"Sayang, aku gerah banget. Mau mandi sekarang. Biar aku jalan sendiri saja."Alya melotot dengan wajah sedih. Sudah tahu kakinya bermasalah, tapi suaminya itu masih lupa-lupa ingat. "Mas, jangan lupa kalau kakimu masih harus ... istirahat." Nadanya melirih seolah tak tega mengingatkan kondisi kaki suami.Mata Bara melebar, hampir saja dia lupa kalau kakinya sedang tidak bisa digunakan dulu."Aku lupa, Sayang." Seketika wajah Bara sendu dan bersandar."Tidak apa, kamu memang masih butuh waktu, Mas.""Bagaimana kalau kamu yang memandikanku saja, Sayang. Sepertinya memang harus begitu." Bara menatap harap.Alya membolakan matanya. Jantungnya langsung berdetak kencang. "A-aku seka saja bagaimana? Yang penting tubuhmu segar." Bara tersenyum tipis, dalam hati dia memang sedang mengharap hal itu. "Aku tidak bisa menolak kali ini. Asal kamu tidak kerepotan, aku tidak tahan dengan tubuh kotor ini."Seka. Berarti menyentuh tubuh Bara. Meski telah jadi pasangan halal, tapi Alya masih canggung
Alya sedang menengadahkan tangan, bermunajat pada Rabb-nya. Dia memutuskan untuk salat dua rakaat dan berdoa memohon kebaikan. ***Di ruang rawat Bara."Membahas ulang pernikahan? Apa maksud Anda, Tuan Bagas?" Desi menatap suaminya sebentar dengan wajah gelisah. "Aku akan tetap menikah dengan Bara kalau kondisinya seperti kemarin. Pernikahan direncanakan saat Bara baik-baik saja, jadi karena seperti ini, aku ingin kita membahas ulang siapa pernikahan." Clara sekarang tersenyum setelah mengucap kalimat itu. Akhirnya dia tidak usah basa-basi lagi."Tapi, Clara. Apa alasan ingin membahas ulang. Dan apa yang akan dibahas lagi? Kalau soal persiapan pernikahan mendadak, Tante sangat siap mengaturnya. Dan kalau soal kondisi Bara, dia akan membaik sebentar lagi." "Yang dikatakan istriku benar, Bara akan pulih seperti semula. Jangan karena hal kecil seperti ini, pernikahan kalian jadi berantakan." Yudha merapat pada istrinya dan memberi dua temukan di bahu Desi untuk menguatkan hati. Bagas
"Bagaimana, apa aku sudah terlihat tampan?" Bara telah berbalut setelan jas putih. Bahkan aroma maskulin begitu menyeruak.Bara mandi lebih lama dari biasanya. Pria itu juga menghabiskan waktu sangat lama untuk mempersiapkan penampilan terbaiknya."Van, Aku tampan atau sangat tampan? Apa istriku akan menyukai penampilanku ini?" Bara tersenyum lebar. Dia merentang tangan sambil memutar.Ivan mengangguk dengan mengangkat dua jempolnya. "Perfect, Tuan. Hanya saja kali ini Anda akan tampil bagaimana? Berdiri atau duduk di kursi roda?"Bara mondar-mandir di ruangan rawatnya. "Masih ada satu step lagi. Papa dan Mama masih belum puas jika belum menghadirkan beberapa wanita padaku. Jadi kali ini terpaksa masih harus duduk di kursi roda.""Sependapat, Tuan. Lagi pula akan lebih tampak manis dan menjiwai jika pernyataan Anda ditampilkan di atas kursi roda. Ya, sekalian menguji ketulusan nyonya.""Tanpa diuji pun Alya-ku sudah tulus sejak awal. Hanya saja aku belum buat bermanja-meja sama dia."
"Mas, ini?" Alya berdiri dengan wajah sendu dan rasa dilema. Dia tidak tahu harus membuat ekspresi bagaimana pada suaminya.Wanita itu masih melihat isi kotak bludru yang ternyata kosong. Apa artinya Bara sebenarnya tidak punya perasaan apa-apa pada Alya? Kotak kosong itu sebuah simbolis pernyataan perasaan kosongnya? Alya merangkai praduga soal perasaan suaminya.Bara melipat bibir saat melihat ekspresi istrinya. Dia sedang menahan senyum. "Bagaimana, Sayang apa kamu suka dengan pemberianku?"Alya menyodorkan kotak kosong yang dibukanya. "Sebuah perasaan kosong maksudmu, Mas?"Bara melihat kotak itu. "Apa kotaknya kosong?" Dia berlagak kaget dan menatap jeli.Alya jadi bingung sendiri. Apa isinya hilang atau tertinggal di suatu tempat? pikirnya. "Maksudnya harusnya kotak ini ada isinya begitu? Tapi mana?" Bara lantas menarik tangan istrinya dan memegangnya lembut. Tangan itu lalu diletakkan di dadanya. "Isinya ada di dalam sini. Aku hanya bingung bagaimana cara meletakkannya dalam
"Mas, itu Tiara dan Mas Ardi. Apa yang sedang mereka lakukan? Kenapa mereka bertengkar di tempat umum, apa nggak malu?"Bara berpikir sebentar. Andai dia sedang tidak dalam misi memperjuangkan istri. Pasti akan membuat mereka terbungkam dengan memperlihatkan kemesraan dengan Alya. Bara sungguh sangat ingin pamer kemesraan di depan mereka terutama Ardi. 'Lain kali aku pasti akan membuat pertunjukan kemesraan di depan publik. Harus! Aku harus pamer siap istriku yang cantik bagai Mimi peri ini,' batin Bara."Ehem! Kamu mau ketemu si mantan tak tahu diri itu atas dasar apa? Kangen, cemas atau khawatir dia kenapa-napa karena lagi berantem sama mantan istri satunya?" Bara membuat wajah marah.Alya baru sadar. Ya, dia akan menemui pria yang pernah mengisi hati dan cerita utama hidupnya di masa lalu, jelas suaminya kini ngambek."Aku nggak lupa kalau yang di depan itu Mas Ardi, tapi aku kok lupa ya kalau pernah punya sesuatu yang spesial. Apa mungkin semua udah hilang saat aku ikhlas melepas
"Besok tiga wanita akan datang kemari secara bergantian untuk menemuimu. Kamu tinggal ngobrol dan menemukan kecocokan dari salah satunya. Setelah itu kamu harus menikah dengan wanita yang lebih pantas menjadi pendamping seorang pimpinan perusahaan besar!" Yudha tersenyum sinis pada Alya.Alya menunduk. Dia meremas dua sisi gamisnya. Meski sudah ada pengakuan cinta dari suaminya, tapi hatinya tetap saja gelisah dan takut."Bawa wanita-wanita itu kemari. Aku berharap ada salah satu yang mau menerimaku. Mama sangat benar, aku memang harus punya istri yang pantas mendampingi pria hebat sepertiku. Tapi ... jika setelah ini nggak ada yang mau sama aku, jangan paksa aku lagi. Aku ingin fokus dengan pekerjaan saja."Bara menampilkan wajah sedih. Dia sedikit menunduk, padahal ekor matanya melirik bagaimana respon istrinya. Sebentar Bara mengatup matanya. Dia merasa bersalah telah mengatakan hal itu, tapi mau bagaimana lagi? Pria itu sangat mencintai Alya dan harus membuat kedua orang tuanya ti
"Alya? Gawat." Mata Bara membeliak saat mendengar suara pintu. Dia cepat berpikir membuat gaya aman. Pria itu celingukan sambil mengusap lehernya gusar.'Jika loncat dan berlari, apa akan aman? Lebih baik pelan-pelan dan lihat situasinya. Kalau pas loncat dia lihat, tamat riwayatku.'Posisinya masih ada di pintu balkon. Jarak antara balkon dengan ranjang lebih dari 5 langkah kakinya. Sedang istrinya ....Alya melangkah cepat buru-buru karena khawatir meninggalkan suaminya sendirian terlalu lama. Jadi dia bisa secepatnya berada di area kamar lagi."Mas Bara," lirih Alya masih bingung dan tertegun melihat suaminya.Langkahnya langsung terhenti saat melihat suaminya dalam posisi setengah berdiri. Dia berkedip-kedip memastikan pandangannya, tapi dalam hitungan detik sekarang suaminya sudah dalam posisi selonjor. Suaminya itu ada di sekitar dua langkah dari ranjang."Mas Bara, kamu kok?" Alya gegas menghampiri suaminya dengan cemas.Bara lantas memasang wajah sendu sambil memegang kakinya
"Alya?" Bara membelalak saat sedikit mendongak dan menangkap keberadaan istrinya.Padahal posisi wanita genit itu semakin dekat, bahkan wajah wanita itu mendekat pada wajah Bara dengan sedikit membungkuk dengan dada dimajukan ada Bara.Wanita itu adalah anak pengusaha kelas atas yang sangat berpengaruh dan merupakan salah satu kolega Bara."Bisakah kamu menjauh, kita bicara di sofa saja." Bara mendorong kuat wanita itu sambil mendongak, tapi tidak mendapati Alya di posisi tadi.'Di mana dia? Apa dia marah dan pergi? Gawat!' batin Bara panik.Wanita genit itu malah tidak mau menjauh. Dia malah mengambil posisi lain-di samping, memeluk dan memainkan dada Bara."Kamu! Kubilang kita bicara di sofa saja dan jangan seperti ini. Lepas!" Bara berusaha melepas tangan wanita itu.Ivan di sana hanya panik dan bingung. Dia menatap ke atas ada Alya yang masih menguntit dan berpindah-pindah tempat. Di bawah, dia tidak berani bertindak ceroboh pada wanita itu. "Tuan, maafkan saya. Semoga Anda bisa