Beranda / Romansa / Dibalas Dengan Dusta / 6. Keanehan Suaminya

Share

6. Keanehan Suaminya

Penulis: nanderstory
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-30 12:50:00

“Mas?” Kinan menyambut kedatangan suaminya dua hari kemudian. Pria itu tampaknya mengambil satu hari cuti dadakan karena kejadian ini.

Kinan mengulurkan tangan dan mengecup lembut punggung tangan Raga yang tampak lebih diam dari biasanya. Tidak ada senyuman yang keluar dari bibir Raga. Wajah pria itu tampak berbeda dari biasanya.

Mungkin itu karena Mas Raga terlalu lelah karena insiden kemarin.’ Kinan menepis pikiran negatif yang sudah mulai menari-nari dalam benaknya.

Raga melangkahkan kakinya gontai menuju dalam rumah sederhana yang ia beli melalui proses KPR sebelum ia menikahi Kinan tiga tahun yang lalu. 

Kinan pikir, pria itu akan duduk di sofa tapi langkah kakinya masih berjalan mantap menuju dapur hingga membuka lemari pendingin dan mengambil satu botol air mineral dingin lalu meneguknya seperti orang yang kehausan atau seperti orang yang sedang ingin mendinginkan kepalanya yang panas? 

“Apa terjadi sesuatu, Mas?” Kinan tak kuasa menahan rasa penasarannya. 

Raga sontak terbatuk-batuk hingga membuat beberapa air menyembur dari mulutnya dan membasahi meja makan. 

Melihat itu, Kinan menepuk-nepuk punggung suaminya dan menunggu hingga batuknya perlahan berhenti. Sementara Raga masih dengan terbatuk-batuk mencoba untuk menggapai tissue dan berusaha untuk membersihkan sisa-sisa akibat ulahnya. 

“Sudah biarkan saja. Nanti aku beresin, Mas.” Kinan menahan tangan Raga yang yang masih kewalahan akibat terbatuk. 

Tapi Raga malah bergeming di tempatnya berdiri.

“Mas, jangan buat aku ketakutan. Apa ada sesuatu yang terjadi?” Kinan bertanya sekali lagi. Kali ini dengan nada memelas. 

“Kinan…,” panggil Raga seraya menatap matanya dalam. Sejurus kemudian, ia menarik tubuh mungil istrinya ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat dan menenggelamkan wajahnya ke dalam bahu kecil Kinan. 

“Demi apapun, Mas. Aku bisa mati penasaran,” ujar Kinan dengan suara parau. 

Barulah Raga melepaskan pelukannya lalu melangkah mundur. Membiarkan jarak yang cukup untuk saling bertatapan. Bisa ia lihat bagaimana sorot mata Kinan seperti menuntut penjelasan dan setengah frustasi. 

“Apa ada sesuatu yang terjadi? Bagaimana keadaan Nenek?” cecar Kinan lagi. 

“Nenek baik-baik saja, Kinan. Sudah kembali ke rumah.” 

Kinan mengerutkan kening. Matanya menyipit penuh selidik. “Lalu apa maksud dari sikap kamu barusan?” 

Raga menggelengkan kepalanya lemah. “Aku nggak kenapa-kenapa kok, cuma kelelahan saja.” 

“Apa Mas yakin? Tapi kenapa aku merasa nggak demikian ya.”

“Cuma kaget aja waktu Nenek terjatuh. Aku sempat merasa kehilangan Nenek sebentar.” Raga memberikan anggukan mantap. Tangannya membelai lembut punggung Kinan.

Perlahan kekhawatiran dan juga tanda tanya besar yang sempat bercokol di dalam hati Kinan memudar. Ia menatap sendu suaminya yang kini tertunduk dengan bahu terkulai lemas. 

“Semua akan baik-baik saja.” Kinan mendekati suaminya dan memeluknya. Kata orang, berpelukan dengan pasangan akan membantu meringankan beban pikiran dan perasaan. Maka hanya ini yang bisa ia lakukan untuk suaminya. 

“Kinan, maafin aku ya.” Raga berbisik di dalam pelukannya.

Meski terdengar aneh, tapi Kinan tidak memberikan respon. 

*** 

Bukan cuma sekali saja ia melihat Raga termenung tanpa melakukan apapun sejak hari itu, pria itu bersikap seolah sedang menghadapi beban yang sangat berat. Ketika Kinan mencoba untuk bertanya, pria itu langsung berkelit dan mengalihkan pembicaraan. 

Keanehan lainnya muncul, ketika Nenek Lasmi menghubunginya membuat Raga langsung menghindar dan menutup pintu hanya untuk menerima panggilan dari Sang Nenek. 

“Kenapa harus sembunyi-sembunyi gitu nerima telepon dari Nenek, Mas?” tanya Kinan pada suatu hari. 

“Nggak kok, aku cuma refleks aja.”

Jawaban yang aneh, menurut Kinan. Tapi semakin ia mencecar dengan pertanyaan lain, suaminya akan semakin bersikap defensif. 

Keanehan lainnya lagi terjadi pada minggu ketiga Raga tidak kunjung pulang ke rumah Nenek. Padahal, kita sama-sama tahu bahwa Nenek habis terjatuh yang mengakibatkan kakinya cedera. Tapi kenapa Raga malah tidak mengunjungi neneknya? 

“Kamu nggak mau ngunjungin Nenek, Mas?” tanya Kinan lagi pada suatu Sabtu pagi. 

Raga yang sedari tadi hanya diam di depan televisi menonton siaran berita pagi hari itu bergeming sesaat sebelum menjawab. “Sepertinya sih nggak.” 

“Nenek sudah baik-baik saja?” 

“Mungkin.” Raga menjawab acuh tak acuh. Matanya tidak berpaling dari layar televisi. 

Melihat sikap aneh suaminya itu semakin membuat kening Kinan berkerut. Keanehan ini sudah menjadi batas paling maksimum yang bisa ia tolerir. Kinan pun langsung menghentikan aktivitasnya yang saat itu sedang menyiapkan bahan masakan untuk makan siang hari ini dan melihat jam dinding. 

“Masih belum terlalu siang untuk berangkat.” 

“Berangkat? Berangkat kemana maksudnya?” 

“Ke rumah Nenek.” Kinan melepas celemek dan menggantungkannya

“Ngapain ke rumah Nenek?” Raga mengerjapkan matanya, setengah terkejut dengan keputusan Kinan yang terlalu mendadak. 

“Aku kan belum nemuin Nenek secara langsung pasca kejadian itu. Aku nggak mau dianggap istri yang nggak sayang sama Nenek dari suaminya.” 

Kinan sudah siap melangkahkan kaki menuju kamar tapi dihalangi oleh Raga. 

“Jangan.” 

“Kenapa?” Kinan menoleh. Menatap Raga dengan sorot mata penuh tanda tanya besar. 

“Jangan hari ini,” ujarnya agak sedikit tergagap. 

“Iya tapi kenapa, Mas? Sejujurnya kamu itu terus-terusan bersikap aneh sejak kejadian Nenek jatuh. Aku udah bingung gimana menghadapinya.” Bahu Kinan terkulai lemas, seolah mengisyaratkan bahwa ia lelah menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. 

“Nenek sudah mengabari kalau dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu kita khawatirkan. Aku juga sudah bilang kalau kita mungkin nggak bisa sering-sering berkunjung. Maklum, ongkos bensin dan tol saja sudah cukup menguras dompet.” 

“Pakai tabunganku juga bisa sebenarnya, Mas.” Kinan memberikan solusi. 

“Itu uang kamu. Hak kamu. Jangan gunakan untuk keperluan kita.” Raga menggelengkan kepalanya keras. 

“Aku nggak keberatan kok.” 

“Aku yang keberatan.” 

“Tapi, Mas–,” 

“Sudah. Sudah. Kamu bukannya mau bikinin aku makanan kesukaanku hari ini? Mau aku bantuin?” Raga berusaha untuk mengalihkan pembicaraannya. Ia pun segera berbalik badan Melangkahkan kaki menuju dapur minimalis mereka. 

Melihat Raga seperti itu, membuat Kinan semakin bertanya-tanya apa yang sedang terjadi sebenarnya? 

Seperti ada yang hilang. Kepingan puzzle yang hilang. Tidak tepat. Tapi ia tidak tahu harus melakukan apa hingga membuatnya frustasi. 

Namun, lagi lagi, pada akhir pekan selanjutnya, Raga membatalkan janjinya kali ini dengan alasan harus menghadiri suatu seminar dari perusahaannya yang berada di luar kota. Yang membuatnya tak habis pikir, Raga harus membawa sendiri mobil pribadi bukannya akomodasi yang disediakan dari perusahaan. 

“Karena waktu itu aku nggak sempat ikut seminar yang barengan dari kantor, jadi aku harus sendirian ke kantor pusat,” tutur Raga memberikan penjelasan. 

Namun, Kinan tidak semerta-merta langsung mempercayainya. Tapi Kinan hanya berdiam tak memberikan respon apapun. 

Semoga kekhawatiranku ini tidak berdasar,’ ucap Kinan berkali-kali pada dirinya sendiri. Seperti mantra yang ia ulang terus dengan harapan bisa menenangkan dirinya. 

*** 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dibalas Dengan Dusta    7. Harga Diri

    Kecurigaan yang Kinan rasakan selama hampir sebulan terakhir perlahan mulai luntur setelah Raga akhirnya mulai sedikit terbuka dengan mengajaknya pulang menemui Nenek Lasmi setelah urusan seminarnya selesai. “Assalamualaikum.” Kinan mengucapkan salam seraya melangkahkan kaki di jalan setapak menuju pintu masuk. “Waalaikumsalam.” Seorang wanita berambut panjang yang digelung cepol muncul dari dalam rumah Nenek Lasmi. Seketika saja langkah Kinan terhenti. Matanya menatap penampilan Tari yang mengenakan baju terusan khas rumahan berwarna hijau muda bermotif bunga dan dedaunan. Keningnya mengerut dan benaknya sudah dipenuhi satu pertanyaan besar. Kenapa Tari sudah berkunjung sepagi ini dengan pakaian yang lebih pantas disebut baju tidur itu? “Halo Kinan,” sapaan Tari dengan suara yang terlalu kentara dibuat-buat itu menyadarkannya dari lamunan.Kinan menyunggingkan senyum terpaksa. “Tari? Sudah berkunjung sepagi ini?” Bukannya menjawab, wanita itu hanya menyunggingkan senyum penuh m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-02
  • Dibalas Dengan Dusta    8. Kepingan Puzzle

    Setelah kejadian itu, perasaannya mulai makin tidak karuan. Berulang kali ia mengatakan bahwa sikap Raga yang kontradiktif dengan pernyataannya sebelumnya membuat mereka kerap kali dilanda pertikaian kecil. “Aku hanya spontan, Kinan. Kalaupun itu bukan Tari, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama,” tuturnya pada saat itu. Tapi Kinan tentu saja tidak mudah langsung percaya. Firasatnya mengatakan hal yang lain. Namun, Kinan tidak bisa semakin mencecar suaminya hanya berdasarkan firasatnya saja. Terlebih mereka sudah beberapa kali berada dalam situasi panas. “Percaya sama aku, Kinan. Aku khawatir bukan berarti aku masih ada rasa sama dia. Aku hanya spontan dan kejadiannya itu begitu cepat. Kamu harus percaya aku yah,” tutup Raga malam hari itu. Katanya, apa yang kita takutnya, kemungkinan besar akan menjadi kenyataan bukan? Meski berat, tapi Kinan mencoba untuk menekan rasa tidak nyaman yang masih bercokol di hatinya. Setengah berharap bahwa ini semua hanya terjadi dalam kepalan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • Dibalas Dengan Dusta    9. Bukan Sebuah Kebetulan

    “Sus, saya nggak apa-apa kan? Saya udah boleh pulang yah?” Kinan terus menanyakan hal yang sama sejak kedatangannya ke instalasi gawat darurat di sebuah rumah sakit swasta terdekat dari tempat kejadian tadi.“Sebentar ya, Bu. Dokter masih harus lihat hasil rontgen dulu,” jawab Suster ramah sebelum kemudian pergi berlalu.Kinan hanya bisa mendesah pelan di ranjang IGD yang diberi sekat kanan dan kirinya. Sekali lagi, ia terus mengecek ponselnya beberapa menit sekali hanya untuk memastikan bahwa Raga telah membaca pesannya. Namun, hasilnya nihil.Kinanti: Mas, kamu dimana? Apa sudah dalam perjalanan pulang? Seharusnya hari ini pulang kan?Serentetan pesan dan panggilan tak terjawab sudah ia lakukan tapi tak kunjung mendapatkan hasil. Suam

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • Dibalas Dengan Dusta    10. Ingkar Janji

    Ruang tamu rumah terasa hening sejak kedatangan mereka beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya menunggu Raga yang masih terpaku dalam duduknya. Bahunya tampak sudah terkulai lemas. Sementara Nenek Lasmi dan Tari masih memilih diam seribu bahasa. Kinan masih terus meremas kedua tangannya. Hal yang sejak tadi ia lakukan hanya untuk membantu menenangkan dirinya. Seribu pertanyaan rasanya sudah berkumpul dalam benaknya namun lidahnya mendadak kelu. “Kinan, ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu.” Raga membuka suara pada menit berikutnya. Semua pasang mata kini tertuju pada sosok Raga yang sudah mengangkat kepalanya. Mulutnya kembali tertutup rapat. Memberi jeda. Detik berlalu lebih lambat dari biasanya. “Aku sudah menikahi Tari.” Degup jantungnya semula berdetak kencang, kini seolah berhenti seketika. Kinan mengerjapkan mata beberapa kali. Detik berikutnya telinganya berdengung kencang hingga membuatnya sakit. “Apa maksudnya?” Suaranya tercekat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Dibalas Dengan Dusta    11. Keretakan

    Kinan bergeming. Tak mampu untuk menggapai ponsel yang masih berdering di depannya. “Apa yang akan aku katakan pada Ibu?” gumamnya lirih. Ia tahu betul, ibunya mempunyai intuisi yang sangat kuat apalagi jika itu dikaitkan dengan anak semata wayangnya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahannya dengan Raga sudah hancur? Bagaimana jika ayahnya mendengar kabar ini akan langsung drop? Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati ayahnya ketika tahu Kinan tidak diperlakukan baik seperti janji Raga kepada ayahnya. Bahwa ia akan menjaga putri semata wayangnya. Bahwa ia akan menjadi suami yang baik untuk putrinya. Nyeri di hatinya kembali muncul. Begitu menusuk. Air mata tak berhenti mengalir. Kinan terkulai lemas di pinggir ranjang sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Megap-megap mencari udara. Wajah Kinan semakin pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan itu semua. “Ya Tuhan, kenapa aku harus ditempatkan pada posisi seperti ini? Apa salahku ya Tuhan?” jerit suara hat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19
  • Dibalas Dengan Dusta    12. Bersandiwara

    Ketika Kinan akhirnya keluar dari kamar setelah menerima panggilan telepon dari ibunya, barulah ia sadari bahwa keadaan rumah sudah dalam keadaan sepi.Ia termenung di tempatnya berdiri. Menatap ruang tamu yang menjadi saksi dimana pertengkaran terjadi, dimana sebuah fakta yang paling tidak ingin ia dengar keluar dari mulut suaminya.Bahunya kembali terkulai, namun dengan cepat Kinan menggeleng keras berupaya untuk menepisnya.“Bukan itu yang menjadi fokusku sekarang, aku harus menunggu Mas Raga pulang,” gumamnya pelan diiringi sebuah rasa miris yang memenuhi perasaannya.Beberapa saat yang lalu ia menginginkan pria itu enyah dari hidupnya, namun kini ia harus mencari kembali pria itu.Kinan tertawa sumbang. Mentertawakan hidupnya.Sejurus kemudian, pintu depan terbuka diikuti dengan kemunculan Raga yang tampaknya terkejut melihat Kinan berdiri mematung di ruang tengah rumahnya.“Kinan?” tanyanya sedikit terkejut ketika melihat istrinya berdiri mematung di tengah rumah. Ia melangkah m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-20
  • Dibalas Dengan Dusta    13. Satu Atap Dua Hati

    Kinanti menyadari bahwa bahunya sudah semakin terkulai semenjak kepulangannya dari rumah sakit. Meski Dokter mengatakan kondisi ayahnya masih bisa ditangani dengan baik tapi tetap tidak membuat wanita itu merasa tenang.Masalah menimpanya dengan bertubi-tubi kali ini. Belum juga ia selesai dari keterkejutannya karena suaminya menikah dengan mantan pacarnya, kini kesehatan ayahnya pun menurun dan harus menjalani prosedur pemasangan ring di jantungnya.Meski prosedur yang hanya memakan waktu 30 menit itu berhasil dilakukan dengan baik tanpa kendala, tapi tetap saja tidak menutupi fakta bahwa pernah ada penyumbatan pembuluh darah di jantungnya.Itu berarti Ayahnya tidak boleh lagi mengalami kejadian berat yang menganggunya.“Bagaimana jadinya k

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Dibalas Dengan Dusta    14. Keputusan Sepihak

    “Maksudnya gimana? Nenek ingin tinggal disini?” tanya Kinan sekali lagi dengan kening yang masih mengerut. “Bukan cuma Nenek aja, tapi Tari juga.” Wanita itu menoleh dan menatap Tari yang berdiri tak jauh darinya. Kinan mengikuti padangan Nenek. Wanita itu masih sama diamnya sejak kemarin. Apa dia mendadak jadi bisu? pikir Kinan jengah. “Bukannya Mas Raga sudah menyewakan sebuah rumah untuk Tari tinggali?” tanya Kinan kemudian. “Benar. Lalu setelah dipikir-pikir, Raga akan mengeluarkan uang dua kali lipat. Untuk KPR rumah ini dan untuk biaya sewa bulanan untuk rumah kontrakan. Sementara dia hanya bekerja sendirian, tak ada yang membantu. Sementara itu, rumah ini ada dua kamar tidur dan luasnya juga pas untuk ditinggali empat orang. Bukankah lebih baik menekan biaya pengeluaran? Kasihan Raga capek bekerja dan tidak ada yang membantu.” Nenek memberikan penjelasan seraya melayangkan tatapan yang merendahkan. “Bukankah sejak awal sudah diputuskan seperti itu? Kenapa sekarang menyes

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-22

Bab terbaru

  • Dibalas Dengan Dusta    16. Prasangka

    “Hai Mbak, hari ini datang lebih siang?” Seorang barista muda menyapa kedatangan Kinan. “Iya nih, ada yang harus aku kerjakan dulu tadi.” Kinan membalas senyuman ramah barista itu. “Oh lagi sibuk banget sepertinya ya. Pesan seperti biasa?”Kinan mengangguk. “Tambah satu sloki espresso ya dan Butter Croissant satu.” “Siap, butuh kopi yang lebih strong banget kayaknya Mbak.” “Iya nih, deadline udah tinggal dikit lagi. Mesti dikebut.” “Sip, pesanannya sudah masuk. Mbak duduk aja dulu, nanti pesanannya aku yang anterin. Spot biasa juga masih kosong tuh, tumben. Biasanya rebutan. Jodohnya Mbak Kinan.” “Ah, bisa aja kamu. Makasih banyak, Jes.” Senyuman Kinan semakin mengembang. Barista yang bernama Jessica itu membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Kinan berbalik badan dan menuju salah satu spot favoritnya yang terletak di sudut ruangan, sedikit tertutup karena adanya pilar yang menyembul di antara bangunan namun memiliki jendela besar yang bisa memantau pergerakan orang di luaran

  • Dibalas Dengan Dusta    15. Siasat

    Tari tak kuasa mengepalkan tangan dan meremas ujung dasternya. Gejolak amarah sudah mulai memenuhi hatinya. Terlebih ketika pria itu mulai bangkit dan berjalan memasuki kamarnya yang ditempati bersama Kinan. Matanya berkilat tajam ke arah pintu yang tertutup rapat itu. “Jangan dipikirin apa kata Raga. Sekarang dia boleh ngomong begitu, tapi kita nggak pernah tahu apa yang terjadi kedepannya.” Nenek Lasmi berkata. Tari menoleh. Melepaskan genggamannya pada ujung daster. Melemaskan ototnya dan kembali mengatur emosinya. “Iya, Nek. Aku paham kok. Ah, Kinan begitu beruntung mendapatkan suami seperti Raga.” Tari mengulas senyumnya terpaksa. ‘Mestinya aku yang mendapatkan Raga kala ini,’ lanjutnya dalam hati. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup. Kamar kedua yang terletak di paling belakang rumah ini bisa dibilang tidak cukup layak untuk disebut kamar. Kini ia harus menempati kamar itu bersama dengan Nenek Lasmi yang semakin membuatnya sesak. ‘Seharusnya aku yang menempati ka

  • Dibalas Dengan Dusta    14. Keputusan Sepihak

    “Maksudnya gimana? Nenek ingin tinggal disini?” tanya Kinan sekali lagi dengan kening yang masih mengerut. “Bukan cuma Nenek aja, tapi Tari juga.” Wanita itu menoleh dan menatap Tari yang berdiri tak jauh darinya. Kinan mengikuti padangan Nenek. Wanita itu masih sama diamnya sejak kemarin. Apa dia mendadak jadi bisu? pikir Kinan jengah. “Bukannya Mas Raga sudah menyewakan sebuah rumah untuk Tari tinggali?” tanya Kinan kemudian. “Benar. Lalu setelah dipikir-pikir, Raga akan mengeluarkan uang dua kali lipat. Untuk KPR rumah ini dan untuk biaya sewa bulanan untuk rumah kontrakan. Sementara dia hanya bekerja sendirian, tak ada yang membantu. Sementara itu, rumah ini ada dua kamar tidur dan luasnya juga pas untuk ditinggali empat orang. Bukankah lebih baik menekan biaya pengeluaran? Kasihan Raga capek bekerja dan tidak ada yang membantu.” Nenek memberikan penjelasan seraya melayangkan tatapan yang merendahkan. “Bukankah sejak awal sudah diputuskan seperti itu? Kenapa sekarang menyes

  • Dibalas Dengan Dusta    13. Satu Atap Dua Hati

    Kinanti menyadari bahwa bahunya sudah semakin terkulai semenjak kepulangannya dari rumah sakit. Meski Dokter mengatakan kondisi ayahnya masih bisa ditangani dengan baik tapi tetap tidak membuat wanita itu merasa tenang.Masalah menimpanya dengan bertubi-tubi kali ini. Belum juga ia selesai dari keterkejutannya karena suaminya menikah dengan mantan pacarnya, kini kesehatan ayahnya pun menurun dan harus menjalani prosedur pemasangan ring di jantungnya.Meski prosedur yang hanya memakan waktu 30 menit itu berhasil dilakukan dengan baik tanpa kendala, tapi tetap saja tidak menutupi fakta bahwa pernah ada penyumbatan pembuluh darah di jantungnya.Itu berarti Ayahnya tidak boleh lagi mengalami kejadian berat yang menganggunya.“Bagaimana jadinya k

  • Dibalas Dengan Dusta    12. Bersandiwara

    Ketika Kinan akhirnya keluar dari kamar setelah menerima panggilan telepon dari ibunya, barulah ia sadari bahwa keadaan rumah sudah dalam keadaan sepi.Ia termenung di tempatnya berdiri. Menatap ruang tamu yang menjadi saksi dimana pertengkaran terjadi, dimana sebuah fakta yang paling tidak ingin ia dengar keluar dari mulut suaminya.Bahunya kembali terkulai, namun dengan cepat Kinan menggeleng keras berupaya untuk menepisnya.“Bukan itu yang menjadi fokusku sekarang, aku harus menunggu Mas Raga pulang,” gumamnya pelan diiringi sebuah rasa miris yang memenuhi perasaannya.Beberapa saat yang lalu ia menginginkan pria itu enyah dari hidupnya, namun kini ia harus mencari kembali pria itu.Kinan tertawa sumbang. Mentertawakan hidupnya.Sejurus kemudian, pintu depan terbuka diikuti dengan kemunculan Raga yang tampaknya terkejut melihat Kinan berdiri mematung di ruang tengah rumahnya.“Kinan?” tanyanya sedikit terkejut ketika melihat istrinya berdiri mematung di tengah rumah. Ia melangkah m

  • Dibalas Dengan Dusta    11. Keretakan

    Kinan bergeming. Tak mampu untuk menggapai ponsel yang masih berdering di depannya. “Apa yang akan aku katakan pada Ibu?” gumamnya lirih. Ia tahu betul, ibunya mempunyai intuisi yang sangat kuat apalagi jika itu dikaitkan dengan anak semata wayangnya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahannya dengan Raga sudah hancur? Bagaimana jika ayahnya mendengar kabar ini akan langsung drop? Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati ayahnya ketika tahu Kinan tidak diperlakukan baik seperti janji Raga kepada ayahnya. Bahwa ia akan menjaga putri semata wayangnya. Bahwa ia akan menjadi suami yang baik untuk putrinya. Nyeri di hatinya kembali muncul. Begitu menusuk. Air mata tak berhenti mengalir. Kinan terkulai lemas di pinggir ranjang sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Megap-megap mencari udara. Wajah Kinan semakin pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan itu semua. “Ya Tuhan, kenapa aku harus ditempatkan pada posisi seperti ini? Apa salahku ya Tuhan?” jerit suara hat

  • Dibalas Dengan Dusta    10. Ingkar Janji

    Ruang tamu rumah terasa hening sejak kedatangan mereka beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya menunggu Raga yang masih terpaku dalam duduknya. Bahunya tampak sudah terkulai lemas. Sementara Nenek Lasmi dan Tari masih memilih diam seribu bahasa. Kinan masih terus meremas kedua tangannya. Hal yang sejak tadi ia lakukan hanya untuk membantu menenangkan dirinya. Seribu pertanyaan rasanya sudah berkumpul dalam benaknya namun lidahnya mendadak kelu. “Kinan, ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu.” Raga membuka suara pada menit berikutnya. Semua pasang mata kini tertuju pada sosok Raga yang sudah mengangkat kepalanya. Mulutnya kembali tertutup rapat. Memberi jeda. Detik berlalu lebih lambat dari biasanya. “Aku sudah menikahi Tari.” Degup jantungnya semula berdetak kencang, kini seolah berhenti seketika. Kinan mengerjapkan mata beberapa kali. Detik berikutnya telinganya berdengung kencang hingga membuatnya sakit. “Apa maksudnya?” Suaranya tercekat

  • Dibalas Dengan Dusta    9. Bukan Sebuah Kebetulan

    “Sus, saya nggak apa-apa kan? Saya udah boleh pulang yah?” Kinan terus menanyakan hal yang sama sejak kedatangannya ke instalasi gawat darurat di sebuah rumah sakit swasta terdekat dari tempat kejadian tadi.“Sebentar ya, Bu. Dokter masih harus lihat hasil rontgen dulu,” jawab Suster ramah sebelum kemudian pergi berlalu.Kinan hanya bisa mendesah pelan di ranjang IGD yang diberi sekat kanan dan kirinya. Sekali lagi, ia terus mengecek ponselnya beberapa menit sekali hanya untuk memastikan bahwa Raga telah membaca pesannya. Namun, hasilnya nihil.Kinanti: Mas, kamu dimana? Apa sudah dalam perjalanan pulang? Seharusnya hari ini pulang kan?Serentetan pesan dan panggilan tak terjawab sudah ia lakukan tapi tak kunjung mendapatkan hasil. Suam

  • Dibalas Dengan Dusta    8. Kepingan Puzzle

    Setelah kejadian itu, perasaannya mulai makin tidak karuan. Berulang kali ia mengatakan bahwa sikap Raga yang kontradiktif dengan pernyataannya sebelumnya membuat mereka kerap kali dilanda pertikaian kecil. “Aku hanya spontan, Kinan. Kalaupun itu bukan Tari, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama,” tuturnya pada saat itu. Tapi Kinan tentu saja tidak mudah langsung percaya. Firasatnya mengatakan hal yang lain. Namun, Kinan tidak bisa semakin mencecar suaminya hanya berdasarkan firasatnya saja. Terlebih mereka sudah beberapa kali berada dalam situasi panas. “Percaya sama aku, Kinan. Aku khawatir bukan berarti aku masih ada rasa sama dia. Aku hanya spontan dan kejadiannya itu begitu cepat. Kamu harus percaya aku yah,” tutup Raga malam hari itu. Katanya, apa yang kita takutnya, kemungkinan besar akan menjadi kenyataan bukan? Meski berat, tapi Kinan mencoba untuk menekan rasa tidak nyaman yang masih bercokol di hatinya. Setengah berharap bahwa ini semua hanya terjadi dalam kepalan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status