Saat Anakku Kaya 49Bab 49Gantian jadi gembel Yuda “Mas, cepat pulang, penting!!”Lina, istriku berteriak dari telepon. Suaranya bahkan keluar jelas meskipun tanpa menyalakan loud speaker. “Ada apa?” Tanyaku kaget. “Pokoknya, pulang sekarang!”Itu perintah dari Ibu negara, yang artinya, aku harus segera menghadap. Bergegas, aku memesan taksi online. Hari ini, aku membolos kerja. Ada masalah, yaitu, mobil yang biasa aku pakai, mendadak dicegat dan diminta oleh debt kolektor. Memang, mobil itu, aku gadaikan lagi pada seorang rentenir, demi menutupi kebutuhan. Membayar gaji Mbak Rini, Bu Surti dan uang bulanan untuk Lina. Rencanaku ambyar semua gara-gara Mama Sofi. Uang penjualan mobil yang seharusnya untuk membayar Mbak Rini dan Bu Surti kandas dibawa lari mertuaku. Jujur saja, aku dan Lina sempat bersitegang karenanya. Aku yang putus asa menyalahkan Lina atas kelakuan Ibunya. Lina malah terus menbela ibunya dan menyuruhku memaklumi perbuatannya. Dasar Lina berbakti membabi-buta
Saat Anakku Kaya 50Bab 50[Sementara Bu Ainun dan Pak Johan lagi menjalankan ibadah umroh, kita POV Yuda dulu, ya 😊]Ingat Ibu di saat susah “Kita ke mana, Mas?” Istriku Lina bertanya tanpa melihat wajahku. Aku menunduk. Pasti perasaan Lina beraneka rasa. Rumah hilang, nggak punya mobil, aku dipecat. Ck!Buat Lina yang tak terbiasa hidup susah sedari kecil, semua ini adalah pukulan berat untuknya. Melihat lagi wajah Lina, aku seperti melihat robot. Tak ada ekspresi, hanya diam dengan tatapan kosong. “Kita tunggu taksi online sebentar, Lin. Aku sudah pesan,” kataku. Masih ada uang yang tadi ditolak oleh Mbak Rini. Bisa aku gunakan untuk membayar taksi online dan mencari kontrakan. Lina terdiam melihat ke luar jendela mobil. Zidan anteng di pangkunya. Aku melirik Zidan yang bermain sendiri dengan botol dot yang masih ada susunya separuh. Melirik pada Lina, aku melihat butiran bening bergulir di Pipinya. Istriku kembali menangis, membuatku semakin merasa bersalah. Meskipun, Lina
Saat Anakku Kaya 51Bab 51Melihat Ibu di YouTube YudaHari ini aku pulang tepat waktu. Jam empat sore sudah keluar dari ruko. Tadi, cuma dapet job membersihkan kantor cabang sebuah Bank yang tidak begitu luas. Setelah membeli makanan di sebuah warteg, aku bergegas mencari angkot untuk pulang. Jarak Ungaran ke Karangjati dekat, paling setengah jam saja sudah tiba di rumah petak. “Kantor Polisi depan, kiri, Pak,” ujarku pada Pak supir angkot. Menaiki ojek yang mangkal di belakang kantor Polisi, aku segera diantar sampai kontrakan. Mendung sudah menggelayut di langit. Suasana menjadi gelap dan sesekali terlihat kilatan cahaya disertai suara guntur. Mau hujan lebat sepertinya.Berlari memasuki komplek rumah petak, aku sengaja tidak langsung ke rumah tetapi berbelok ke samping rumah menuju ke belakang pada sebidang tanah kosong tempat Lina menjemur baju. Aku akan membantu istriku mengangkat jemuran. Takut seperti tempo hari, jemuran Lina basah semua karena dia ketiduran di siang ha
Saat Anakku Kaya 52Bab 52Cari Ibu, Mas! Yuda “Ada apa, Mas Yuda?” Tanya Mas Slamet kaget. Istrinya, Mbak Yati pun sampai menghampiri. Aku menggeleng. “Gapapa, Mas.” Usai menghabiskan air putih satu gelas, aku mengambil nafas dalam lalu memutar kembali siaran dari yutub tadi. Mataku tak berkedip menatap wajah Om Johan dan Ibu. Tak salah lagi, itu adalah ibuku! Aku meraup kasar wajah dengan tangan. Meredakan gugup yang tiba-tiba menyapa. Sungguh, aku tidak menyangka, ternyata, Ibu menikah dengan seorang konglomerat. Pengusaha jalan tol yang bernama Pak Johan Wiriadinata. Dadaku berdegup kencang. Mendadak aku limbung. Gejala apa ini? “Mas Yuda, tidak apa-apa?” Tanya Mbak Yati khawatir. “Tidak, Mbak.” Aku menyandarkan punggung di kursi kayu. Kepalaku berdenyut seketika. Bayangan tentang Ibu memenuhi alam pikirku.“Kok, pucat begitu, Mas?” Mbak Yati masih mencecar, bahkan di tangannya menggenggam botol hijau minyak kayu putih. Dikiranya aku sakit mungkin.Menghirup udara dalam-d
Saat Anakku Kaya 53Bab 53Mendatangi Alamat Ibu Demi menuruti Lina, terpaksa hari ini aku bolos bekerja. Lina sudah tidak sabar lagi untuk bertemu Ibu. Aku tau, Lina ingin menumpang mulya dengan hidup ibu yang sudah kaya raya. Nggak salah, sih. Sudah beberapa bulan, aku tidak dapat membahagiakan Lina. Lina hidup seadanya dengan uang pas pasan. Pasti Lina sudah membayangkan hidupnya akan terangkat kembali setelah bertemu dengan ibu. Aku kenal sifat ibu. Beliau orang yang punya sifat halus. Mudah tersentuh dan tidak tegaan. Mana mungkin, Ibu yang sudah kaya raya membiarkan bahkan mengusir anak, menantu dan cucunya jika bertandang. “Mas, naik taksi online saja. Jangan naik angkot, malu-maluin.” Lina cemberut menatapku. “Iya, Lin … aku pesan dulu,” ucapku sambil membuka aplikasi. Lina yang menggendong Zidan terdiam menunggu. Ongkos naik taksi online dari sini ke Semarang, lumayan juga. Lina bilang, uang dari Mas Slamet kemaren buat bayar taksi saja. Rumah tinggal Ibu dan Om Johan
Saat Anakku Kaya 54Bab 54Ingin Bertemu Yuda apakah diizinkan?“Assalamualaikum.” Aku memasuki rumah dengan perasaan lega dan senang. Alhamdulillah, sudah kembali dari tanah suci dalam keadaan sehat, selamat datang tidak kurang satu apapun. “Taruh di luar pintu kamar saja, Mbak,” ucapku pada Mbak Woro yang membawa koper-koper masuk ke rumah. “Oh, ya, Bu,” sahutnya. “Ada beberapa baju kotor, biar saya pilihin dulu,” kataku. Mbak Woro bolak-balik membawa koper dan barang lainnya. Aku membeli banyak oleh-oleh dari Makkah dan Madinah. Juga aku jalan-jalan sekalian ke Turki dan Dubai. Alhamdulillah, aku yang sebelumnya tak pernah bermimpi ke luar negeri dapat kesampaian. Atas izin Allah dengan perantara rezeki suamiku. “Saya ada beli banyak oleh-oleh, Mbak. Nanti dibagi-bagi ya. Buat Mbak Woro, Pak Satpam, Pak Bejo–tulang kebun– buat suami dan anaknya Mbak Woro di kampung juga,” kataku.Mbak Woro tersenyum lebar. “Terima kasih, Bu,” katanya. Aku mengangguk. ART itu lalu menghilang
Saat Anakku Kaya 55Bab 55Anakku yang malang “Ini, ini rumahnya.” Tanganku menunjuk nunjuk ke arah rumah Yuda dari dalam mobil. Tapi, kenapa gelap dan sepi. Hanya lampu teras luar saja yang menyala. Ke mana mereka semua. Aku yang bingung terus melihat rumah Yuda yang berlantai dua. Seperti rumah tak berpenghuni. Apakah mereka semua sedang keluar? Bukankah, penghuni rumah Yuda banyak. Ada Yuda, Lina, Zidan, Suster Rini, Bu Sofi dan Nungki. Masa iya, pergi semua. Mas Johan nampak membungkukkan badannya. Suamiku juga melihat rumah Yuda. “Mas, ayo, turun,” ajakku sambil melihat Mas Johan yang duduk di jok belakang bersamaku. Pak Margono sudah memarkir mobil di depan pagar rumah Yuda, meskipun mesin mobil masih menyala. “Sepertinya tidak ada orang,” kata Mas Johan. “Di dalam, mungkin.” tebakku dengan wajah bertanya-tanya. “Ayo, kita turun, Mas.” Aku yang kebetulan duduk di sisi kiri, bersiap untuk membuka pintu mobil. “Sebentar, Bu.” Pak Margono melihat ke belakang,”biar saya p
Saat Anakku Kaya 56Bab 56Pergilah Mobil tetap melaju sesuai perintah tuannya. Aku terdiam dengan sesekali menyeka air mata yang masih menetes. Entah aku harus berkomentar apa. Mas Johan tidak mengabulkan permintaanku untuk mencari Yuda sekarang juga, padahal mobil melewati daerah Karangjati. Apa beratnya sih, berbelok sebentar ke kawasan industri dan mencari rumah kontrakan Yuda? Di sana banyak kontrakan rumah petak dan kosan para buruh pabrik. Kupikir, tidaklah susah untuk mencarinya. Sampai di rumah, aku segera masuk ke kamar. Mas Johan tidak segera mengikuti, tadi sempat kudengar, dia akan berbicara dengan Pak Margono. Biar saja. Berganti baju, aku segera membersihkan wajah di kamar mandi sekalian. Wajahku sembab karena menangis. Akupun mengambil air untuk membasuhnya. Keluar dari kamar mandi, aku melihat suamiku sudah ada di kamar. Beliau sedang sibuk mengetik sesuatu di layar ponselnya. Karena tadi situasinya tidak memungkinkan untuk berhenti makan malam, maka aku dan Mas
Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka
Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be
Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl
Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun
Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen
Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja