubi Allah memberikan kenikmatan yang tiada henti. Aku sangat bersyukur. Dulu, kupikir, aku akan merana di hari tua, sendiri dan terlunta-lunta. Mengabdikan diri menjadi seorang pelayan hingga akhir hayat demi sesuap nasi. Tak ada yang peduli. Allah maha membolak-balik keadaan. Dia yang berkuasa atas segalanya. Tak pernah terlintas dalam anganku, akan menjadi orang kaya di kemudian hari. Tak henti aku bersyukur. “Dek Ainun!” Aku melihat ke pintu. Rupanya, Mas Johan baru pulang dari kantor. Dia langsung ke kamar. Menutup pintu depan pelan, suamiku berjalan masuk dengan kedua tangan disembunyikan di belakang. Keningku mengerut, apa tuh, yang disembunyikan? Aku menghampiri dengan senyum lebar. Pasti, ada surprise untukku. Tak sabar ingin mengetahui. “Bawa apa?” Tanyaku dengan berusaha melihat ke belakang punggung Mas Johan. Suamiku berkelit sambi
Saat Anakku Kaya 49Bab 49Gantian jadi gembel Yuda “Mas, cepat pulang, penting!!”Lina, istriku berteriak dari telepon. Suaranya bahkan keluar jelas meskipun tanpa menyalakan loud speaker. “Ada apa?” Tanyaku kaget. “Pokoknya, pulang sekarang!”Itu perintah dari Ibu negara, yang artinya, aku harus segera menghadap. Bergegas, aku memesan taksi online. Hari ini, aku membolos kerja. Ada masalah, yaitu, mobil yang biasa aku pakai, mendadak dicegat dan diminta oleh debt kolektor. Memang, mobil itu, aku gadaikan lagi pada seorang rentenir, demi menutupi kebutuhan. Membayar gaji Mbak Rini, Bu Surti dan uang bulanan untuk Lina. Rencanaku ambyar semua gara-gara Mama Sofi. Uang penjualan mobil yang seharusnya untuk membayar Mbak Rini dan Bu Surti kandas dibawa lari mertuaku. Jujur saja, aku dan Lina sempat bersitegang karenanya. Aku yang putus asa menyalahkan Lina atas kelakuan Ibunya. Lina malah terus menbela ibunya dan menyuruhku memaklumi perbuatannya. Dasar Lina berbakti membabi-buta
Saat Anakku Kaya 50Bab 50[Sementara Bu Ainun dan Pak Johan lagi menjalankan ibadah umroh, kita POV Yuda dulu, ya 😊]Ingat Ibu di saat susah “Kita ke mana, Mas?” Istriku Lina bertanya tanpa melihat wajahku. Aku menunduk. Pasti perasaan Lina beraneka rasa. Rumah hilang, nggak punya mobil, aku dipecat. Ck!Buat Lina yang tak terbiasa hidup susah sedari kecil, semua ini adalah pukulan berat untuknya. Melihat lagi wajah Lina, aku seperti melihat robot. Tak ada ekspresi, hanya diam dengan tatapan kosong. “Kita tunggu taksi online sebentar, Lin. Aku sudah pesan,” kataku. Masih ada uang yang tadi ditolak oleh Mbak Rini. Bisa aku gunakan untuk membayar taksi online dan mencari kontrakan. Lina terdiam melihat ke luar jendela mobil. Zidan anteng di pangkunya. Aku melirik Zidan yang bermain sendiri dengan botol dot yang masih ada susunya separuh. Melirik pada Lina, aku melihat butiran bening bergulir di Pipinya. Istriku kembali menangis, membuatku semakin merasa bersalah. Meskipun, Lina