Dengan langkah cepat wanita yang membawa beberapa kantong belanjaan itu segera masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan lewat online. Sesekali ia menatap ke belakang punggung, pada kaca mobil. Pada kedai bakso tempat Asma memilih untuk menunggunya.Dengupan jantung Bik Tum seperti hampir terlepas dari tempatnya. Keringat dingin membahasi sekujur tubuhnya. Ia masih memperhatikan kedai bakso tempat Asma menunggu. Tapi ia sama sekali tidak melihat wanita itu di sana."Bodo amat, yang penting aku sudah menjalankan perintah dari Nyonya Nada. Dasar wanita sundal!" gerutu Bik Tum membuang tatapannya pada kaca yang berada di depan kemudi. Ia mendekap erat kantong plastik yang berisi barang bawaannya.Mobil yang membawa Bik Tum melaju semakin menjauh dari pasar tradisional yang terletak sangat jauh sekali dari rumah Tuan Sangir. Ia sengaja memilih pasar tradisional terbesar itu agar Asma tidak dapat kembali pulang seperti apa yang Nada perintahkan kepadanya._____Malam semakin merangkak naik.
Suara hentakan kaki mendengung keras pada lorong panjang apartemen menuju kamar Danil. Suasana terasa sepi dan hening. Karena waktu sudah memasuki dini hari. Tidak ada aktivitas apapun di apartemen itu."Kenapa kamu pulang selarut ini?" tanya Asma memecah keheningan yang tercipta. Ia menatap pada punggung lelaki jangkung yang berjalan mendahuluinya."Ada beberapa pekerja yang harus segera aku selesaikan. Makanya aku lembur," jawab Danil menoleh sekilas.Asma mengangguk, meskipun sebenarnya ia tidak terlalu percaya. Aroma alkohol dari tubuh Danil itulah yang membuatnya ragu. "Tapi kenapa tubuhmu beraroma alkohol?" celetuknya. Sepanjang perjalanan di dalam mobil Danil. Asma memilih untuk diam, aroma minuman keras dari tubuh lelaki itu seakan membuat perut' Asma seperti diaduk-aduk.Danil menghentikan langkahnya. Memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Menoleh pada Asma. Sejenak ia menatap sinis pada Asma."Ini bukan alkohol, hanya penghangat tubuh saja," jawab Danil mengakhiri k
Wisnu menjatuhkan pelukan pada tubuh Asma yang berdiri di depan pintu rumah bersama Danil. Kekhawatiran terlukis jelas dari sikap Wisnu."As, kamu kemana saja?" lirih Wisnu mempererat pelukannya pada tubuh Asma. Wanita berkerudung itu hanya diam. Tidak sedikitpun ia membalas pelukan Wisnu. Pelukan yang menghangatkan itu terasa begitu dingin.Wisnu melepaskan pelukannya saat suara derap langkah kaki terdengar semakin mendekat."Asma, kamu sudah kembali?" ucap Nada memasang wajah penuh haru.Asma menarik kedua sudut bibirnya. "Iya Mbak Nada. Tentu saja aku harus kembali. Karena ada orang-orang yang aku sayangi yang masih tertinggal di sini," balas Asma. Ia berani menatap netra Nada yang penuh kepalsuan."Siapa yang sudah menolong kamu, As?" selidik Nada memasang wajah bersahabat."Tuan Danil yang sudah menolong aku," jawab Asma mengalihkan tatapannya sesaat pada Danil yang berdiri mensejajarinya. Lalu menjatuhkan tatapan akhirnya pada Nada."Oh, terimakasih, Danil! Kamu sudah menyelemat
Senyuman kemenangan tersungging dari kedua sudut bibir Asma saat melihat wanita berambut sebahu itu terbakar cemburu. Sesaat ekor matanya pun menatap pada Wisnu yang melihat ke arah kepergian Nada. Kekacauan tergambar jelas dari wajah Wisnu.Brak!Suara benda yang didorong keras menyadarkan Asma dari lamunannya. Netranya beralih pada lelaki yang duduk pada bangku di ujung meja makan. Tuan Sangir pun bergegas pergi meninggalkan meja makan."Ayah kenapa, Bang?" tanya Asma mengalihkan tatapannya pada Wisnu yang bungkam. Ia semakin senang melihat Wisnu teramat kacau.Asma meletakan sendok yang berada di tangannya di atas piring. "Abang makan sendiri ya! Aku mau lihat Akbar sebentar," imbuhnya bergegas meninggalkan ruang makan.Wisnu tidak menjawab, ia semakin menenggelamkan wajahnya dalam dan membiarkan Asma berlalu. Kedua tangannya mengepal kesal._______Asma mengunci pintu kamarnya dengan sangat pelan sekali. Dengan langkah cepat ia segera menenggelamkan wajahnya pada bantal yang berad
Lelaki dengan rambut penuh uban itu berjalan cepat menuruni anak tangga. Asma yang sedang mengasuh Akbar di ruang televisi itupun terkejut. Ingin sekali ia menanyakan apa yang telah terjadi pada Tuan Sangir. Tapi Asma sadar, lelaki itu tidak akan pernah menjawab pertanyaan.Beberapa saat kemudian Bik Tum turun mengikuti langkah Tuan Sangir yang sudah menghilang di balik pintu utama rumah. Wajahnya pun sama seperti mertua Asma. Sangat panik."Semoga saja tidak terjadi apa-apa," lirih Bik Tum meremas kuat ujung pakaian yang melekat pada tubuhnya. Netranya menatap ke arah pintu utama rumah yang terbuka.Asma terus memperhatikan asisten rumah tangga itu dari ruang televisi. Meskipun di dalam hati, ia ingin sekali bertanya apa yang sebenarnya telah terjadi pada wanita yang tidak lagi muda itu, tapi ia masih mengurungkannya. "Bagaimana bisa mobil itu kecelakaan!" guman Bik Tum penuh dengan kekhawatiran."Kecelakaan?" Asma mengulangi kalimat mengerikan yang keluar dari bibir wanita yang ber
Wisnu mengusap lembut kening Nada yang terbaring di atas ranjang. ia tidak menyangka jika wanita yang selama ini mencintainya akan berbuat nekad seperti itu."Tidurlah, Mas, ini sudah malam!" titah Nada menatap sendu pada Wisnu.Wisnu menjatuhkan tatapan teduh. "Aku mohon kamu tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi, Nad!' lirih Wisnu dengan wajah memohon.Nada terdiam, ia mengalihkan tatapnya dari Wisnu. Sejenak bibirnya terkunci dengan sorot mata menerawang jauh. "Mas, sepertinya aku tidak bisa lagi menjalani pernikahan ini," lirih Nada. "Aku ingin kita mengakhiri semua ini secepatnya mas," tegas Nada.Sepersekian detik Wisnu terdiam dengan wajah berpikir. Ia baru tersadar saat Nada menyentuh lembut tangan Wisnu yang berada pada pipinya. Segera Wisnu mengalihkan tatapannya pada Nada. "Mas, kamu tidak lupa dengan janji kita kan?" cetus Nada menjatuhkan tatapan serius. Ada ketakutan yang menyelinap di sana.Wisnu menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Wisnu. "Bukankah kita sudah per
Rani berhambur mejatuhkan pelukan pada tubuh Asma saat wanita berbalut kerudung itu tiba. Seketika tangisan Rani pecah di dalam pelukan Asma. Sekuat tenaga, Asma menahan air mata yang memenuhi pelupuk matanya."Bagaimana keadaan Umi, Ran?" lirih Asma degupan jantungnya semakin berpacu cepat. Tubuhnya bergetar hebat.Sepersekian detik Rani terus menangis. Ia engan untuk menjawab pertanyaan Asma. Membuat Asma semakin cemas dilanda kekhawatiran.Asma menarik paksa tubuh Rani dari pelukannya. "Umi sedang koma, Mbak sekarang," lirih Rani di banjiri air mata. "Koma? bagaimana bisa, Rani?" cetus Asma mengeryitkan dahinya. Wajahnya menegang menatap pada Rani. Hu ... hu ..."Katakan, Ran?" sentak Asma mengguncang bahu Rani yang terus saja menangis."Kemarin sore Umi terjatuh di belakang rumah. Aku dan Bang Azhar segera membawa ibu ke rumah sakit. Dokter mengatakan jika di temukan tumor di kepala ibu dan harus segera diangkat," jelas Rani seraya terisak. Asma membuang nafas berat. Tubuhnya t
Wisnu memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menyusul Asma ke kampung halamannya. Hal itu semakin membuat Tuan Sangir murka. Apalagi Wisnu meninggalkan Nada, saat wanita itu sedang dalam keadaan baik-baik saja. Ia takut jika Nada akan mengadu pada Tuan Seno tentang apa yang telah terjadi."Ayah akan menghukum Wisnu, Nad! Kamu tenang saja," cetus Tuan Sangir pada Nada yang masih tergugu dalam tangisannya. Wanita itu terlihat sangat sedih sekali karena Wisnu sudah meninggalkannya."Dasar anak kurang ajar!" hardik Tuan Sangir meradang. Wajahnya merah menyala.Danil yang berada di samping Nada berusaha untuk menenangkan wanita itu. Ia mengusap lembut bahu Nada yang bergetar hebat. "Semua sudah terlambat ayah," balas Nada mengalihkan tatapannya pada Tuan Sangir. "Mas Wisnu sudah tidak mencintai aku lagi, dia lebih memilih wanita bodoh itu," Isak Nada.Lelaki dengan rambut yang dipenuhi oleh uban itu menjatuhkan tatapan penuh iba pada Nada. Ia tau jika Nada sebenarnya sangat menyayangi Wi
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli