Saat Anakku Kaya 57Bab 57Rencana Pak Johan “Ibu, kenapa akhir-akhir ini wajahnya murung terus?” Aku melirik pada Mbak Woro yang berdiri di samping. Dia sedang mencuci piring saat aku memasak. “Gapapa, Mbak.” aku menarik sudut bibir. “Hanya sedikit galau.” tambahku.Terdengar tawa kecil Mbak Woro. ART ini, sekarang lebih sopan dan tutur katanya tidak menyengat lagi. Suatu perubahan yang sangat baik. “Kenapa tertawa, Mbak?” aku menoleh dan ikut tertawa. Mungkin, Mbak Woro geli dengan pilihan diksi ‘galau’ yang aku gunakan. Kek abege al4i padahal, aku sudah berumur. Hehe.“Ibu, galau apa lagi? Sahut Mbak Woro sembari menata gelas di rak. “Emang, orang tua nggak boleh galau, ya, Mbak?” “Bukan begitu, Bu … nah Bu Ainun kan, sudah menikah dengan Pak Johan. Sudah ada temannya curhat. Ngomong aja sama Bapak, ibu mau minta apa. Pasti diturutin. Bapak itu baik, kok. Saya tau sendiri karena sudah lebih dari lima tahun ikut beliau.” Mbak Woro mengangguk. Aku Mende sah nafas. Mbak Woro n
Saat Anakku Kaya 58Bab 58Keadaan yang terbalik “Sudah siap?”Aku mengangguk. Menarik nafas dalam untuk menghilangkan gugup, aku menatap Mas Johan sambil menaikkan kedua alis. “Nggak usah gugup.” Mas Johan tertawa.“Iya, Mas. Aku sudah siap,” kataku mengulang. Mas Johan tersenyum dan mengangguk. “Aku sudah menyuruh mereka masuk dan menunggu di rumah tamu,” kata suamiku. Sekali lagi kepalaku mengangguk. Hari ini, aku akan dipertemukan dengan Yuda dan Lina. Mas Johan telah mengutus Pak Margono dan Pak Asep untuk menjemput anak dan menantuku itu dari rumah kontrakannya. Ternyata diam-diam, Mas Johan telah memberi perintah kepada bawahannya untuk mencari keberadaan Yuda. Setelah menyisir semua kontrakan rumah petak di daerah Karangjati, Pak Margono dan Pak Asep menemukannya. Masih menurut cerita Pak Margono, saat pertama ditemukan, posisi Yuda dan Lina sedang bertengkar hebat. Dari percakapan yang didengar Pak Margono dari luar rumah petak, katanya Lina sempat bilang mau pergi me
Saat Anakku Kaya 59Bab 59Penyesalan “Kok, ibu begitu, sih? Apa ibu nggak kasihan dengan Mas Yuda dan Lina? Juga cucu ibu Zidan. Kami tinggal di rumah petak sempit dan kumuh, lho Bu.”Lina berbicara seperti menuntut pertanggungjawaban dariku. Seolah-olah, sebagai ibu, aku harus bersalah dan ikut menanggung beban jika musibah menimpa anak. “Lina, kenapa kamu seolah menyalahkan ibumu? Tidakkah kalian berdua ini sadar jika musibah atau cobaan dari Allah itu karena sebab akibat? Cobalah merenung, bukan cuma bisa menyalahkan orang lain. Telaah semua peristiwa yang terjadi. Apakah ada kesalahan atau dosa besar yang pernah kalian lakukan sebelumnya?” Mas Johan bersuara. Kali ini, dia mencoba menyen tuh perasaan Lina dan Yuda dengan omongan. Menyuruh kedua pasangan muda yang juga anakku itu merenung dan mencari kesalahan diri. Kulihat, Yuda dan Lina tak ada itikad untuk melakukan itu. Mereka berdua hanya sibuk melihat saat ini. Melihat perubahan nasib ibunya yang jauh lebih baik. Yuda da
Saat Anakku Kaya 60Bab 60POV LinaKabar dari Mama Sofi “Apaan sih, Mas? Aku dipaksa untuk mencuci kaki ibu. Lebay banget deh!”Sambil membuang muka dan melempar pandangan ke luar jendela mobil, aku melipat kedua tangan di dada. Sebal. Om Johan tadi memaksaku untuk mencuci kaki ibu mertuaku. Rasanya berlebihan. Aku sudah meminta maaf pada ibu, apa itu tidak cukup? Gila hormat bener. Apa mentang-mentang sudah menjadi istrinya miliarder? Huh!“Om Johan hanya ingin melihat ketulusan kita, Lin. Kupikir, itu tidak berlebihan. Kita memang bersalah sama ibu. Lagi pula, Ibu itu orang tuaku, yang artinya orang tua kamu juga, lin,” ujar Mas Yuda menjelaskan. Bagiku, itu semakin membuat hati ini bertambah kesal saja. Seumur-umur, aku tidak pernah mencuci kaki Mama atau Papaku. Mereka orang modern yang tidak gila hormat. Mertua itu ya Mertua, bukan orang tua kandung. Om Johan seharusnya mikir, bukannya malah memaksaku melakukan perbuatan yang aku sendiri tidak ikhlas melakukannya. Sambil te
Saat Anakku Kaya 61Bab 61Mengunjungi Yuda di rumah petak.“Ayo, Pak, kita berangkat sekarang,” ujarku pada Pak Margono yang sudah menunggu di teras depan sembari mengelap mobil. “Baik, Bu,” jawabnya seraya menyimpan kanebo di saku bajunya. Pak Margono lalu bergegas membuka pintu mobil belakang untukku. “Terima kasih.” aku mengangguk. Hari ini adalah hari yang sangat aku nantikan. Aku akan mengunjungi Yuda dan keluarganya di rumah kontrakan yang mereka tinggali. Aku sudah meminta izin pada Mas Johan. Beliau mengizinkan asal tidak menginap. Mas Johan juga mewanti-wanti agar aku pulang saja jika masih dihina oleh Lina. Bahkan, Mas Johan juga memberikan pesan khusus pada Pak Margono untuk menjagaku. “Jangan sampai ibu disakiti meskipun itu secara verbal.” begitu pesan yang aku dengar. Hm … aku merasa tersanjung. Mas Johan begitu sayang dan memperhatikan aku. Terima kasih ya Allah, padaMu yang sudah memberikan anugerah terindah. Seorang suami yang baik hati dan bertanggungjawab. Mo
Saat Anakku Kaya 62Bab 62Aji mumpung Huft! Capek juga rasanya menemani cucu berkeliling wahana dusun Semilir. Sebuah objek wisata spektakuler yang ada di kabupaten Semarang, tepatnya di daerah Bawen. Semua wahana sudah dijelajahi. Aku melihat Lina dan Yuda yang paling menikmati jalan-jalan ini. Mereka berdua seperti sedang berbulan madu kedua. Menaiki gondola, plosotan pelangi, bersepeda listrik tandem, hingga berkeliling di spot foto. Tertawa, gembira. Aku hanya menemani Zidan di wahana anak-anak. Menghabiskan waktu menemani cucu semata wayang ku. Naik bom bom car, ayunan, naik jeep ATV dan sebagainya. Posturku yang kecil mungil memungkinkan aku ikut menaiki wahana untuk bocah. Hihi. “Sekarang, ke mana lagi, Bu?” Lina bertanya dengan wajah penuh keceriaan saat sudah kembali menaiki mobil. Aku duduk di sebelah menantuku dengan memangku Zidan yang mulai mengantuk. Keceriaan di Dusun Semilir tadi diakhiri dengan wisata kuliner yang tersedia juga di area itu. Perut kenyang, pikira
Saat Anakku Kaya 63Bab 63Mengajak Lina Pengajian “Bagaimana, sudah bertemu dengan Yuda dan keluarganya?”Malamnya, Mas Johan bertanya padaku saat makan malam di rumah. “Sudah, Mas.” aku tersenyum. “Senang?”“Alhamdulillah. Makasih, ya, Mas,” sahutku. “Apa kabarnya mereka?” “Baik, sih … Alhamdulillah semuanya sehat.”“Syukurlah.”“Aku senang sekali, Mas, bisa bertemu, bermain dan menggendong cucuku.” aku mulai bercerita. “Emang dulu, nggak pernah menggendong cucumu?” Aku menggeleng,” nggak berani. Dulu, Lina seperti nggak suka kalau aku deket-deket Zidan. Katanya aku kotor, bau dan banyak kuman,” ujarku dengan tawa kecil. Memang, Lina sangat membenciku saat itu. Lina jijik dan alergi jika melihatku. Seolah aku ini kuman penyakit menular yang harus disingkirkan. Meskipun aku ini mertuanya tetapi, Lina memandang rendah. Istilahnya tidak selevel gitu. Tau sendiri kan, Lina berasal dari keluarga kaya. “Menurutmu, mengapa Lina dan Yuda bisa seketika berubah baik terhadapmu, dek?”
Saat Anakku Kaya 64Bab 64POV LinaAdikku Nungki dijual Mama “Huh! Apaan sih, ibu. Nanyain mulu gelang sama cincinnya yang aku bawa. Beli lagi napa, kan sudah kaya, dasar Mertua pelit!” Omelku sambil menaruh ponsel di meja. Aku hanya membaca saja pesan WA dari ibu. Malas balas. Gelang dan cincin ini tidak akan aku kembalikan. Seharusnya, ibu beli lagi dong yang baru, sementara yang ini diberikan padaku, menantunya. Eh, malah diminta, mana WA melulu sehari dua kali. Menyebalkan. Aku nggak punya gelang, nggak punya kalung, nggak punya cincin. Pokoknya nggak punya perhiasan apapun sekarang. Mas Yuda yang cuma cleaning service itu, gajinya cuma cukup buat makan sederhana saja. Sampai kiamat juga nggak bakalan bisa jajanin aku emas. Sambil mengamati gelang emas milik Ibu, bibirku menyungging senyum. “Ini, pasti beratnya sekitar 10 gram,” bibirku bergumam. Melirik pada cincin di jari manis, aku mengira kalau cincin itu sekitar 3 atau 4 gram saja. Lumayan lah … aku menggenggam gelang