Saat Anakku Kaya 52Bab 52Cari Ibu, Mas! Yuda “Ada apa, Mas Yuda?” Tanya Mas Slamet kaget. Istrinya, Mbak Yati pun sampai menghampiri. Aku menggeleng. “Gapapa, Mas.” Usai menghabiskan air putih satu gelas, aku mengambil nafas dalam lalu memutar kembali siaran dari yutub tadi. Mataku tak berkedip menatap wajah Om Johan dan Ibu. Tak salah lagi, itu adalah ibuku! Aku meraup kasar wajah dengan tangan. Meredakan gugup yang tiba-tiba menyapa. Sungguh, aku tidak menyangka, ternyata, Ibu menikah dengan seorang konglomerat. Pengusaha jalan tol yang bernama Pak Johan Wiriadinata. Dadaku berdegup kencang. Mendadak aku limbung. Gejala apa ini? “Mas Yuda, tidak apa-apa?” Tanya Mbak Yati khawatir. “Tidak, Mbak.” Aku menyandarkan punggung di kursi kayu. Kepalaku berdenyut seketika. Bayangan tentang Ibu memenuhi alam pikirku.“Kok, pucat begitu, Mas?” Mbak Yati masih mencecar, bahkan di tangannya menggenggam botol hijau minyak kayu putih. Dikiranya aku sakit mungkin.Menghirup udara dalam-d
Saat Anakku Kaya 53Bab 53Mendatangi Alamat Ibu Demi menuruti Lina, terpaksa hari ini aku bolos bekerja. Lina sudah tidak sabar lagi untuk bertemu Ibu. Aku tau, Lina ingin menumpang mulya dengan hidup ibu yang sudah kaya raya. Nggak salah, sih. Sudah beberapa bulan, aku tidak dapat membahagiakan Lina. Lina hidup seadanya dengan uang pas pasan. Pasti Lina sudah membayangkan hidupnya akan terangkat kembali setelah bertemu dengan ibu. Aku kenal sifat ibu. Beliau orang yang punya sifat halus. Mudah tersentuh dan tidak tegaan. Mana mungkin, Ibu yang sudah kaya raya membiarkan bahkan mengusir anak, menantu dan cucunya jika bertandang. “Mas, naik taksi online saja. Jangan naik angkot, malu-maluin.” Lina cemberut menatapku. “Iya, Lin … aku pesan dulu,” ucapku sambil membuka aplikasi. Lina yang menggendong Zidan terdiam menunggu. Ongkos naik taksi online dari sini ke Semarang, lumayan juga. Lina bilang, uang dari Mas Slamet kemaren buat bayar taksi saja. Rumah tinggal Ibu dan Om Johan
Saat Anakku Kaya 54Bab 54Ingin Bertemu Yuda apakah diizinkan?“Assalamualaikum.” Aku memasuki rumah dengan perasaan lega dan senang. Alhamdulillah, sudah kembali dari tanah suci dalam keadaan sehat, selamat datang tidak kurang satu apapun. “Taruh di luar pintu kamar saja, Mbak,” ucapku pada Mbak Woro yang membawa koper-koper masuk ke rumah. “Oh, ya, Bu,” sahutnya. “Ada beberapa baju kotor, biar saya pilihin dulu,” kataku. Mbak Woro bolak-balik membawa koper dan barang lainnya. Aku membeli banyak oleh-oleh dari Makkah dan Madinah. Juga aku jalan-jalan sekalian ke Turki dan Dubai. Alhamdulillah, aku yang sebelumnya tak pernah bermimpi ke luar negeri dapat kesampaian. Atas izin Allah dengan perantara rezeki suamiku. “Saya ada beli banyak oleh-oleh, Mbak. Nanti dibagi-bagi ya. Buat Mbak Woro, Pak Satpam, Pak Bejo–tulang kebun– buat suami dan anaknya Mbak Woro di kampung juga,” kataku.Mbak Woro tersenyum lebar. “Terima kasih, Bu,” katanya. Aku mengangguk. ART itu lalu menghilang
Saat Anakku Kaya 55Bab 55Anakku yang malang “Ini, ini rumahnya.” Tanganku menunjuk nunjuk ke arah rumah Yuda dari dalam mobil. Tapi, kenapa gelap dan sepi. Hanya lampu teras luar saja yang menyala. Ke mana mereka semua. Aku yang bingung terus melihat rumah Yuda yang berlantai dua. Seperti rumah tak berpenghuni. Apakah mereka semua sedang keluar? Bukankah, penghuni rumah Yuda banyak. Ada Yuda, Lina, Zidan, Suster Rini, Bu Sofi dan Nungki. Masa iya, pergi semua. Mas Johan nampak membungkukkan badannya. Suamiku juga melihat rumah Yuda. “Mas, ayo, turun,” ajakku sambil melihat Mas Johan yang duduk di jok belakang bersamaku. Pak Margono sudah memarkir mobil di depan pagar rumah Yuda, meskipun mesin mobil masih menyala. “Sepertinya tidak ada orang,” kata Mas Johan. “Di dalam, mungkin.” tebakku dengan wajah bertanya-tanya. “Ayo, kita turun, Mas.” Aku yang kebetulan duduk di sisi kiri, bersiap untuk membuka pintu mobil. “Sebentar, Bu.” Pak Margono melihat ke belakang,”biar saya p
Saat Anakku Kaya 56Bab 56Pergilah Mobil tetap melaju sesuai perintah tuannya. Aku terdiam dengan sesekali menyeka air mata yang masih menetes. Entah aku harus berkomentar apa. Mas Johan tidak mengabulkan permintaanku untuk mencari Yuda sekarang juga, padahal mobil melewati daerah Karangjati. Apa beratnya sih, berbelok sebentar ke kawasan industri dan mencari rumah kontrakan Yuda? Di sana banyak kontrakan rumah petak dan kosan para buruh pabrik. Kupikir, tidaklah susah untuk mencarinya. Sampai di rumah, aku segera masuk ke kamar. Mas Johan tidak segera mengikuti, tadi sempat kudengar, dia akan berbicara dengan Pak Margono. Biar saja. Berganti baju, aku segera membersihkan wajah di kamar mandi sekalian. Wajahku sembab karena menangis. Akupun mengambil air untuk membasuhnya. Keluar dari kamar mandi, aku melihat suamiku sudah ada di kamar. Beliau sedang sibuk mengetik sesuatu di layar ponselnya. Karena tadi situasinya tidak memungkinkan untuk berhenti makan malam, maka aku dan Mas
Saat Anakku Kaya 57Bab 57Rencana Pak Johan “Ibu, kenapa akhir-akhir ini wajahnya murung terus?” Aku melirik pada Mbak Woro yang berdiri di samping. Dia sedang mencuci piring saat aku memasak. “Gapapa, Mbak.” aku menarik sudut bibir. “Hanya sedikit galau.” tambahku.Terdengar tawa kecil Mbak Woro. ART ini, sekarang lebih sopan dan tutur katanya tidak menyengat lagi. Suatu perubahan yang sangat baik. “Kenapa tertawa, Mbak?” aku menoleh dan ikut tertawa. Mungkin, Mbak Woro geli dengan pilihan diksi ‘galau’ yang aku gunakan. Kek abege al4i padahal, aku sudah berumur. Hehe.“Ibu, galau apa lagi? Sahut Mbak Woro sembari menata gelas di rak. “Emang, orang tua nggak boleh galau, ya, Mbak?” “Bukan begitu, Bu … nah Bu Ainun kan, sudah menikah dengan Pak Johan. Sudah ada temannya curhat. Ngomong aja sama Bapak, ibu mau minta apa. Pasti diturutin. Bapak itu baik, kok. Saya tau sendiri karena sudah lebih dari lima tahun ikut beliau.” Mbak Woro mengangguk. Aku Mende sah nafas. Mbak Woro n
Saat Anakku Kaya 58Bab 58Keadaan yang terbalik “Sudah siap?”Aku mengangguk. Menarik nafas dalam untuk menghilangkan gugup, aku menatap Mas Johan sambil menaikkan kedua alis. “Nggak usah gugup.” Mas Johan tertawa.“Iya, Mas. Aku sudah siap,” kataku mengulang. Mas Johan tersenyum dan mengangguk. “Aku sudah menyuruh mereka masuk dan menunggu di rumah tamu,” kata suamiku. Sekali lagi kepalaku mengangguk. Hari ini, aku akan dipertemukan dengan Yuda dan Lina. Mas Johan telah mengutus Pak Margono dan Pak Asep untuk menjemput anak dan menantuku itu dari rumah kontrakannya. Ternyata diam-diam, Mas Johan telah memberi perintah kepada bawahannya untuk mencari keberadaan Yuda. Setelah menyisir semua kontrakan rumah petak di daerah Karangjati, Pak Margono dan Pak Asep menemukannya. Masih menurut cerita Pak Margono, saat pertama ditemukan, posisi Yuda dan Lina sedang bertengkar hebat. Dari percakapan yang didengar Pak Margono dari luar rumah petak, katanya Lina sempat bilang mau pergi me
Saat Anakku Kaya 59Bab 59Penyesalan “Kok, ibu begitu, sih? Apa ibu nggak kasihan dengan Mas Yuda dan Lina? Juga cucu ibu Zidan. Kami tinggal di rumah petak sempit dan kumuh, lho Bu.”Lina berbicara seperti menuntut pertanggungjawaban dariku. Seolah-olah, sebagai ibu, aku harus bersalah dan ikut menanggung beban jika musibah menimpa anak. “Lina, kenapa kamu seolah menyalahkan ibumu? Tidakkah kalian berdua ini sadar jika musibah atau cobaan dari Allah itu karena sebab akibat? Cobalah merenung, bukan cuma bisa menyalahkan orang lain. Telaah semua peristiwa yang terjadi. Apakah ada kesalahan atau dosa besar yang pernah kalian lakukan sebelumnya?” Mas Johan bersuara. Kali ini, dia mencoba menyen tuh perasaan Lina dan Yuda dengan omongan. Menyuruh kedua pasangan muda yang juga anakku itu merenung dan mencari kesalahan diri. Kulihat, Yuda dan Lina tak ada itikad untuk melakukan itu. Mereka berdua hanya sibuk melihat saat ini. Melihat perubahan nasib ibunya yang jauh lebih baik. Yuda da