Jangan ceritakan,cukup diam dan rasakan
(NAYRA)
****
Nayra berbaring di atas tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang tak memiliki keistimewaan sedikit pun, tapi entah kenapa Nayra begitu nyaman memandanginya. Dia merasakan tubuhnya teramat sangat lelah, padahal disekolah pun ia tak melakukan aktifitas yang aneh, hanya diam di kelas, kekantin dan perpustakaan,tak ada lagi kegiatan lain. Bahkan pulang sekolah pun ia langsung kerumah, untuk pertama kalinya ia seharian didalam rumah,yang ia rasakan hanya kebosanan. Biasanya, dia akan pulang terlambat, atau pulang untuk mengganti pakaian dan kembali keluar bersama teman-temannya. Lebih memilih menghabiskan waktunya diluar rumah, bermain atau kesuatu tempat hingga larut malan.
Tok..tok..tok..
Suara ketukan di pintu membuat pandangan Nayra teralihkan, ia bangun dari baringnya dan berjalan gontai untuk membukakan pintu.
"Apa?" tanya Nayra datar.
"Udah waktunya makan malam, kamu udah isyaan kan?" tanya Naura.
Nayra mendelikkan matanya "harus banget ya gue jawab?" jawab Nayra.
Naura diam dan menggelengkan kepalanya, memaklumi karena sudah terbiasa. Kadang Nayra enggan walau untuk membuka pintu, tapi hari ini adiknya itu mau membukanya.
"Umi,abi sama bang Rafka udah nungguin, ayok kita ke bawah?" ajak Naura.
"Heemm.." gumam Nayra malas.
Mereka menuruni tangga dan berjalan kearah dapur yang dimana keluarga nya sudah berkumpul , dan dengan kehadiran Nayra,keluarga sudah komplit.
"Assalamualaikum!" salam Naura saat memasuki ruangan dapur, sedangkan Nayra langsung menempati tempat duduknya.
"Waalaikumussalam" jawab abi,umi dan Rafka. Naura pun ikut duduk disamping Nayra.
Nayra dengan lancangnya langsung saja mengambil nasi dan lauk pauknya, tanpa disadari mata semua orang sedang mengarah padanya, apalagi tatapan Rafka yang tak suka. Nayra tidak terlalu memperdulikan, dia lebih sering makan sendirian, sesudah atau sebelum keluarganya, dia bahkan merasa tidak nyaman jika berkumpul seperti ini. Walau ingin, tetap saja dirinya harus berhati-hati jika tidak ingin perdebatan kembali menghancurkan suasana. Bisa dihitung jari berapa kali dia ikut makan bersama, dan malam ini untuk kesekian kalinya.
"Nay, kita berdo'a dulu ya" ucap umi Aminah dengan lembut kepada Nayra.
"Gak sopan banget sih jadi perempuan!" sindir Rafka pada Nayra.
Nayra menatap sinis ke arah Rafka dengan tangan terkepal di bawah meja. Ingin rasanya Nayra menggebrak meja dan mengucapkan kata umpatan untuk pemuda di seberang mejanya jika saja tidak ada abi dan uminya.
"Lo nyindir gue?"
Rafka menatap Nayra "emang iya, kamu ini perempuan enggak punya sopan santun. kalau mau makan itu berdo'a dulu,dan jangan mendahului abi,kamu ngerti?" jelas Rafka.
Nayra bersiap-siap membalas Rafka tapi suara abi berhasil menghentikannya.
"Sudah-sudah, kalian ini sudah besar, kenapa selalu saja ribut. ini itu di meja makan, enggak baik berantem di depan rezeki!" ucap abi Karim, membuat semuanya terdiam.
Nayra bangkit dari duduknya "mau kemana Nay?" tanya umi Aminah.
"Nay sudah kenyang mi, Nay mau ke kamar saja" jawab Nayra dan berlalu meninggalkan dapur. Langkah itu begitu cepat, hentakan pintu terdengar begitu keras kalau Nayra sudah berlalu memasuki kamar.
Umi Aminah menatap Rafka "bang, kalau bicara sama Nayra jangan keras kayak gitu, nanti Nayra malah semakin berubah" ujar umi pada Rafka.
"Tapi mi, Nayra harus tahu mana sikap yang benar dan yang salah,dia sudah keluar batas" ucap Rafka mengingatkan.
"Astagfirullah, berhenti bicara, sekarang kita lanjutkan makan malamnya" timpal abi.
Rafka terdiam, umi tertunduk mengingat Nayra yang belum sempat makan sedikit pun. Sedang Naura hanya diam karena tidak tahu harus berbuat apa, ini sering terjadi jika Nayra ikut bergabung, keributan dimeja makan dengan Rafka.
Dan makan malam pun berlalu tanpa kehadiran Nayra di dalamnya.
-
-
-
Nayra duduk di kursi meja belajar nya, tanganya dengan lihai memegang pulpen dan menuliskan kata perkata di atas buku dairy nya,menyalurkan semua keresahan, keluh kesah,dan sakit hatinya selama ini.
Mungkin iya dia memiliki sahabat,tapi tak selamanya setiap hal harus di ceritakan, ada kalanya masalah itu di simpan dan dirasakan oleh diri sendiri. Begitu lah Nayra,cukup dia dan tuhan yang tahu bagaimana perasaannya selama ini.
Hidupnya mungkin melalui jalan yang salah, tapi banyak hal yang tak pernah diketahui orang lain, bahkan keluarganya sekalipun.
Nayra menghentikan tulisannya, menutup bukunya dan menyimpannya kedalam tas sekolah. Beranjak dan kemudian berbaring di atas ranjang empuknya, menyelimuti tubuhnya sampai dada, tangannya ia gunakan sebagai bantalan kepalanya, matanya menatap ke arah langit-langit kamarnya.
"Kenapa aku selalu salah dimata mereka ya allah?, mereka melihat perubahanku, tapi mereka tak pernah menanyakan satu alasan pun tentang kenapa aku berubah seperti ini. Apa benar mereka memang sudah tak perduli lagi?" gumam Nayra dengan suara lirihnya.
Kreket
Telinga Nayra mendengar sesuatu, ia mengalihkan pandangannya ke asal suara.pintu kamarnya terbuka, dengan cepat Nayra merubah posisi tidurnya jadi menyamping, tubuhnya ia tutup dengan selimut sampai leher, ia tutup matanya seolah ia benar-benar tidur.
Nayra merasakan ada pergerakan pada tempat tidurnya, ia yakin ada seseorang. Dan setelah itu satu elusan lembut mendarat di kepalanya, kehangatan yang sudah sangat ia rindukan sejak lama.
"Nay, umi rindu Nayra yang dulu, kenapa puteri umi jadi berubah seperti ini?, bahkan umi seolah tak mengenalinya, Umi rindu sayang, kembalilah!"
Itu adalah umi Aminah, beliau sengaja mendatangi kamar Nayra. Beliau merasa khawatir pada puterinya itu, pasalnya Nayra belum makan malam, beliau tak ingin Nayra sakit .
Kini beliau hanya bisa melihat Nayra yang sudah terlelap,mengelus kepalanya di waktu Nayra sudah tidur.
Kenapa?
Karena umi merasa Nayra yang dikenalnya ada saat Nayra tidur,bukan orang lain saat Nayra bangun dengan wajah sinis nya, dengan sikap yang keras tak mau diatur.
"Tidur yang nyenyak ya sayang, assalamualaikum!" bisik umi di telinga Nayra kemudian berjalan keluar kamar dan menutup pintunya kembali .
Setelah umi Aminah berlalu, tiba-tiba tubuh Nayra bergetar, ia merubah posisinya menjadi duduk, menatap pintu yang kini sudah tertutup, kemudian menangkup wajahnya dan menangis tanpa suara .
"Hiks.. hiks.. Ini sulit untuk Nay mi,sebenarnya Nay sudah lelah dengan hal ini hiks..hiks.. Tapi Nay seperti ini karena kalian, karena ketidak adilan yang kalian beri untuk Nay. mungkin akan sulit bagi Nay untuk kembali, Nay yang sekarang bukanlah Nay yang dulu, Nay tidak mau disuruh untuk menjadi seperti Naura, Nayra tetaplah Nayra mi" ucap Nayra disela tangis nya. Rasa sakit dan sesak menjalar dirongga dadanya, perasaan yang kini sering menghadirinya.
Nayra menghembuskan nafasnya,menghapus air matanya, bangun dari tempat tidurnya, melangkah dan membuka pintu menuju balkon.
Nayra berdiri di balkon, menatap langit yang terlihat jelas dari arah kamarnya. Langit begitu cerah hari ini, bintang-bintang berkelip begitu jelas, tanpa sadar Nayra menyugingkan bibirnya tersenyum .
"Malam, aku sangat menyukaimu, kenapa?, karena kamu memberikan sisi ruang ketenangan dan kedamaian untukku, menghilangkan duka dan kesedihanku dengan hembusan angin malam mu yang menerpa tubuh dan wajahku"
"Yaa Allah. Terimakasih karena engkau menciptakan malam, karena hal itu menjadikan kehidupanku terasa damai" ujar Nayra sembari menatap langit. Bulir bening turun secara bebas melalui pipinya, dengan cepat ia hapus air mata itu, sudah cukup untuk malam ini, masih ada hari esok, berharap jauh lebih baik dari sekarang.
Merasa angin malam mulai masuk lebih dingin, Nayra memilih untuk kembali masuk kedalam kamarnya dan menyegerakan diri untuk tidur.
Karena di beberapa jam berikutnya,tak ada yang tahu, bahwa Nayra selalu melakukan satu hal yang tak pernah ia tinggalkan.
****
-
*** Nayra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, langkah nya begitu santai dengan wajah seperti biasa-datar. Para murid SMA PERMATA INDAH belum sepenuhnya datang ke sekolah, karena Nayra nya saja yang datang terlalu pagi. Gadis itu sudah memasuki kelas, baru ada beberapa orang yang terlihat berada dikelas "pagi Nay?" sapa Rio selaku ketua kelas nya. Nayra hanya bergumam sebagai balasannya, ia berjalan ke bangkunya, duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya, ia menyetelkan sesuatu, tampak jelas dari wajah Nayra sebuah ketenangan saat ia sudah memutarnya. Pandangannya mengarah ke luar jendela,menatap langit biru dengan awan yang bergerak maju secara perlahan, tak lupa hembusan angin yang membuat daun-daun berjatuhan dengan sempurna. " NAYRAAAA " sampai teriakan seseorang terdengar jelas di telinganya,membuatnya kehilangan ketenangan, padahal
Kak aku mau tanya boleh?" tanya seorang anak SMP kepada gadis lain yang lebih tua satu tahun di atasnya. Gadis mengangguk "tentu saja boleh, apa yang mau kamu tanyakan?" Si gadis SMPA tersenyum senang "kak, sejak kapan kakak berkerudung, lihat kakak berkerudung, kayaknya adeeem banget gituh!" ujarnya. Gadis lain mengangguki pertanyaannya, bukan hanya dia saja tapi juga yang lain, hari ini mereka sedang ada pertemuan seperti perkumpulan atau ekstra diluar sekolah, belajar agama sambil berbagi cerita. "Iya kak, emangnya enggak gerah gitu kalau pake hijab kemana-mana?" tanya yang lain. Gadis yang ditanya tersenyum "bukankah memakai jilbab adalah kewajiban bagi wanita muslimah? Yang seharusnya bertanya adalah kakak, kenapa kalian tidak berkerudung? Coba jawab?" ujarnya dengan santai seraya memperhatikan satu persatu wajah mereka. Semuanya terdiam, tak
***Semua teman-teman nya sudah berkumpul di sebuah cafe, Nayra baru saja sampai, membuka pintu cafe membuat lonceng disana bersuara. Semua mata para sahabatnya berbinar bahagia saat kedatangannya, tapi Nayra tetap bersikap biasa saja.Nia melambaikan tangannya kearah Nayra, gadis itu tersenyum simpul sambil berjalan ke arah mereka."Kok lama?" tanya Raya."Macet, udah kayak Jakarta aja.." gerutu Nayra yang kemudian mengambil tempat duduk disamping Vivia. Sahabatnya itu sedang fokus memainkan permainan yang ada di ponselnya dan tak menyadari kehadiran nya."Main apa Vi?" tanya Nayra sembari mengintip."Permainan" jawab Via singkat tanpa menoleh sedikit pun.Nayra mendelikkan matanya malas "gue tahu, maksud gue permainan apa?.. mobile legend kah? atau apa?" tanya Nayra." main si pou!" jawab Via asal.Semuanya menghembuskan nafas kesal, mereka fikir Via sedang memainkan permainan yang menantang hingga fokusnya tak d
***Pagi hari terlewati begitu cepat, kini waktu mulai menjelang siang, para murid di SMA PURNAMA INDAH sedang melaksanakan istirahat pertama.Banyak para murid disana memiliki tempat favorit masing-masing, seperti para perempuan yang lebih suka berebut untuk pergi ke wc, mereka melakukan ritual bercermin beberapa jam didalam sana.Ada juga yang menghabiskan waktu di dalam kantin, makan dan juga bergosip. Atau perpustakaan bagi anak-anak yang memang kutu buku, atau hanya ingin numpang tidur bagi para pemalas.Dan untuk para laki-laki, game, video, serta kelas menjadi tempat yang paling diminati. Bagi laki-laki yang memang aktif, mereka memilih lapangan sebagai tempat kesukaan mereka.Dan dari beberapa tipe di atas, Nayra dan kawan-kawan memilih kantin untuk menghabiskan jam istirahat mereka.Seperti biasa, Nayra hanya diam mendengarkan celotehan para sahabatnya, membicarkan laki-laki yang mereka kagumi, dan bagi Nayra itu tidaklah pent
Suara tangis milik seorang gadis bergema disalah satu bilik toilet perempuan, gadis itu terus saja membasuh pergelangan tangannya yang tersentuh oleh cowok yang baru ditemuinya barusan.Dialah Nayra.Sesekali dia menghapus air matanya, rasa kesal masih tersimpan dalam dadanya."Maafin Nay yaa Allah!" gumamnya dalam hati.Tangis nya semakin menjadi, tangan nya kini memerah karena Nayra terlalu keras menggosok tangannya. Mungkin jika bisa ia berfikir untuk melepaskan tangannya saja. Itu membuat hatinya sakit, tersentuh laki-laki yang bukan mahramnya .Ia sadar, meski rambutnya juga terlihat oleh yang bukan mahram, tapi bukan berarti ia bebas bersentuhan dengan banyak laki-laki. Itu adalah hal yang paling dihindari oleh Nayra.Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mengetahui tentang persoalan itu.---Nayra keluar dari dalam toilet, wajahnya terlihat jelas bahwa dia baru saja menangis, hidung yang sedikit memerah
Nayra terduduk di teras masjid tempat ia melaksanakan shalat beberapa waktu yang lalu. Gadis itu terdiam dengan memeluk lututnya, matanya menatap kosong kedepan, entah apa yang sedang Nayra fikirkan.Helaan nafas kasar terdengar jelas dari hidung nya, Nayra menengadahkan kepalanya menatap langit gelap tanpa bintang di atas sana." Yaa Allah." gumam nya tanpa suara, hanya kata itu yang sedari tadi ia lontarkan dari mulutnya. Nayra berkali-kali menghelas nafas, menutup rapat matanya dan mengedip-ngedipkan nya menahan air mata yang menggenang.Beberapa orang disekitar masjid hanya melihatinya tanpa bertanya, terkadang terdengar bisikan yang tidak mengenakkan ditelinganya namun tak membuat Nayra bangun dari duduknya.Nayra tahu, orang-orang pasti akan mengatakan hal buruk padanya, melihat keadaan nya yang masih mengenakkan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti. Rasa marah, kecewa dan sakit hatinya m
"Kenapa?" Adam bertanya dengan nada ketus, pemuda itu menyerahkan kembalian pada Nayra, gadis berseragam mengambil nya cepat."Kenapa apanya?" tanya Nayra yang tak mengerti, padahal Nayra tahu kalau Adam peka dengan ekspresi wajahnya.Adam duduk di samping nya, pak Amin bangkit dari duduknya meninggalkan kedua remaja itu karena ada pelanggan, mereka bergantian membuat pesanan.Adam memperhatikan penampilan Nayra dari atas sampai bawah " kenapa jam segini masih pake seragam?" tanya Adam dengan pandangan yang sudah ia alihkan pada objek yang lain."Kepo" jawaban Nayra tak seperti apa yang diinginkan Adam. Pemuda beraprond itu memang kesal diawal, tapi setelah melihat raut wajah sedih saat dekat dengan bapa nya, Adam mengerti bahwa gadis bernama Nayra disampingnya ini sedang ada masalah. Adam tak mengerti, kenapa dia harus ingin tahu seperti ini, Nayra bahkan hanya orang baru."Kak?" panggil Nayra membuyarkan lamunan Adam."Hem" Adam tak sediki
Seorang gadis tengah berjalan sendirian di malam hari dan masih dengan seragam SMA yang melekat pada tubuhnya.Banyak bisik-bisik dari orang-orang,mengatakan bahwa Nayra adalah gadis yang tidak baik,keluyuran di malam hari dan belum berganti pakaian.Nayra yang mendengarnya hanya bisa menunduk.Ia memang bukan anak baik-fikirnya sendiri.Dan entah harus kemana sekarang ia pergi,ia sedari tadi berjalan tanpa tujuan.Tanpa arah.Malam mulai semakin gelap,apa yang harus dilakukannya.Nayra mengangkat kepalanya, menatap ke setiap arah."Gue didaerah mana ini?..udah gelap lagi!" ujarnya lemas.Pasalnya saat ia pergi,ia tak membawa apapun. Kecuali uang 300 ribu yang ia simpan di saku baju seragamnya, itu pun sisa dari jajan nasi goreng ditempat pak Amin tadi .Hawa dingin mulai menghembus permukaan kulitnya, Nayra hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri.Ia berdiri di jalan yang tampak begitu sepi,tak ada siapa
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik
****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.
***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.
***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga