Saat Anakku Kaya 61Bab 61Mengunjungi Yuda di rumah petak.“Ayo, Pak, kita berangkat sekarang,” ujarku pada Pak Margono yang sudah menunggu di teras depan sembari mengelap mobil. “Baik, Bu,” jawabnya seraya menyimpan kanebo di saku bajunya. Pak Margono lalu bergegas membuka pintu mobil belakang untukku. “Terima kasih.” aku mengangguk. Hari ini adalah hari yang sangat aku nantikan. Aku akan mengunjungi Yuda dan keluarganya di rumah kontrakan yang mereka tinggali. Aku sudah meminta izin pada Mas Johan. Beliau mengizinkan asal tidak menginap. Mas Johan juga mewanti-wanti agar aku pulang saja jika masih dihina oleh Lina. Bahkan, Mas Johan juga memberikan pesan khusus pada Pak Margono untuk menjagaku. “Jangan sampai ibu disakiti meskipun itu secara verbal.” begitu pesan yang aku dengar. Hm … aku merasa tersanjung. Mas Johan begitu sayang dan memperhatikan aku. Terima kasih ya Allah, padaMu yang sudah memberikan anugerah terindah. Seorang suami yang baik hati dan bertanggungjawab. Mo
Saat Anakku Kaya 62Bab 62Aji mumpung Huft! Capek juga rasanya menemani cucu berkeliling wahana dusun Semilir. Sebuah objek wisata spektakuler yang ada di kabupaten Semarang, tepatnya di daerah Bawen. Semua wahana sudah dijelajahi. Aku melihat Lina dan Yuda yang paling menikmati jalan-jalan ini. Mereka berdua seperti sedang berbulan madu kedua. Menaiki gondola, plosotan pelangi, bersepeda listrik tandem, hingga berkeliling di spot foto. Tertawa, gembira. Aku hanya menemani Zidan di wahana anak-anak. Menghabiskan waktu menemani cucu semata wayang ku. Naik bom bom car, ayunan, naik jeep ATV dan sebagainya. Posturku yang kecil mungil memungkinkan aku ikut menaiki wahana untuk bocah. Hihi. “Sekarang, ke mana lagi, Bu?” Lina bertanya dengan wajah penuh keceriaan saat sudah kembali menaiki mobil. Aku duduk di sebelah menantuku dengan memangku Zidan yang mulai mengantuk. Keceriaan di Dusun Semilir tadi diakhiri dengan wisata kuliner yang tersedia juga di area itu. Perut kenyang, pikira
Saat Anakku Kaya 63Bab 63Mengajak Lina Pengajian “Bagaimana, sudah bertemu dengan Yuda dan keluarganya?”Malamnya, Mas Johan bertanya padaku saat makan malam di rumah. “Sudah, Mas.” aku tersenyum. “Senang?”“Alhamdulillah. Makasih, ya, Mas,” sahutku. “Apa kabarnya mereka?” “Baik, sih … Alhamdulillah semuanya sehat.”“Syukurlah.”“Aku senang sekali, Mas, bisa bertemu, bermain dan menggendong cucuku.” aku mulai bercerita. “Emang dulu, nggak pernah menggendong cucumu?” Aku menggeleng,” nggak berani. Dulu, Lina seperti nggak suka kalau aku deket-deket Zidan. Katanya aku kotor, bau dan banyak kuman,” ujarku dengan tawa kecil. Memang, Lina sangat membenciku saat itu. Lina jijik dan alergi jika melihatku. Seolah aku ini kuman penyakit menular yang harus disingkirkan. Meskipun aku ini mertuanya tetapi, Lina memandang rendah. Istilahnya tidak selevel gitu. Tau sendiri kan, Lina berasal dari keluarga kaya. “Menurutmu, mengapa Lina dan Yuda bisa seketika berubah baik terhadapmu, dek?”
Saat Anakku Kaya 64Bab 64POV LinaAdikku Nungki dijual Mama “Huh! Apaan sih, ibu. Nanyain mulu gelang sama cincinnya yang aku bawa. Beli lagi napa, kan sudah kaya, dasar Mertua pelit!” Omelku sambil menaruh ponsel di meja. Aku hanya membaca saja pesan WA dari ibu. Malas balas. Gelang dan cincin ini tidak akan aku kembalikan. Seharusnya, ibu beli lagi dong yang baru, sementara yang ini diberikan padaku, menantunya. Eh, malah diminta, mana WA melulu sehari dua kali. Menyebalkan. Aku nggak punya gelang, nggak punya kalung, nggak punya cincin. Pokoknya nggak punya perhiasan apapun sekarang. Mas Yuda yang cuma cleaning service itu, gajinya cuma cukup buat makan sederhana saja. Sampai kiamat juga nggak bakalan bisa jajanin aku emas. Sambil mengamati gelang emas milik Ibu, bibirku menyungging senyum. “Ini, pasti beratnya sekitar 10 gram,” bibirku bergumam. Melirik pada cincin di jari manis, aku mengira kalau cincin itu sekitar 3 atau 4 gram saja. Lumayan lah … aku menggenggam gelang
Saat Anakku Kaya 65Bab 65Kecewa dengan MamaMasih kelanjutan POV Lina Aku tertegun lumayan lama hingga tak menyadari lelaki tambun yang sudah berumur sekira usia papa, mengulurkan tangannya padaku. “Kak?” Masih dengan senyuman menghiasi bibirnya, Nungki mengucap namaku. Astaga! Aku seperti tersadar. “Heh, apa-apaan ini?”Dengan gerakan cepat, aku menarik adikku dari pelukan Om-om itu. Mataku melebar seketika. Secepat kilat, akupun menarik tubuh Nungki hingga terlepas dari pelukan lelaki tua tersebut. “Kakak, apaan?” Terdengar suara Nungki berteriak. “Diam!” Dengan marah dan kilatan mata berapi-api, aku membentak dan melotot pada adikku yang sudah berdiri di sampingku. “Lina, nggak sopan, kamu!” Mama membentak dengan nada tinggi. Mamaku itu segera meminta maaf pada lelaki yang berdiri tepat di hadapanku. “Emm, Pak Hudi, mohon maaf, ya … ini, kakaknya Nungki belum tau siapa Anda,” ujar Mama. Ada nada cemas tersirat dalam nada bicaranya. Oh, ada sesuatu ini. “Oh, kakaknya Nun
Saat Anakku Kaya 66Bab 66Ibu dan Ayah sambung yang sangat baik Duduk tepat di hadapanku dan Mas Johan adalah Yuda dan Lina. Mereka berdua terlihat tegang, duduk dengan posisi kaku dengan punggung yang tegak. Lina sama sekali tak berani menatap mataku. Entahlah, kupikir tampangku ini jauh dari kata garang. Mas Johan bahkan pernah berseloroh jika tampangku ini lugu dan gampang ditipu hihi. Sengaja aku dan Mas Johan mengundang Lina dan Yuda untuk datang ke rumah hari ini. Ada sesuatu yang akan diutarakan oleh Mas Johan kepada anak dan menantuku ini. Sesuatu yang sangat penting yang pastinya akan mengubah kehidupan Yuda. Aku tidak menampik, melihat keadaan Yuda saat ini seperti mengiris hatiku. Perih dan juga miris. “Kalian sengaja saya panggil kemari karena ada sesuatu yang ingin saya dan ibumu sampaikan.” “Maafkan saya, Om … maafkan saya, Bu. Semuanya saya yang salah,” ujar Yuda tiba-tiba dengan suara serak. Aku dan Mas Johan saling melirik. Kenapa Yuda, tiba-tiba meminta maaf s
Saat Anakku Kaya 67Bab 67Permintaan aneh Lina POV Yuda “Terima kasih banyak, ya, Mas Slamet. Ini kunci rumah saya kembalikan.” Bersama Lina dan anakku Zidan, aku mampir ke rumah Mas Slamet, orang yang bertanggung jawab terhadap rumah kontrakan yang aku huni selama ini. “Sudah mau pergi?” Tanya Mas Slamet, pria baik yang pernah aku kenal. “Iya, Mas … sebentar lagi jemputan datang.” jelasku sembari melempar senyum semringah. Hari ini, aku memang akan meninggalkan rumah kontrakan. Ibu menyuruh aku dan Lina untuk berpindah ke rumahnya. Sebenarnya, aku agak keberatan atau lebih tepatnya malu. Bagaimana tidak? Dulu saat aku memiliki rumah besar dan bagus malah membiarkan ibu pergi dan menggelandang tanpa tujuan. Sekarang, saat ibu memiliki rumah besar dan kaya, justru dengan senang hati mengajakku tinggal bersamanya. Sungguh, ibuku sangat baik. Kasih sayangnya padaku sebagai seorang anak tunggal tidak pernah luntur. Ibu seolah melupakan begitu saja perlakuan buruk yang pernah aku d
Saat Anakku Kaya 68Bab 68Tinggal di rumah Ibu banyak aturan “Assalamualaikum, Bu.”“Hei, WaalaikumSalaam.” sambutku renyah. Senyum lebar seketika tersungging di bibirku. Aku yang memang sudah menunggu kedatangan anak, menantu serta cucuku, sangat antusias menyambut. Yuda dan Lina bergantian mencium punggung tanganku. Sekarang, Lina sudah tidak lagi merasa jijik atau geli denganku. Lina dengan senang hati mencium tangan bahkan memeluk tubuhku ini. “Ayo masuk, Yuda, Lina,” kataku. Melihat Zidan yang tiba-tiba terbangun, aku segera menghampiri. “Eh, cucunya Uti sudah bangun,” ujarku sembari mencubit lembut pipi bocah berkulit putih dengan gurat merah tipis. “Ayo, sini, gendong Uti.” tanganku mengukur untuk mengambil Zidan dari pelukan Yuda. Mata Zidan yang masih terlihat kriyip-kriyip menatapku. Untungnya, bocah ganteng itu tidak menolak saat aku meraih tubuhnya. “Pinternya cucuku.” aku berucap sembari menciumi pipi Zidan yang menggemaskan. Kangen. “Nggak bawa barang, ya, Pak