Saat Anakku Kaya 67Bab 67Permintaan aneh Lina POV Yuda “Terima kasih banyak, ya, Mas Slamet. Ini kunci rumah saya kembalikan.” Bersama Lina dan anakku Zidan, aku mampir ke rumah Mas Slamet, orang yang bertanggung jawab terhadap rumah kontrakan yang aku huni selama ini. “Sudah mau pergi?” Tanya Mas Slamet, pria baik yang pernah aku kenal. “Iya, Mas … sebentar lagi jemputan datang.” jelasku sembari melempar senyum semringah. Hari ini, aku memang akan meninggalkan rumah kontrakan. Ibu menyuruh aku dan Lina untuk berpindah ke rumahnya. Sebenarnya, aku agak keberatan atau lebih tepatnya malu. Bagaimana tidak? Dulu saat aku memiliki rumah besar dan bagus malah membiarkan ibu pergi dan menggelandang tanpa tujuan. Sekarang, saat ibu memiliki rumah besar dan kaya, justru dengan senang hati mengajakku tinggal bersamanya. Sungguh, ibuku sangat baik. Kasih sayangnya padaku sebagai seorang anak tunggal tidak pernah luntur. Ibu seolah melupakan begitu saja perlakuan buruk yang pernah aku d
Saat Anakku Kaya 68Bab 68Tinggal di rumah Ibu banyak aturan “Assalamualaikum, Bu.”“Hei, WaalaikumSalaam.” sambutku renyah. Senyum lebar seketika tersungging di bibirku. Aku yang memang sudah menunggu kedatangan anak, menantu serta cucuku, sangat antusias menyambut. Yuda dan Lina bergantian mencium punggung tanganku. Sekarang, Lina sudah tidak lagi merasa jijik atau geli denganku. Lina dengan senang hati mencium tangan bahkan memeluk tubuhku ini. “Ayo masuk, Yuda, Lina,” kataku. Melihat Zidan yang tiba-tiba terbangun, aku segera menghampiri. “Eh, cucunya Uti sudah bangun,” ujarku sembari mencubit lembut pipi bocah berkulit putih dengan gurat merah tipis. “Ayo, sini, gendong Uti.” tanganku mengukur untuk mengambil Zidan dari pelukan Yuda. Mata Zidan yang masih terlihat kriyip-kriyip menatapku. Untungnya, bocah ganteng itu tidak menolak saat aku meraih tubuhnya. “Pinternya cucuku.” aku berucap sembari menciumi pipi Zidan yang menggemaskan. Kangen. “Nggak bawa barang, ya, Pak
Saat Anakku Kaya 69Bab 69Pengakuan yang mengagetkan “Mau ngomong apa, Yuda, Lina?” Tanyaku setelah melihat keduanya berbisik bisik. “Emm, anu, Bu …” Kembali Lina tampak mencolek pinggang suaminya. Bola mata Lina bergerak seolah memerintah yuda agar buka mulut. Aku mulai tidak nyaman, sebab kupikir, Mas Johan juga melihat kelakuan janggal mereka. “Katakan sekarang saja, Yuda, karena saya tidak akan berdiskusi lagi setelah ini.” Mas Johan berkata dengan suaranya yang berat. “Begini, Om. Setelah pindah kemari, saya menuruti perintah Ibu untuk berhenti bekerja sebagai cleaning service. Selanjutnya, apa yang harus saya kerjakan, Om?” Yuda bertanya dengan hati-hati. Oh, rupanya itu to yang ingin diutarakan Yuda dan Lina? Memang, aku menyuruh Yuda untuk berhenti bekerja sebagai cleaning service. Bukan apa-apa, pertimbangannya adalah kantor tempat Yuda bekerja berjarak jauh dengan tempat tinggalku. Yuda tidak memiliki mobil ataupun sepeda motor jadi transportasinya juga susah. Lingkun
Saat Anakku Kaya 70Bab 70Ketulusan Hati Ibu Ya Allah Gusti, benar-benar akhir jaman. Seorang ibu tega menjual anak gadisnya sendiri. Aku sampai mengelus dada saking prihatin dan merasa ngeri. Setelah berhasil menguasai diri, aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Tidak jadi menemui Yuda dan Lina untuk menyampaikan kabar baik. Dadaku berdebar dan jantung ini rasanya memompa dengan cepat. Tidak menyangka saja Bu Sofi bisa senekat itu. Menjual Nungki, anak gadisnya yang masih di bawah umur. Mengerikan. Sepertinya, aku harus berbuat sesuatu. Tidak mungkin aku membiarkan suatu kejahatan terjadi pada Nungki. Memang, Nungki bukan anakku. Setidaknya, aku mengenal gadis itu karena pernah beberapa tahun tinggal serumah. Rasa keibuanku mendadak muncul mendobrak dada dengan rasa yang menggebu untuk menyelamatkan Nungki dari perbuatan bejat Bu Sofi. Kasihan anak malang itu.Membuka pintu kamar tanpa mengetuk, aku segera melihat Mas Johan yang sedang mengenakan kemeja. Kemeja berwarna putih y
Saat Anakku Kaya 71bab 71Menolong Ular?Huh, akhirnya tercetus juga kalimat yang sempat menyangkut di tenggorokan. Lega rasanya. Sekarang tinggal menunggu tanggapan Mas Johan. “Kau yakin dengan yang baru saja terucap dari bibirmu, sayangku?” Tangan Mas Johan berkelebat di depan wajahku. Seketika aku terkesiap dari lamunan. “Ee, InshaAllah yakin, Mas,” ujarku mengangguk. Terdengar suara helaan nafas Mas Johan. Selanjutnya Mas Johan mengambil tempat duduk di sampingku. Meraih jemariku untuk digenggam, Mas Johan menatap wajahku dari samping. Aku segera menunduk. “Dek, sebegitu cepatnya kamu melupakan perlakuan buruk mereka padamu. Aku sampai tidak dapat berkata-kata lagi, dek … terbuat dari apa hatimu itu sehingga tak ada sedikitpun dendam yang kau rasa?” Mas Johan berkata lembut. Aku berpaling dan menatap lekat manik mata kecoklatan yang teduh milik suamiku. “Aku tidak tau apa itu dendam, Mas … buatku, yang lalu biarlah berlalu. Ada Allah yang maha mengetahui. Dia yang akan meng
Saat Anakku Kaya 71Bab 71Dituduh pakai ilmu hitam Sambil menemani cucuku bermain di rumah, aku berharap cemas menanti Yuda dan Lina yang sedang menjemput Bu Sofi dan Nungki. Sungguh, tak ada sama sekali rasa dendam atau benci yang menyelimuti hatiku. Aku hanya ingin menolong. Dulu aku pernah tinggal satu rumah dengan besanku itu, sekarang pun tidak apa-apa bila tinggal bersama lagi. InshaAllah semua akan mulai dari awal lagi. Aku sudah memaafkan mereka, kuharap Bu Sofi pun demikian. Tak ada manusia yang sempurna, meski aku merasa tidak memiliki kesalahan tetapi entah jika tidak sengaja. Pasti ada lah. “Zidan mau mimik susu?” Tanyaku saat melihat Zidan kecil berjalan ke arahku sembari mengangkat kedua tangan seperti minta gendong. Gegas aku menangkap cucuku dan menggendongnya. Zidan mengusap matanya beberapa kali. Sepertinya mengantuk. Sudah cukup lama Zidan bermain sendiri tadi. “Ayo, embah bikinin susu,” kataku sambil berjalan ke dapur dengan menggendong Zidan. “Di mana ya, s
Saat Anakku Kaya 72Bab 72Perempuan Penghasut “Lho, Pak Johan mana, Bu Ainun? Kenapa nggak ikut makan malam?” Tanya Bu Sofi saat tidak melihat suamiku bergabung di acara makan malam keluarga. “Mas Johan sudah memberitahu kalau pulang terlambat. Kita makan duluan saja. Yuk,” ujarku hangat. Sudah ada Bu Sofi, Nungki, Yuda dan Lina duduk mengelilingi meja makan besar berbentuk segi panjang dengan enam kursi. Mbak Woro sudah menyiapkan hidangan lezat yang aku pesan lewat online tadi. Kasihan pembantuku kalau harus memasak untuk orang banyak dalam waktu singkat. Jaman sekarang sudah mudah. Apa-apa bisa dipesan melalui online, tak perlu pusing lagi. Mas Johan memang sudah mengirim pesan padaku jika malam ini pulang terlambat. Rupanya, tadi Mas Johan harus mengunjungi salah satu proyek di luar kota secara mendadak. Entahlah, mungkin ada hal penting yang harus diselesaikan. Aku memang tidak begitu kepo dengan urusan bisnis suamiku. “Jangan terlalu percaya dengan orang laki, Bu Ainun. H
Saat Anakku Kaya 74bab 74modal usaha untuk Yuda segera datang Mas Johan meraih jemariku dan mengecupnya pelan. Darahku berdesir merasakan kasih sayang yang luar biasa. Mata kecoklatan dengan sorotnya yang teduh serasa mengademkan relung hatiku. Berdosa rasanya jika aku mencurigai suamiku yang baik ini berbohong.Ah, Bu Sofi memang tukang kompor. **“Eeh, Pak Johan, apa kabar?” Saat aku dan Mas Johan menuju ruang makan untuk sarapan, ternyata sudah ada Bu Sofi. Sepertinya, dia sedang membantu Mbak Woro menyiapkan makanan. Mas Johan tertegun sebentar menatap sosok perempuan yang sangat ramah menyapanya. Tak lama, raut wajah suamiku menjadi dingin. “Duduk, Mas.” aku menarik kursi menyilakan Mas Johan duduk lalu mengambil tempat di sebelahnya. Bu Sofi masih berdiri dengan kedua tangan berpegangan pada sandaran kursi makan. Tepat di seberang kursi yang diduduki Mas Johan. Wajah Bu Sofi nampak semringah. Senyum manis menghiasi bibirnya. Rambutnya yang kecoklatan bergelombang menyent
Dibuang Anak Dinikahi Pengusaha Jalan Tol bab 85Secangkir kopi bikin syok Sore harinya, saat adzan Maghrib berkumandang, aku melihat Bu Sofi sedang sibuk di meja makan. Di hadapannya ada beberapa hidangan enak dan es kolak. Langkahku perlahan. Mata ini tanpa sadar menatap Bu Sofi yang seperti rakus menyantap makanan. Dia sedang berbuka puasa. “Tumben, Bu, makan saat adzan Maghrib seperti orang puasa saja,” ujarku berpura-pura. “Ah, iya memang saya puasa hari ini,” sahutnya menoleh. “Puasa apa hari Rabu, perasaan puasa sunah Arafah sudah lewat,” ujarku lagi. “Emang napa Bu Ainun? Kayanya ngga suka ya, lihat saya puasa, berbuat baik, ngumpulin pahala?” Bu Sofi membalas sewot. Aku tersenyum saja. Ngumpulin pahala gimana orang niatnya saja sudah busuk. “Oh, gitu? Bagus dong kalau Bu Sofi sekarang sudah rajin berpuasa. Tapi, lebih baik lagi kalau puasanya Senin Kamis, Bu, InshaAllah berkah,” jawabku menyungging senyum. Bu Sofi melirik tajam. Biar saja, aku segera kembali ke ka
Saat Anakku Kaya 84Bab 84Apakah suamiku terkena pelet? Rutinitas pagiku agak lain hari ini. Mas Johan sudah keluar dari jam setengah enam pagi tadi. Suamiku ke Counter club, mau main golf bersama teman teman sehobby. Meskipun demikian, aku tetap ke dapur untuk membuatkan kopi. Kemarin, aku sudah berpesan pada Mbak Woro untuk tidak beraktivitas pagi dulu di dapur. Hari ini, aku akan menjalankan rencanaku menjebak Bu Sofi. Orang jahat mesti diberi pelajaran. Aku tidak merasa berdosa jika mempermalukan Bu Sofi. Itu akibat ulahnya sendiri. Mas Johan pergi tanpa diketahui Bu Sofi, Lina maupun Yuda. Suamiku nggak ngopi di rumah sebab di country club ada cafetaria. Pernah juga aku diajak ke sana. Wuih, fasilitasnya kelas atas, mewah dan mahal. Keren memang country club tempat suamiku menjadi member. Selesai mengaduk kopi dalam cangkir, aku meninggalkan dapur begitu saja. Sampai kamar segera memantau CCTV. Rasanya menggebu untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mbak Woro muncul be
Saat Anakku Kaya 83Bab 83Menjebak Bu Sofi Huh, huh, huh!Nafasku rasanya bekejaran usai mendengar sendiri rencana busuk Bu Sofi. Benar-benar perempuan j4h4n4m dia itu. Tubuhku bergetar dan tanganku juga gemetaran. Seumur umur, aku tak pernah tau ada orang sejahat ini. “Duduk dulu, Bu,” kata Pak Margono menunjuk sofa. Aku mengangguk. Pak Margono memasuki rumah, aku masih terdiam dengan dada yang berdebar. Ya Allah … segitunya Bu Sofi. Aku sudah menolongnya, memberinya tumpangan di rumah mewah, meminjamkan mobilku untuknya bepergian, memberinya makanan gratis, menyekolahkan Nungki juga, tetapi apa balasannya? Dia malah mengincar suamiku! Astaghfirullahaladziim. Menarik nafas dengan mata terpejam, aku mengurut dada sendiri. Apakah ini yang disebut air susu dibalas air tuba? “Minum air putih dulu, Bu.” Pak Margono datang dengan segelas air di tangannya. Bagai kerbau dicucuk, akupun menurut dan segera meneguk air tersebut. Ya Allah, aku benar-benar syok. Pak Margono kemudian terl
Saat Anakku Kaya 78Bab 78Segala cara POV Bu Sofi Semakin lama tinggal di sini semakin membuatku gusar saja. Bagaimana tidak? Rumah ini begitu besar seperti istana. Dipenuhi dengan barang dan perabot antik yang nilainya bisa diduga fantastis. Garasi mobilnya juga isinya nggak kaleng-kaleng. Dan yang membuat hatiku hangus karena terbakar api cemburu adalah, pemilik semua ini adalah Bu Ainun! Perempuan dekil yang dulu miskin, gembel dan aku hinakan. Tidak habis pikir kenapa nasib baik berpaling padanya. Perempuan kampung itu berhasil memikat hati seorang konglomerat dan sialnya, mereka menikah! Aku tidak terima. Bu Ainun tidak boleh melebihi aku. Meskipun usiaku dengan Bu Ainun hampir sebaya tetapi, penampilan kami jauh berbeda. Bumi dan langit jauhnya. Lihatlah aku. Di usiaku yang menginjak 55 tahun, aku masih cantik. Kulitku masih putih dan kesat, tidak kendor. Wajahku terlihat glowing dan licin seperti porselen. Body ku tinggi dan proporsional. Berbeda dengan Bu Ainun yang kun
Saat Anakku Kaya 81Bab 81Pasang CCTV untuk memantau “Mas, aku minta tolong untuk dipasangkan CCTV di area dapur,” kataku pada Mas Johan malam hari saat hanya berdua saja di kamar. “CCTV buat apa, dek? Bukannya sudah ada di dapur?” Mas Johan memalingkan wajah. Matanya memicing menatapku. “Maksudnya yang benar-benar menyorot area dapur, Mas. Jadi dapat mencakup semuanya misal area memasak, kompornya, wastafel, rak piring dan sebagainya,” ucapku lagi. “Maksudnya biar aku dapat melihatmu bila sedang memasak, gitu, dek?” Mas Johan menggaruk kepalanya dengan mimik wajahnya yang lucu. “Bukan!* aku menoleh dan menggeleng cepat. Ngapain juga aku pingin disyuting saat masak. “Terus?” “Pokoknya pasangin aja, Mas?” pintaku dengan bibir manyun. Suamiku malah tertawa. Sebenarnya, sudah ada CCTV di area ruang makan. Cakupannya juga sampai ke dapur tetapi hanya sebagian saja karena angle nya yang susah. CCTV itu memang dikhususkan untuk memantau suasana ruang makan dan pintu belakang. Semen
Saat Anakku Kaya 80Bab 80Target Pelet “Lumayan, lah, Mas … nggak jelek-jelek amat,” ujar Lina seusai melihat ruko yang disewa Yuda untuk usaha jasa cleaning service. “Iya, Lin, nggak terlalu sempit jugae,” timpalku mengangguk. Setuju dengan pendapat Lina. “Lantai tiga ini, nanti rencananya buat para karyawan yang mau menginap. Aku mengizinkan dengan gratis.” Senyum Yuda mengembang. “Betul, Mas, sambil menyelam minum air. Rukonya aman dan mereka dapat tempat tinggal cuma-cuma. Sama-sama untung,” ujar Lina. Hari ini, aku, Lina dan Bu Sofi diajak oleh Yuda melihat ruko yang sudah dia sewa. Letaknya di daerah atas kota Semarang. Menurut Yuda, harganya lebih miring dari pada yang ada di pusat kota. Yuda memang sengaja mencari yang murah demi menekan pengeluaran modal. Masuk akal sih, menurutku. “Apaan, ruko sempit, sumpek begini, siapa yang mau tinggal di sini? Yang ada meleleh seperti lilin.” Bu Sofi mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya seolah merasa kepanasan. “Nanti dib
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 75Bab 75POV Bu Sofi Hati yang busuk Jadi, kamu mau buka usaha jasa cleaning service, Yuda?”“Iya, Om,” sahut Yuda mengangguk. “Apa alasannya?” Terlihat Pak Johan mengangkat sedikit dagunya agar dapat menatap lurus Yuda. “Saya pernah berkecimpung di bidang itu sebelumnya, Om. Sedikit banyak saya tau seluk beluk pemasaran dan manajemennya. Bahkan, untuk urusan marketing juga sudah saya amati. InshaAllah, saya yakin dapat berkembang dengan pilihan usaha ini.” ujar Yuda terdengar optimis. Aku sengaja berdiri di belakang bupet kayu besar tak jauh dari ruang tengah tempat Pak Johan, Yuda dan Bu Ainun bercakap-cakap. Rupanya, mereka sedang membicarakan rencana bisnis Yuda. Dasar b0d0h, Yuda itu. Ngapain membuka bisnis cleaning service yang ecek-ecek. Lebih baik uang segitu dipakai untuk investasi. Jaman sekarang kan, mainnya trading. Serahkan pada ahlinya, tinggal ongkang-ongkang dapat kabar baik dan cuan mengalir. Dari pada bisnis bersih-bersih, nggak elit banget,
Saat Anakku Kaya 77bab 77Sok Akrab Bu Sofi melengos dan tidak menggubris pertanyaan ku. Rasain, sudah numpang masih sombong dan malah mengolokku. “Lina, jangan lupa nanti malam ya,” kataku pada Lina. “Zidan mau ikut Uti ke depan?” Tanyaku pada Zidan. “Mimik,” katanya. “Minta mimik? Haus ya, sayang? Uuhh, kaciaan.” aku tertawa. Lina segera mengambil Zidan dariku,”biar Lina buatkan susu dulu, Bu.” Aku mengangguk dan segera berlalu dari kamar Lina. Sempat kulihat wajah Bu Sofi yang ditekuk menahan marah. Hahaha.**Semuanya sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam. Ada Mas Johan, aku, Lina, Yuda dan Bu Sofi. “Nungki mana?” Tanyaku saat tak melihat gadis abege putri bungsunya Bu Sofi. “Sudah makan katanya, Bu,” sahut Lina. “Lho, makan di mana?” Keningku mengerut melihat Lina. “Katanya tadi pulang sekolah pada nyeblak sama teman-temannya.” “Oh, begitu ….” Aku menganggukkan kepala dan mengambil piring Mas Johan untuk aku isi nasi. Karena tempat nasinya agak jauh, aku ja