Saat Anakku Kaya 47Bab 47Kena TipuYuda “Belum laku, mobilnya, Ma?”Tanyaku pada Mama Sofi pagi ini saat berkumpul di meja makan untuk sarapan. “Belum, Yud. Mungkin hari ini, soalnya teman Mama sudah ada yang tertarik,” jawab Mama sambil duduk. “Laku berapa, Ma?” Tanya Lina.“Mama tawarkan 130,” sahut Mama dengan bola mata berputar melihat Lina. “Nggak ditawar?”“Ya, nggak tau. Makanya nanti Mama ke sana buat kepastian.” Mama menyendok nasi. “Moga aja, deal, Ma,” kataku. Jujur saja, aku sangat mengharapkan uang hasil penjualan mobil itu. Sebagian akan kuberikan pada Lina, dan sebagian lagi untuk bayar cicilan Bank. Aku sudah menunggak selama tiga kali. Mama mengangguk.“Oh, ya, Yud … nanti kalau mobilnya terjual, Mama transfer saja uangnya ke rekening kamu, ya?” “Boleh, Ma.” anggukku. “Ya sudah, Mama pergi sekarang saja sambil ngantar Nungki sekolah.” Mama berdiri disertai Nungki. Lina turut mengantar sampai luar. Aku juga mau berangkat kerja. Melihat jam tangan sekilas, a
Saat Anakku Kaya 48Bab 48Ngomongin Yuda Alhamdulillah, kebahagiaan sedang mendera hidupku setelah menikah dengan Mas Johan. Bertubi-tubi Allah memberikan kenikmatan yang tiada henti. Aku sangat bersyukur. Dulu, kupikir, aku akan merana di hari tua, sendiri dan terlunta-lunta. Mengabdikan diri menjadi seorang pelayan hingga akhir hayat demi sesuap nasi. Tak ada yang peduli. Allah maha membolak-balik keadaan. Dia yang berkuasa atas segalanya. Tak pernah terlintas dalam anganku, akan menjadi orang kaya di kemudian hari. Tak henti aku bersyukur. “Dek Ainun!” Aku melihat ke pintu. Rupanya, Mas Johan baru pulang dari kantor. Dia langsung ke kamar. Menutup pintu depan pelan, suamiku berjalan masuk dengan kedua tangan disembunyikan di belakang. Keningku mengerut, apa tuh, yang disembunyikan? Aku menghampiri dengan senyum lebar. Pasti, ada surprise untukku. Tak sabar ingin mengetahui. “Bawa apa?” Tanyaku dengan berusaha melihat ke belakang punggung Mas Johan. Suamiku berkelit sambi
Saat Anakku Kaya 49Bab 49Gantian jadi gembel Yuda “Mas, cepat pulang, penting!!”Lina, istriku berteriak dari telepon. Suaranya bahkan keluar jelas meskipun tanpa menyalakan loud speaker. “Ada apa?” Tanyaku kaget. “Pokoknya, pulang sekarang!”Itu perintah dari Ibu negara, yang artinya, aku harus segera menghadap. Bergegas, aku memesan taksi online. Hari ini, aku membolos kerja. Ada masalah, yaitu, mobil yang biasa aku pakai, mendadak dicegat dan diminta oleh debt kolektor. Memang, mobil itu, aku gadaikan lagi pada seorang rentenir, demi menutupi kebutuhan. Membayar gaji Mbak Rini, Bu Surti dan uang bulanan untuk Lina. Rencanaku ambyar semua gara-gara Mama Sofi. Uang penjualan mobil yang seharusnya untuk membayar Mbak Rini dan Bu Surti kandas dibawa lari mertuaku. Jujur saja, aku dan Lina sempat bersitegang karenanya. Aku yang putus asa menyalahkan Lina atas kelakuan Ibunya. Lina malah terus menbela ibunya dan menyuruhku memaklumi perbuatannya. Dasar Lina berbakti membabi-buta
Saat Anakku Kaya 50Bab 50[Sementara Bu Ainun dan Pak Johan lagi menjalankan ibadah umroh, kita POV Yuda dulu, ya 😊]Ingat Ibu di saat susah “Kita ke mana, Mas?” Istriku Lina bertanya tanpa melihat wajahku. Aku menunduk. Pasti perasaan Lina beraneka rasa. Rumah hilang, nggak punya mobil, aku dipecat. Ck!Buat Lina yang tak terbiasa hidup susah sedari kecil, semua ini adalah pukulan berat untuknya. Melihat lagi wajah Lina, aku seperti melihat robot. Tak ada ekspresi, hanya diam dengan tatapan kosong. “Kita tunggu taksi online sebentar, Lin. Aku sudah pesan,” kataku. Masih ada uang yang tadi ditolak oleh Mbak Rini. Bisa aku gunakan untuk membayar taksi online dan mencari kontrakan. Lina terdiam melihat ke luar jendela mobil. Zidan anteng di pangkunya. Aku melirik Zidan yang bermain sendiri dengan botol dot yang masih ada susunya separuh. Melirik pada Lina, aku melihat butiran bening bergulir di Pipinya. Istriku kembali menangis, membuatku semakin merasa bersalah. Meskipun, Lina
Saat Anakku Kaya 51Bab 51Melihat Ibu di YouTube YudaHari ini aku pulang tepat waktu. Jam empat sore sudah keluar dari ruko. Tadi, cuma dapet job membersihkan kantor cabang sebuah Bank yang tidak begitu luas. Setelah membeli makanan di sebuah warteg, aku bergegas mencari angkot untuk pulang. Jarak Ungaran ke Karangjati dekat, paling setengah jam saja sudah tiba di rumah petak. “Kantor Polisi depan, kiri, Pak,” ujarku pada Pak supir angkot. Menaiki ojek yang mangkal di belakang kantor Polisi, aku segera diantar sampai kontrakan. Mendung sudah menggelayut di langit. Suasana menjadi gelap dan sesekali terlihat kilatan cahaya disertai suara guntur. Mau hujan lebat sepertinya.Berlari memasuki komplek rumah petak, aku sengaja tidak langsung ke rumah tetapi berbelok ke samping rumah menuju ke belakang pada sebidang tanah kosong tempat Lina menjemur baju. Aku akan membantu istriku mengangkat jemuran. Takut seperti tempo hari, jemuran Lina basah semua karena dia ketiduran di siang ha
Saat Anakku Kaya 52Bab 52Cari Ibu, Mas! Yuda “Ada apa, Mas Yuda?” Tanya Mas Slamet kaget. Istrinya, Mbak Yati pun sampai menghampiri. Aku menggeleng. “Gapapa, Mas.” Usai menghabiskan air putih satu gelas, aku mengambil nafas dalam lalu memutar kembali siaran dari yutub tadi. Mataku tak berkedip menatap wajah Om Johan dan Ibu. Tak salah lagi, itu adalah ibuku! Aku meraup kasar wajah dengan tangan. Meredakan gugup yang tiba-tiba menyapa. Sungguh, aku tidak menyangka, ternyata, Ibu menikah dengan seorang konglomerat. Pengusaha jalan tol yang bernama Pak Johan Wiriadinata. Dadaku berdegup kencang. Mendadak aku limbung. Gejala apa ini? “Mas Yuda, tidak apa-apa?” Tanya Mbak Yati khawatir. “Tidak, Mbak.” Aku menyandarkan punggung di kursi kayu. Kepalaku berdenyut seketika. Bayangan tentang Ibu memenuhi alam pikirku.“Kok, pucat begitu, Mas?” Mbak Yati masih mencecar, bahkan di tangannya menggenggam botol hijau minyak kayu putih. Dikiranya aku sakit mungkin.Menghirup udara dalam-d
Saat Anakku Kaya 53Bab 53Mendatangi Alamat Ibu Demi menuruti Lina, terpaksa hari ini aku bolos bekerja. Lina sudah tidak sabar lagi untuk bertemu Ibu. Aku tau, Lina ingin menumpang mulya dengan hidup ibu yang sudah kaya raya. Nggak salah, sih. Sudah beberapa bulan, aku tidak dapat membahagiakan Lina. Lina hidup seadanya dengan uang pas pasan. Pasti Lina sudah membayangkan hidupnya akan terangkat kembali setelah bertemu dengan ibu. Aku kenal sifat ibu. Beliau orang yang punya sifat halus. Mudah tersentuh dan tidak tegaan. Mana mungkin, Ibu yang sudah kaya raya membiarkan bahkan mengusir anak, menantu dan cucunya jika bertandang. “Mas, naik taksi online saja. Jangan naik angkot, malu-maluin.” Lina cemberut menatapku. “Iya, Lin … aku pesan dulu,” ucapku sambil membuka aplikasi. Lina yang menggendong Zidan terdiam menunggu. Ongkos naik taksi online dari sini ke Semarang, lumayan juga. Lina bilang, uang dari Mas Slamet kemaren buat bayar taksi saja. Rumah tinggal Ibu dan Om Johan
Saat Anakku Kaya 54Bab 54Ingin Bertemu Yuda apakah diizinkan?“Assalamualaikum.” Aku memasuki rumah dengan perasaan lega dan senang. Alhamdulillah, sudah kembali dari tanah suci dalam keadaan sehat, selamat datang tidak kurang satu apapun. “Taruh di luar pintu kamar saja, Mbak,” ucapku pada Mbak Woro yang membawa koper-koper masuk ke rumah. “Oh, ya, Bu,” sahutnya. “Ada beberapa baju kotor, biar saya pilihin dulu,” kataku. Mbak Woro bolak-balik membawa koper dan barang lainnya. Aku membeli banyak oleh-oleh dari Makkah dan Madinah. Juga aku jalan-jalan sekalian ke Turki dan Dubai. Alhamdulillah, aku yang sebelumnya tak pernah bermimpi ke luar negeri dapat kesampaian. Atas izin Allah dengan perantara rezeki suamiku. “Saya ada beli banyak oleh-oleh, Mbak. Nanti dibagi-bagi ya. Buat Mbak Woro, Pak Satpam, Pak Bejo–tulang kebun– buat suami dan anaknya Mbak Woro di kampung juga,” kataku.Mbak Woro tersenyum lebar. “Terima kasih, Bu,” katanya. Aku mengangguk. ART itu lalu menghilang