Apa Mas Bara tahu kalau tadi aku membuntutinya? Kenapa bisa kebetulan bertemu di rumah ini? Benarkah dia hanya lewat saja atau tahu kalau aku di sini?' batin Alya."Mau nginep di sini, Mas? Tapi, kan kamu lagi sibuk. Biasanya kalau malam kamu ada waktu tersendiri masuk ke ruang kerja. Di sini kamu nggak bisa, kan?""Sesibuk apa pun, aku tetap akan ada waktu untuk istri dan keluarga istriku." Bara menarik tangan Alya dan diletakkan di atas pangkuan. Dia mengusap lembut tangan itu.Alya menatap tangannya yang digenggam Bara. 'Sayang sekali aku hanya istri sementaramu saja. Rayuan manismu mungkin agar aku jadi istri penurut dan tidak banyak membantah,' batinnya nyeri."Ayah suka dengan pemikiranmu, Nak Bara. Semoga pernikahan kalian langgeng dan penuh kebahagiaan. Ayah dan Ibu juga selalu berdoa agar orang tuamu dilembutkan hatinya. Mereka bisa menerima Alya apa adanya dan sepenuh hati.""Amin." Cepat Bara menyahut sambil melirik istrinya.Bara kecewa, istrinya yang tidak merespon do'a i
"Nyonya Desi memanggil Anda, Nona Alya." Dipanggil Nona karena keluarga Bara belum mau mengakui Alya jadi Nyonya Bara. Termasuk semua bawahan Desi dan Yudha.Saat Alya hampir masuk gerbang rumah Bara, sebuah mobil berhenti dan seseorang suruhan Desi maju.Alya teringat notif itu. Dia memutuskan ikut dan masuk dalam permainan Desi. Pasti akan ada hal besar sampai memanggilnya ke rumah tanpa sepengetahuan Bara.Saat tiba di rumah itu, alangkah tercengangnya Alya, seorang wanita yang kemarin bertemu suaminya duduk akrab dengan mertuanya.'Dia juga ada di sini. Berarti Mas Bara juga akan datang nanti. Mertuaku sangat pintar mengatur siasat. Dia ingin aku langsung mundur. Ya, tentu saja. Lagi pula, Mas Bara juga sudah menyetujui permintaan mengganti istri. Lalu, buat apa aku merendahkan harga diri untuk tetap bertahan?' batin Alya.Alya bahkan tidak dipersilahkan duduk. Wanita itu meremas ujung jilbab dengan terus mengatur laju nafasnya-Dia berdiri di depan dua wanita itu.'Bismillah kuat.
Berita kecel4kaan langsung tersebar melalui media sosial. Ivan sudah berusaha agar identitas Bara tidak terekspos ke ranah publik, tapi tetap saja mereka bisa mengambil foto mobilnya. Untung saja, mobil itu bukan mobil yang biasa digunakan Bara untuk ke kantor.Akan tetapi, banyak pihak yang menduga siapa yang jadi korban kecelak4an itu. Meski hanya disebut bahwa korbannya seorang pengusaha muda.Tidak dengan keluarga Bara, Yudha dan Desi mengenali mobil itu. Mereka langsung panik. Beruntung Desi tidak kena serangan jantung.Sedang Alya? Dia tidak ON dalam media sosial. Wanita itu masih duduk termangu di balkon kamarnya. Dia malah sedang menguatkan hati untuk pergi begitu saja dari rumah itu, lalu kapan membuat pengajuan cerai kemudian.***Di sebuah rumah sakit. "Bagaimana kondisi Tuan saya, Dok?" Dokter itu mengangguk.Ivan membuang nafas lega. "Kalau begitu, kita lanjutkan sesuai rencana."Bara masih di ruang tindakan. Selang beberapa saat tubuhnya sudah dipasang banyak alat medi
"Mas, Mas, Mas Bara. Kamu sudah bangun mas?" Alya tersenyum haru. Dia mengusap air matanya dan beberapa kali mengecup kening suaminya.Pelan Bara membuka matanya, tapi tatapannya masih kosong. Dia melihat siapa saja yang ada di ruangan itu, lalu kembali memejamkan mata."Panggil dokter!" teriak Yudha.Desi lantas menarik Alya mundur. "Minggir! Bara tidak butuh kamu!" Alya hampir terjungkal kalau tidak ditahan Ivan. "Anda baik-baik saja, Nyonya?"Alya mengangguk. "Aku ingin melihat kondisi Mas Bara, Van. Jangan bawa aku keluar.""Saya tidak akan membawa keluar, tapi Anda harus berhati-hati menghadapi Nyonya Desi."Dokter datang dan sebentar memeriksa kondisi Bara.Alya meremas jari-jarinya dengan terus menatap wajah suaminya. Telinganya terus mendengar apa yang dijelaskan oleh dokter. Air mata itu terus mengalir tidak tega melihat kondisi itu.'Mas, kamu pasti bisa bertahan. Kamu masih berhutang banyak penjelasan padaku,' batin Alya.Posisi Alya masih terhalang oleh Desi dan Yudha un
"Sekarang giliran saya untuk ada di sisi Mas Bara."Salah satu jari-jari tangan Bara bergerak, tanpa sepengetahuan lainnya. "Huh!" Desi membuang muka.Tanpa menunggu jawaban 'ya' Alya cepat mendekat ke sisi brankar.Desi dan Yudha diam saja. Mereka memilih duduk di sofa sambil mengamati yang dilakukan Alya."Ma, apa dia akan bisa membuat Bara membuka mata seperti tadi?""Mama yakin tadi itu hanya kebetulan. Jadi sekarang pasti tidak akan ada reaksi apa pun. Kita lihat saja sebentar, setelah itu kita usir dia pakai cara apa pun!"Alya memegang tangan Bara yang terbalut perban, dia kecup pelan. Lalu mengusap kening suaminya dan memberi kecupan lembut. Kecupan itu dilanjutkan pada dua mata suaminya yang mengatup. Ada pergerakan halus di bibir Bara, sayang itu sangat halus."Mas, jangan lama-lama membuatku takut dan khawatir. Banyak yang harus kita bicarakan, terutama aku belum sempat menjawab yang kamu ucapkan. Apa kamu tidak ingin mendengar jawabanku?" Alya menatap sayu wajah suaminya
"Sana pergi!" Bara mengangkat tangannya ingin memvkul Ivan.Sedang Ivan malah tersenyum lebar melihat tuannya itu. "Bos, tenang, Bos. Nanti Nyonya datang.""Diam, Kamu!" Bara melotot dengan senyum tipis.Pintu dibuka di tengah perdebatan gemas bos dan asisten itu."Mas Bara?" Alya mengernyit melihat posisi suaminya.Bara membelalak dengan hati gugup, takut. 'Mati aku!' batinnya."Bos!" Ivan langsung tanggap dan berteriak. Dia cepat memegang tangan dan tubuh Bara sambil pura-pura gusar."Akh!" Bara juga cepat berteriak. Alya melebarkan mata. Dia cepat mendekat. "Mas Bara, apa yang terjadi?"Bara mengedipkan mata cepat pada Ivan. "Nyonya, dari tadi Tuan memaksa untuk turun karena sedih dengan kondisi kakinya. Dia ingin mencoba berjalan, tapi saya cegah. Dia malah seperti ini. Saya jadi ikutan sedih." Ivan memasang wajah sedihnya. Tidak lupa dia menarik nafas dalam-dalam agar lebih meyakinkan.Bara langsung menyambung. "Sayang, kakiku- Aku mau turun. Aku nggak percaya kalau kakiku jadi
"Sayang, aku gerah banget. Mau mandi sekarang. Biar aku jalan sendiri saja."Alya melotot dengan wajah sedih. Sudah tahu kakinya bermasalah, tapi suaminya itu masih lupa-lupa ingat. "Mas, jangan lupa kalau kakimu masih harus ... istirahat." Nadanya melirih seolah tak tega mengingatkan kondisi kaki suami.Mata Bara melebar, hampir saja dia lupa kalau kakinya sedang tidak bisa digunakan dulu."Aku lupa, Sayang." Seketika wajah Bara sendu dan bersandar."Tidak apa, kamu memang masih butuh waktu, Mas.""Bagaimana kalau kamu yang memandikanku saja, Sayang. Sepertinya memang harus begitu." Bara menatap harap.Alya membolakan matanya. Jantungnya langsung berdetak kencang. "A-aku seka saja bagaimana? Yang penting tubuhmu segar." Bara tersenyum tipis, dalam hati dia memang sedang mengharap hal itu. "Aku tidak bisa menolak kali ini. Asal kamu tidak kerepotan, aku tidak tahan dengan tubuh kotor ini."Seka. Berarti menyentuh tubuh Bara. Meski telah jadi pasangan halal, tapi Alya masih canggung
Alya sedang menengadahkan tangan, bermunajat pada Rabb-nya. Dia memutuskan untuk salat dua rakaat dan berdoa memohon kebaikan. ***Di ruang rawat Bara."Membahas ulang pernikahan? Apa maksud Anda, Tuan Bagas?" Desi menatap suaminya sebentar dengan wajah gelisah. "Aku akan tetap menikah dengan Bara kalau kondisinya seperti kemarin. Pernikahan direncanakan saat Bara baik-baik saja, jadi karena seperti ini, aku ingin kita membahas ulang siapa pernikahan." Clara sekarang tersenyum setelah mengucap kalimat itu. Akhirnya dia tidak usah basa-basi lagi."Tapi, Clara. Apa alasan ingin membahas ulang. Dan apa yang akan dibahas lagi? Kalau soal persiapan pernikahan mendadak, Tante sangat siap mengaturnya. Dan kalau soal kondisi Bara, dia akan membaik sebentar lagi." "Yang dikatakan istriku benar, Bara akan pulih seperti semula. Jangan karena hal kecil seperti ini, pernikahan kalian jadi berantakan." Yudha merapat pada istrinya dan memberi dua temukan di bahu Desi untuk menguatkan hati. Bagas