Share

2

Penulis: Irna631
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

-sendiriku adalah kenyamananku.

(NAYRA).

*****

Nayra.

Gadis itu sedang berada di pojok perpustakaan, terduduk melamun sendirian.

Benar apa yang diucapkan oleh para teman temannya, karena tempat yang paling sering dikunjungi Nayra adalah perpustakaan. Meski tidak untuk membaca buku, gadis itu memilih perpustakaan adalah untuk menenangkan dirinya.

Kenapa?.

Karena perpustakaan adalah tempat yang paling sepi tanpa suara,yang terdengar hanya lembar an - lembar an kertas yang di balik, tak ada kegaduhan yang membuatnya prustasi.

Nayra menghela nafasnya perlahan, memegang dadanya entah untuk apa.

"Ini kenyataannya, lo itu enggak terlalu berharga, lo harus ingat itu Nayra!" ucapnya pada diri sendiri. Nayra menutup telinganya kuat, suara-suara yang akhir-akhir ini sering ia dengar, sangat memekikan telinga.

"Kenapa harus gue?" ucapnya pelan "kenapa?"

Nayra lelah dengan sikapnya sendiri, seolah dirinya memanglah anak yang cuek dan liar. Pada nyatanya semua orang tak pernah tahu kenyataan yang sebenarnya, yang mereka tahu adalah cara mengungkapkan kesalahannya, mencaci kehadirannya .

"Gue capek kayak gini terus, apa kalian enggak ngerti itu?" gumam Nayra menangkup wajahnya, dengan tubuh yang mula bergetar,dia menangis. Ia teringat dengan semua kata yang sempat ia dengar, cancian bahkan yang menurutnya adalah hinaan.

FLASHBACK.

Disuatu malam, Nayra baru saja pulang kerumah dengan pakaian yang masih lengkap, seragam sekolah. Ia pulang hampir larut malam, bahkan waktu isya sudah terlewat satu jam yang lalu. Dan dengan santai nya Nayra masuk kedalam rumah tanpa mengucap salam sama sekali. Yang pertama kali ia lihat saat masuk adalah kebersamaan keluarganya yang terlihat begitu hangat, tentu saja tanpa kehadirannya.

Nayra mengabaikan mereka, melangkahkan kakinya menuju tangga untuk segera masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai dua. Baru satu langkah ia menaiki anak tangga, namanya sudah di panggil, tak lupa dengan tatapan keluarganya seolah-olah mengintimidasi nya. Dan lagi-lagi, Nayra bersikap acuh tak acuh, tatapan itu sudah biasa ia dapatkan.

Bahkan hampir setiap hari.

"Darimana aja kamu Nay?, jam segini baru pulang?, apa kamu enggak punya jam?" Nayra menghela nafasnya, selalu saja seperti ini, bukan umi atau abinya yang bertanya, tapi malah kakaknya.

 RAFKA.

"Dari suatu tempat, jam?,lo mau liat?, Nih!" jawab Nayra sinis sambil melipat tangannya di depan dada, kemudian menunjukkan tangan kirinya yang dilingkari jam tangan hitam.

Kakak laki-laki nya menatapnya dengan wajah marah, tentu Nayra tahu apa yang akan dilakukan kakaknya itu "kakak udah pernah bilang, perempuan enggak baik pulang malam Nayra. Lagian ada acara apa sampai kamu pulang larut malam seperti ini?, apa kamu enggak bisa mencontoh NAURA, pulang sekolah langsung ke rumah tanpa keluyuran dulu kayak kamu! "Marahnya.

Nayra terdiam, jika ia sudah mendengar nama itu, Nayra benar benar tak bisa tinggal diam. Walau perkataan Rafka itu baik untuknya, tapi cara itu salah. Memarahi Nayra bukanlah cara yang baik, tak akan merubah apa yang sudah ada pada Nayra sekarang.

" masalah buat lo apasih?, Mau gue pulang sore, malem sampai pagi pun lo nggak punya hak buat ngelarang gue, lo siapa nya gue?..dan stop nyuruh gue buat kayak adik kesayangan lo itu, gue ya gue, gue enggak mau jadi orang lain..!" ujar Nayra tak kalah emosi.

Apa salah jika dia pulang malam untuk menenangkan diri?. Dia tahu, jika dia berada di dalam rumah cukup lama, maka ia yakin, batinnya tidak akan kuat menerima perlakuan seperti ini setiap hari.

Kakaknya berdiri menatap Nayra "gue kakak lo, gue berhak larang lo apapun itu, jika itu adalah hal negatif!"

Nayra tersenyum sinis "apa?..lo anggap gue adik?..bukannya adik lo itu NAURA ya?..adik kesayangan lo yang cantik, baik, solehah. Apa gue enggak salah denger?..kalau lo nganggap gue adik, kan lo sendiri yang bilang kalau lo enggak suka sama cewek liar kayak gue?..umi sama abi aja enggak mempermasalahkan, lah elo sewot banget sama kehidupan gue.." lagi-lagi Nayra menjawab dan semakin membuat kakak nya marah besar. Sikap Nayra semakin keras.

"Nayra, jika sikap kamu kayak gini terus, kamu terlihat enggak berharga, kamu inget itu Nayra!" teriak kakaknya pada Nayra yang kini sudah melanjutkan langkahnya menaiki tangga "iya iya, semerdeka lo aja!" timpal Nayra dan memasuki kamarnya dengan membanting pintu kamar begitu keras.

FLASHBACK OF.

...

Nayra menghela nafasnya kasar, menghapus bulir bening yang telah membasahi pipinya. Setiap kali ia mengingat semua kejadian menyakitkan itu, tak akan terbendung lagi air mata yang selama ini ia tahan, sungguh lelah ia rasakan. Berkali-kali Nayra menghela nafas, mencoba menetralkan kembali gemuruh sesak di dalam dadanya. Sampai beberapa saat kemudian bel masuk kelas berbunyi, pertanda waktu istirahat berakhir dan mengharuskan nya pergi dari tempat itu. Nayra berdiri, merapikan bajunya dan juga rambutnya, melangkah menyusuri beberapa rak buku dan berhasil keluar dari perpustakaan.

Nayra berjalan menyusuri koridor sendirian, hanya tersisa beberapa orang yang berlalu lalang disana, karena sebagian orang yang lain sudah masuk kedalam kelasnya. Ia kini berada di depan pintu ruang kelasnya, kelas 10 ips 2, membuka pintu kelas itu dan nampak keheningan didalam sana dengan murid-murid yang diam sambil menatapnya.

Nayra terdiam memandangi semuanya"apa?" tanya Nayra 

Mereka yang awalnya terdiam langsung menghembuskan nafas lega.

"Kita kira buk Dewi yang masuk, ternyata lo " ujar salah satu murid yang berpenampilan ala bad boy.

Nayra berekspresi datar dan ber'oh'ria.

"Emang kenapa sama bu Dewi?" tanya Nayra.

" Jangan bilang lo lupa kalau hari ini ada ulangan sejarah?" timpal seorang cewek yang berada di samping bangkunya.

"Gue inget kok!" jawabnya.

"Lah terus, kenapa lo santai aja nanggapin nya?" tambah yang lain.

"Emang gue harus gimana?, sok sibuk kayak kalian?, atau nyalin contekan?, inget buk Dewi bukan tipe  guru yang lengah, dan apa susahnya tinggal jawab soal aja kan?" ujar Nayra santai sambil melangkahkan kakinya menuju bangku kesayangannya, pojok kelas dekat jendela. Nayra suka tempat itu, entah beralasan atau tidak.

-

-

-

Waktu pembelajaran sudah selesai, Nayra sudah berada di depan kelasnya menunggu kepergian para murid SMA PERMATA INDAH, ia tak suka jika berjalan berdesak-desakan, ia memilih pulang terakhir .

Ia tertunduk fokus pada ponsel, sampai ujung matanya menatap sepatu di depannya. Nayra mendongakkan kepalanya, dan langsung menggerlingkan matanya.

"Ngapain lo disini?..bikin mood gue jelek aja " judes  Nayra.

Gadis berkerudung itu adalah salah satu kakak kelas Nayra, gadis yang tadi ia lihat waktu di kantin. Dan jangan lupa bahwa gadis  itu adalah Naura, kakak kedua Nayra,kakak yang selalu menjadi kebanggaan keluarganya.

Tapi, disekolah ini tidak ada satu orang pun yang tahu jika mereka adalah adik kakak, apalagi melihat sikap Nayra yang tak perdulian.

"Aku mau ajak kamu pulang bareng, bang Rafka jemput soalnya!" ucap Naura begitu lembut, berbanding terbalik dengan Nayra bukan?.

Bahkan dari cara berpakaian mereka pun sangatlah berbeda, Naura yang selalu tertutup karena jilbabnya. Tapi Nayra malah menunjukkan keindahan rambut panjang nan  hitamnya .

Nayra mendelikkan matanya malas "ya udah sih, lo pulang aja bareng abang lo itu, apa urusannya sama gue?"

Meski terkadang lelah menghadapi sikap Nayra yang judes, sinis dan dingin, tapi Naura tetap berusaha agar tetap tersenyum di depan adiknya itu.

"Aku kan ngajak pulang bareng!"

"Tapi gue enggak butuh ajakan lo, gue bisa pulang sendiri. inget ya, gue bukan cewek manja kayak lo!" tegas Nayra dan berlalu meninggal kan Naura sendiri dengan tangan terkepal kuat.

Naura yang melihatnya merasa sedih, entah apa yang terjadi pada adiknya itu, dulu Nayra bukanlah sosok seperti sekarang. Dulu Nayra lebih ke manja dan murah senyum, ramah.

"Apa yang membuat kamu berubah kayak gini dek?.. kemana Nayra yang kakak kenal?, Nayra yang selalu ceria, ramah dan menyenangkan?" lirih Naura memandangi kepergian Nayra yang kini sudah tak terlihat lagi.

Sampai dering ponsel membuatnya terhenyak kaget. Naura mengambil ponselnya, melihat sebuah pesan yang baru di terima nya.

BANG RAFKA.

Kamu dimana Nau?..abang nungguin di depan nih

NAU

Otw bang😊

 Naura tersenyum setelah mendapat pesan itu, kemudian berjalan menuju gerbang sekolah, dimana abangnya sudah menunggu.

"Assalamualaikum bang?" Naura masuk kedalam mobil yang sudah disambut dengan senyuman Rafka.

"Waalaikumussalam!" jawab pemuda itu.

Dan detik selanjutnya mobil mereka berlalu meninggalkan sekolah. Tanpa diketahui mereka, Nayra menatap kepergian mereka dengan senyum sinis nya "gue udah bisa yakin kalau gue memang enggak berharga buat kalian!"

*****

Bab terkait

  • Di Penghujung Waktu   3

    Jangan ceritakan,cukup diam dan rasakan(NAYRA)****Nayra berbaring di atas tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang tak memiliki keistimewaan sedikit pun, tapi entah kenapa Nayra begitu nyaman memandanginya. Dia merasakan tubuhnya teramat sangat lelah, padahal disekolah pun ia tak melakukan aktifitas yang aneh, hanya diam di kelas, kekantin dan perpustakaan,tak ada lagi kegiatan lain. Bahkan pulang sekolah pun ia langsung kerumah, untuk pertama kalinya ia seharian didalam rumah,yang ia rasakan hanya kebosanan. Biasanya, dia akan pulang terlambat, atau pulang untuk mengganti pakaian dan kembali keluar bersama teman-temannya. Lebih memilih menghabiskan waktunya diluar rumah, bermain atau kesuatu tempat hingga larut malan.Tok..tok..tok..Suara ketukan di pintu membuat pandangan Nayra teralihkan, ia bangun dari baringnya dan berjalan gontai untuk membukakan pintu."Apa?" tanya Nayra datar."Udah waktunya makan malam, kamu udah

  • Di Penghujung Waktu   4

    *** Nayra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, langkah nya begitu santai dengan wajah seperti biasa-datar. Para murid SMA PERMATA INDAH belum sepenuhnya datang ke sekolah, karena Nayra nya saja yang datang terlalu pagi. Gadis itu sudah memasuki kelas, baru ada beberapa orang yang terlihat berada dikelas "pagi Nay?" sapa Rio selaku ketua kelas nya. Nayra hanya bergumam sebagai balasannya, ia berjalan ke bangkunya, duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya, ia menyetelkan sesuatu, tampak jelas dari wajah Nayra sebuah ketenangan saat ia sudah memutarnya. Pandangannya mengarah ke luar jendela,menatap langit biru dengan awan yang bergerak maju secara perlahan, tak lupa hembusan angin yang membuat daun-daun berjatuhan dengan sempurna. " NAYRAAAA " sampai teriakan seseorang terdengar jelas di telinganya,membuatnya kehilangan ketenangan, padahal

  • Di Penghujung Waktu   5

    Kak aku mau tanya boleh?" tanya seorang anak SMP kepada gadis lain yang lebih tua satu tahun di atasnya. Gadis mengangguk "tentu saja boleh, apa yang mau kamu tanyakan?" Si gadis SMPA tersenyum senang "kak, sejak kapan kakak berkerudung, lihat kakak berkerudung, kayaknya adeeem banget gituh!" ujarnya. Gadis lain mengangguki pertanyaannya, bukan hanya dia saja tapi juga yang lain, hari ini mereka sedang ada pertemuan seperti perkumpulan atau ekstra diluar sekolah, belajar agama sambil berbagi cerita. "Iya kak, emangnya enggak gerah gitu kalau pake hijab kemana-mana?" tanya yang lain. Gadis yang ditanya tersenyum "bukankah memakai jilbab adalah kewajiban bagi wanita muslimah? Yang seharusnya bertanya adalah kakak, kenapa kalian tidak berkerudung? Coba jawab?" ujarnya dengan santai seraya memperhatikan satu persatu wajah mereka. Semuanya terdiam, tak

  • Di Penghujung Waktu   6

    ***Semua teman-teman nya sudah berkumpul di sebuah cafe, Nayra baru saja sampai, membuka pintu cafe membuat lonceng disana bersuara. Semua mata para sahabatnya berbinar bahagia saat kedatangannya, tapi Nayra tetap bersikap biasa saja.Nia melambaikan tangannya kearah Nayra, gadis itu tersenyum simpul sambil berjalan ke arah mereka."Kok lama?" tanya Raya."Macet, udah kayak Jakarta aja.." gerutu Nayra yang kemudian mengambil tempat duduk disamping Vivia. Sahabatnya itu sedang fokus memainkan permainan yang ada di ponselnya dan tak menyadari kehadiran nya."Main apa Vi?" tanya Nayra sembari mengintip."Permainan" jawab Via singkat tanpa menoleh sedikit pun.Nayra mendelikkan matanya malas "gue tahu, maksud gue permainan apa?.. mobile legend kah? atau apa?" tanya Nayra." main si pou!" jawab Via asal.Semuanya menghembuskan nafas kesal, mereka fikir Via sedang memainkan permainan yang menantang hingga fokusnya tak d

  • Di Penghujung Waktu   7

    ***Pagi hari terlewati begitu cepat, kini waktu mulai menjelang siang, para murid di SMA PURNAMA INDAH sedang melaksanakan istirahat pertama.Banyak para murid disana memiliki tempat favorit masing-masing, seperti para perempuan yang lebih suka berebut untuk pergi ke wc, mereka melakukan ritual bercermin beberapa jam didalam sana.Ada juga yang menghabiskan waktu di dalam kantin, makan dan juga bergosip. Atau perpustakaan bagi anak-anak yang memang kutu buku, atau hanya ingin numpang tidur bagi para pemalas.Dan untuk para laki-laki, game, video, serta kelas menjadi tempat yang paling diminati. Bagi laki-laki yang memang aktif, mereka memilih lapangan sebagai tempat kesukaan mereka.Dan dari beberapa tipe di atas, Nayra dan kawan-kawan memilih kantin untuk menghabiskan jam istirahat mereka.Seperti biasa, Nayra hanya diam mendengarkan celotehan para sahabatnya, membicarkan laki-laki yang mereka kagumi, dan bagi Nayra itu tidaklah pent

  • Di Penghujung Waktu   8

    Suara tangis milik seorang gadis bergema disalah satu bilik toilet perempuan, gadis itu terus saja membasuh pergelangan tangannya yang tersentuh oleh cowok yang baru ditemuinya barusan.Dialah Nayra.Sesekali dia menghapus air matanya, rasa kesal masih tersimpan dalam dadanya."Maafin Nay yaa Allah!" gumamnya dalam hati.Tangis nya semakin menjadi, tangan nya kini memerah karena Nayra terlalu keras menggosok tangannya. Mungkin jika bisa ia berfikir untuk melepaskan tangannya saja. Itu membuat hatinya sakit, tersentuh laki-laki yang bukan mahramnya .Ia sadar, meski rambutnya juga terlihat oleh yang bukan mahram, tapi bukan berarti ia bebas bersentuhan dengan banyak laki-laki. Itu adalah hal yang paling dihindari oleh Nayra.Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mengetahui tentang persoalan itu.---Nayra keluar dari dalam toilet, wajahnya terlihat jelas bahwa dia baru saja menangis, hidung yang sedikit memerah

  • Di Penghujung Waktu   9

    Nayra terduduk di teras masjid tempat ia melaksanakan shalat beberapa waktu yang lalu. Gadis itu terdiam dengan memeluk lututnya, matanya menatap kosong kedepan, entah apa yang sedang Nayra fikirkan.Helaan nafas kasar terdengar jelas dari hidung nya, Nayra menengadahkan kepalanya menatap langit gelap tanpa bintang di atas sana." Yaa Allah." gumam nya tanpa suara, hanya kata itu yang sedari tadi ia lontarkan dari mulutnya. Nayra berkali-kali menghelas nafas, menutup rapat matanya dan mengedip-ngedipkan nya menahan air mata yang menggenang.Beberapa orang disekitar masjid hanya melihatinya tanpa bertanya, terkadang terdengar bisikan yang tidak mengenakkan ditelinganya namun tak membuat Nayra bangun dari duduknya.Nayra tahu, orang-orang pasti akan mengatakan hal buruk padanya, melihat keadaan nya yang masih mengenakkan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti. Rasa marah, kecewa dan sakit hatinya m

  • Di Penghujung Waktu   10

    "Kenapa?" Adam bertanya dengan nada ketus, pemuda itu menyerahkan kembalian pada Nayra, gadis berseragam mengambil nya cepat."Kenapa apanya?" tanya Nayra yang tak mengerti, padahal Nayra tahu kalau Adam peka dengan ekspresi wajahnya.Adam duduk di samping nya, pak Amin bangkit dari duduknya meninggalkan kedua remaja itu karena ada pelanggan, mereka bergantian membuat pesanan.Adam memperhatikan penampilan Nayra dari atas sampai bawah " kenapa jam segini masih pake seragam?" tanya Adam dengan pandangan yang sudah ia alihkan pada objek yang lain."Kepo" jawaban Nayra tak seperti apa yang diinginkan Adam. Pemuda beraprond itu memang kesal diawal, tapi setelah melihat raut wajah sedih saat dekat dengan bapa nya, Adam mengerti bahwa gadis bernama Nayra disampingnya ini sedang ada masalah. Adam tak mengerti, kenapa dia harus ingin tahu seperti ini, Nayra bahkan hanya orang baru."Kak?" panggil Nayra membuyarkan lamunan Adam."Hem" Adam tak sediki

Bab terbaru

  • Di Penghujung Waktu   66

    Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem

  • Di Penghujung Waktu   65

    Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg

  • Di Penghujung Waktu   64

    Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin

  • Di Penghujung Waktu   63

    Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting

  • Di Penghujung Waktu   62

    ***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan

  • Di Penghujung Waktu   61

    ***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik

  • Di Penghujung Waktu   60

    ****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.

  • Di Penghujung Waktu   59

    ***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.

  • Di Penghujung Waktu   58

    ***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga

DMCA.com Protection Status