Share

4

Penulis: Irna631
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

Nayra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, langkah nya begitu santai dengan wajah seperti biasa-datar. Para murid SMA PERMATA INDAH belum sepenuhnya datang ke sekolah, karena Nayra nya saja yang datang terlalu pagi. Gadis itu sudah memasuki kelas, baru ada beberapa orang yang terlihat berada dikelas "pagi Nay?" sapa Rio selaku ketua kelas nya.

Nayra hanya bergumam sebagai balasannya, ia berjalan ke bangkunya, duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya, ia menyetelkan sesuatu, tampak jelas dari wajah Nayra sebuah ketenangan saat ia sudah memutarnya.

Pandangannya mengarah ke luar jendela,menatap langit biru dengan awan yang bergerak maju secara perlahan, tak lupa hembusan angin yang membuat daun-daun berjatuhan dengan sempurna.

" NAYRAAAA " sampai teriakan seseorang terdengar jelas di telinganya,membuatnya kehilangan ketenangan, padahal telinganya sudah tersumpal dengan kepala headset, tetap saja teriakan itu lebih nyaring dari apa yang di dengarnya.

Nayra mendelik malas menatap Raya, Nia, dan Via yang sudah berkumpul di dekat bangkunya. Nayra melepaskan headset nya,memasukan ponselnya kedalam tas, kemudian bersidekap menatap ketiga sahabatnya.

"Ada apa?" tanya Nayra, jangan tanyakan bagaimana ekspresinya, gadis itu tidak terlalu menujukkan, hanya sebuah tatapan tanpa senyum.

"Kemarin kita cari in lo, kemana aja sih?" tanya Raya.

"Perpus!" jawab Nayra simpel.

Semuanya mengernyit "kemarin kita bertiga ke perpus nyariin lo,tapi nyatanya lo enggak ada disana" lanjut Nia.

"Pojok" ucap Nayra.

mereka menyengir "heheheh.. Iya ya,kita lupa kalau lo tinggalnya suka di pojokan, enggak inget kita"

"Oh iya, kemarin kenapa lo tiba-tiba ninggalin kita, padahal kita belum selesai makan loh?" tanya Vivia. Kebiasaan Nayra yang pergi tanpa pamit dan tidak memberikan penjelasan selalu membuat Via terheran-heran.

Nayra mengeluarkan buku tulis nya sambil menjawab pertanyaan "gue butuh ketenangan".

Lagi-lagi Nayra membuat para sahabatnya kebingungan,tak sedikitpun Nayra menceritakan alasan kenapa dirinya selalu tiba-tiba pergi begitu saja, itu sudah sering dilakukannya.

"Sering banget lo kayak gitu,lo ada masalah?" tanya Raya dengan mode seriusnya.

Nayra menggelengkan kepalanya "lah terus, ngapa sikap lo selalu dadakan gitu?" berlanjut dengan pertanyaan Nia.

Nayra hanya menggedigkan bahunya, dia memang selalu irit bicara.

" ih, kesal deh kalau jawabnya udah geleng-geleng sama manggut-manggut doang, mubazir tuh mulut kalau enggak di pake neng " saking kesal nya dengan Nayra, Via menaikkan oktaf suaranya dan memberikan efek kebisingan untuk kelas 10 IPS 2, tapi untungnya kelas itu masih belum banyak penghuni, baru beberapa orang saja.

Nayra menatap sinis ke arah Via "tuh suara kecil in dikit napa, masih pagi juga " ujar Nayra.

Via malah menunjukkan deretan giginya dan tak merasa bersalah.

----

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, Nayra baru saja keluar dari toilet, sekarang ia sedang bercermin, merapihkam rambutnya,dan membasuh wajahnya. Merasa sudah selesai,ia bergegas keluar untuk segera menyusul para sahabatnya yang sudah lebih dulu ke kantin.

Dan tanpa di duga, di perjalanan menuju kantin ia tak sengaja menabrak salah seorang murid, yang tak lain adalah puteri dari pemilik sekolah ini, Santia. Sosok gadis angkuh yang selalu menyombongkan derajat ayahnya, merasa bangga atas nama ayahnya, sedang dirinya sendiri tidak ada satupun hal yang bagus untuk dipuji.

Kejadian itu sungguh diluar dugaan nya, apalagi gadis itu sedang memegang cup minuman, alhasil air didalamnya tumpah mengotori seragam Santia sendiri,padahal ia tak sengaja melakukannya. Nampak wajah marah dari gadis didepannya,tapi Nayra menanggapinya dengan acuh.

"Lo punya mata atau enggak sih?, kalau jalan itu liat-liat dong, gara-gara lo, baju gue jadi kotor kayak gini. Gue enggak mau tahu,pokoknya lo harus tanggung jawab" marah Santia sambil berkacak pinggang. Nayra memandangi pakaian Santia yang basah, hanya sedikit, tidak terlalu banyak dan tidak kotor juga.

"Jangan manja deh,susah banget jadi lo,tinggal ke toilet terus bersihin pake air,entar juga bersih" jawab Nayra seolah tak takut dengan emosi dari Santia. Walau ayahnya pemilik sekolah, Santia tidak pantas berlagak jadi petinggi, disini dia sama-sama sedang menempuh pendidikan, semuanya setara jika bukan kecerdasan.

Santia semakin marah dengan jawaban dari Nayra "ya elo dong yang harus bersihin,kan elo yang udah buat baju santia kotor" celetuk Leni, sahabat Santia mendukung.

Nayra menatap kedua orang itu dengan sinis "kalau gue enggak mau gimana?"

"GUE GAK MAU TAHU,LO HARUS MAU BERSIHIN BAJU GUE!" teriak Santia membuat orang-orang disekitarnya langsung menatap mereka heran dan kembali tak menghiraukan.

"GUE.ENGGAK.MAU....JELAS?, atau telinga lo udah enggak berfungsi?"

Kemarahan Santia sudah meningkat,baru saja gadis itu akan melayangkan sebuah tamparan untuk Nayra,tapi hal itu terhenti saat seorang guru datang dan menghentikannya.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya pak Riki dengan tampang seramnya, berkacak pinggang menunggu jawaban.

"Ini pak,tadi dia nabrak saya sampai baju saya kotor kayak gini, terus barusan dia mau pukul saya,tapi karena bapak datang, enggak jadi" adu Santia dan menambahkan hal yang tak pernah dilakukan Nayra sama sekali.

Nayra di fitnah.

Pak Riki menatap Nayra bosan "kenapa kamu selalu berbuat ulah Nayra?"tanya pak Riki.

"Saya enggak sengaja pak" jawab Nayra jujur, Nayra menghembuskan nafasnya kasar, dia lupa jika musuhnya bukan saingan yang mudah, fisik mungkin bisa kalah, tapi mulut itu yang lihai berucap kata dusta, membuatnya tak bisa bertindak. Apalagi guru-gurunya yang tidak punya pendirian, takut jika jabatannya turun membuat mereka berbuat tidak adil.

Tiba-tiba Santia kembali menimpal dan memperburuk keadaan "dia bohong pak, Leni saksinya,dia melihat semua kejadiannya"

 Leni mengangguk menyatakan kesaksiannya bahwa Santia tidak bersalah dan apa yang dikatakan gadis itu benar, bahwa yang salah adalah Nayra .

 Ingin rasanya Nayra tertawa, mencari perlindungan dari orang yang bersekongkol dengan, jelas dibelakang song. Nayra sudah tak perduli sekarang.

"Itu benar Nayra?"

"Terserah bapak saja mau percaya atau tidak, karena apapun yang saya katakan bapak tetap tidak akan percaya, dan apa yang sekarang bapak mau?, meminta maaf sama nih cewek alay?, itu tidak akan terjadi, saya lebih baik di hukum apapun asal jangan suruh saya meminta maaf sama anak ini saja pak" tutur Nayra kesal. Terlihat tidak sopan, tapi Nayra sudah terlanjur emosi, ingatkan dia untuk meminta maaf dikemudian hari.

kenyataanya sering kali si sembunyikan untuk menjatuhkan musuh, itu yang terjadi, Nayra memang tidak sengaja, tapi  ia tidak salah sepenuhnya, malah ia di fitnah sekarang.

-Sekeras apapun aku mengatakan BUKAN AKU,semuanya akan tetap sama dan mengatakan KAMU YANG SALAH.

Yang dilakukan Nayra sekarang hanya pasrah,apapun hukuman yang didapatnya akan lebih bagus dari pada menurunkan harga dirinya dengan meminta maaf pada orang yang telah memfitnah nya.

"Apa susahnya tinggal minta maaf Nayra?" ujar pak Riki.

"Karena itu terlalu sulit untuk saya pak" jawab Nayra lagi 

"Kalau begitu saya mau kamu membersihkan taman belakang, jangan sampai ada sampah yang tersisa, mengerti" kata pak Riki memerintah.

Itu lebih baik bagi Nayra.

"Iya pak, saya permisi " jawab Nayra, kemudian berlalu meninggalkan kedua musuhnya dan pak Riki, ia pergi ke taman belakang sekolah untuk mengerjakan hukuman yang hari ini didapatnya.

....

Nayra mengistirahatkan tubuhnya,duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon rindang,ia baru saja menyelesaikan hukumannya. Peluh keringat mengucur di dahinya, bahkan kini rambutnya sudah lepek karena keringat. Angin berhembus menerpa wajahnya,dengan refleks mata Nayra tertutup menikmati dingin nya hembusan angin.

"Nayra?"

Mata Nayra terbelalak seketika,nafasnya tiba-tiba berderu hebat tanpa alasan, dadanya mendadak berdetak kencang, gadis itu mengedip berkali-kali.

Nayra memegang dadanya "suara itu lagi!" ucap nya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Ia masih merasakan detak jantung nya belum juga normal,selalu seperti itu. Ia menautkan tangannya di atas paha,kepala yang tertunduk, satu tetes air mata miliknya berhasil jatuh dan membasahi tangannya.

"Bukan aku,bukan aku yang salah, hiks.. bukan hiks.." lirih Nayra,entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu mudah sekali untuk menangis.

Semua masalalu selalu membayanginya disetiap waktu, luka,perih, penderitaan,dan ketidak adilan.

"Jangan menangis"

Lagi-lagi Nayra mendengar suara bisikan ditelinganya,Nayra langsung menutup telinganya kuat-kuat,ia menggelengkan kepalanya "aku tidak menangis,aku tidak menangis" ujar Nayra berkali-kali.

****

"

Bab terkait

  • Di Penghujung Waktu   5

    Kak aku mau tanya boleh?" tanya seorang anak SMP kepada gadis lain yang lebih tua satu tahun di atasnya. Gadis mengangguk "tentu saja boleh, apa yang mau kamu tanyakan?" Si gadis SMPA tersenyum senang "kak, sejak kapan kakak berkerudung, lihat kakak berkerudung, kayaknya adeeem banget gituh!" ujarnya. Gadis lain mengangguki pertanyaannya, bukan hanya dia saja tapi juga yang lain, hari ini mereka sedang ada pertemuan seperti perkumpulan atau ekstra diluar sekolah, belajar agama sambil berbagi cerita. "Iya kak, emangnya enggak gerah gitu kalau pake hijab kemana-mana?" tanya yang lain. Gadis yang ditanya tersenyum "bukankah memakai jilbab adalah kewajiban bagi wanita muslimah? Yang seharusnya bertanya adalah kakak, kenapa kalian tidak berkerudung? Coba jawab?" ujarnya dengan santai seraya memperhatikan satu persatu wajah mereka. Semuanya terdiam, tak

  • Di Penghujung Waktu   6

    ***Semua teman-teman nya sudah berkumpul di sebuah cafe, Nayra baru saja sampai, membuka pintu cafe membuat lonceng disana bersuara. Semua mata para sahabatnya berbinar bahagia saat kedatangannya, tapi Nayra tetap bersikap biasa saja.Nia melambaikan tangannya kearah Nayra, gadis itu tersenyum simpul sambil berjalan ke arah mereka."Kok lama?" tanya Raya."Macet, udah kayak Jakarta aja.." gerutu Nayra yang kemudian mengambil tempat duduk disamping Vivia. Sahabatnya itu sedang fokus memainkan permainan yang ada di ponselnya dan tak menyadari kehadiran nya."Main apa Vi?" tanya Nayra sembari mengintip."Permainan" jawab Via singkat tanpa menoleh sedikit pun.Nayra mendelikkan matanya malas "gue tahu, maksud gue permainan apa?.. mobile legend kah? atau apa?" tanya Nayra." main si pou!" jawab Via asal.Semuanya menghembuskan nafas kesal, mereka fikir Via sedang memainkan permainan yang menantang hingga fokusnya tak d

  • Di Penghujung Waktu   7

    ***Pagi hari terlewati begitu cepat, kini waktu mulai menjelang siang, para murid di SMA PURNAMA INDAH sedang melaksanakan istirahat pertama.Banyak para murid disana memiliki tempat favorit masing-masing, seperti para perempuan yang lebih suka berebut untuk pergi ke wc, mereka melakukan ritual bercermin beberapa jam didalam sana.Ada juga yang menghabiskan waktu di dalam kantin, makan dan juga bergosip. Atau perpustakaan bagi anak-anak yang memang kutu buku, atau hanya ingin numpang tidur bagi para pemalas.Dan untuk para laki-laki, game, video, serta kelas menjadi tempat yang paling diminati. Bagi laki-laki yang memang aktif, mereka memilih lapangan sebagai tempat kesukaan mereka.Dan dari beberapa tipe di atas, Nayra dan kawan-kawan memilih kantin untuk menghabiskan jam istirahat mereka.Seperti biasa, Nayra hanya diam mendengarkan celotehan para sahabatnya, membicarkan laki-laki yang mereka kagumi, dan bagi Nayra itu tidaklah pent

  • Di Penghujung Waktu   8

    Suara tangis milik seorang gadis bergema disalah satu bilik toilet perempuan, gadis itu terus saja membasuh pergelangan tangannya yang tersentuh oleh cowok yang baru ditemuinya barusan.Dialah Nayra.Sesekali dia menghapus air matanya, rasa kesal masih tersimpan dalam dadanya."Maafin Nay yaa Allah!" gumamnya dalam hati.Tangis nya semakin menjadi, tangan nya kini memerah karena Nayra terlalu keras menggosok tangannya. Mungkin jika bisa ia berfikir untuk melepaskan tangannya saja. Itu membuat hatinya sakit, tersentuh laki-laki yang bukan mahramnya .Ia sadar, meski rambutnya juga terlihat oleh yang bukan mahram, tapi bukan berarti ia bebas bersentuhan dengan banyak laki-laki. Itu adalah hal yang paling dihindari oleh Nayra.Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mengetahui tentang persoalan itu.---Nayra keluar dari dalam toilet, wajahnya terlihat jelas bahwa dia baru saja menangis, hidung yang sedikit memerah

  • Di Penghujung Waktu   9

    Nayra terduduk di teras masjid tempat ia melaksanakan shalat beberapa waktu yang lalu. Gadis itu terdiam dengan memeluk lututnya, matanya menatap kosong kedepan, entah apa yang sedang Nayra fikirkan.Helaan nafas kasar terdengar jelas dari hidung nya, Nayra menengadahkan kepalanya menatap langit gelap tanpa bintang di atas sana." Yaa Allah." gumam nya tanpa suara, hanya kata itu yang sedari tadi ia lontarkan dari mulutnya. Nayra berkali-kali menghelas nafas, menutup rapat matanya dan mengedip-ngedipkan nya menahan air mata yang menggenang.Beberapa orang disekitar masjid hanya melihatinya tanpa bertanya, terkadang terdengar bisikan yang tidak mengenakkan ditelinganya namun tak membuat Nayra bangun dari duduknya.Nayra tahu, orang-orang pasti akan mengatakan hal buruk padanya, melihat keadaan nya yang masih mengenakkan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti. Rasa marah, kecewa dan sakit hatinya m

  • Di Penghujung Waktu   10

    "Kenapa?" Adam bertanya dengan nada ketus, pemuda itu menyerahkan kembalian pada Nayra, gadis berseragam mengambil nya cepat."Kenapa apanya?" tanya Nayra yang tak mengerti, padahal Nayra tahu kalau Adam peka dengan ekspresi wajahnya.Adam duduk di samping nya, pak Amin bangkit dari duduknya meninggalkan kedua remaja itu karena ada pelanggan, mereka bergantian membuat pesanan.Adam memperhatikan penampilan Nayra dari atas sampai bawah " kenapa jam segini masih pake seragam?" tanya Adam dengan pandangan yang sudah ia alihkan pada objek yang lain."Kepo" jawaban Nayra tak seperti apa yang diinginkan Adam. Pemuda beraprond itu memang kesal diawal, tapi setelah melihat raut wajah sedih saat dekat dengan bapa nya, Adam mengerti bahwa gadis bernama Nayra disampingnya ini sedang ada masalah. Adam tak mengerti, kenapa dia harus ingin tahu seperti ini, Nayra bahkan hanya orang baru."Kak?" panggil Nayra membuyarkan lamunan Adam."Hem" Adam tak sediki

  • Di Penghujung Waktu   11

    Seorang gadis tengah berjalan sendirian di malam hari dan masih dengan seragam SMA yang melekat pada tubuhnya.Banyak bisik-bisik dari orang-orang,mengatakan bahwa Nayra adalah gadis yang tidak baik,keluyuran di malam hari dan belum berganti pakaian.Nayra yang mendengarnya hanya bisa menunduk.Ia memang bukan anak baik-fikirnya sendiri.Dan entah harus kemana sekarang ia pergi,ia sedari tadi berjalan tanpa tujuan.Tanpa arah.Malam mulai semakin gelap,apa yang harus dilakukannya.Nayra mengangkat kepalanya, menatap ke setiap arah."Gue didaerah mana ini?..udah gelap lagi!" ujarnya lemas.Pasalnya saat ia pergi,ia tak membawa apapun. Kecuali uang 300 ribu yang ia simpan di saku baju seragamnya, itu pun sisa dari jajan nasi goreng ditempat pak Amin tadi .Hawa dingin mulai menghembus permukaan kulitnya, Nayra hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri.Ia berdiri di jalan yang tampak begitu sepi,tak ada siapa

  • Di Penghujung Waktu   12

    Berkali-kali Nayra membaca do'a tersebut,meminta supaya Allah memberikan keselamatan padanya.Nayra semakin terpuruk saat ke 2 laki-laki itu berusaha membuka pakaian mereka secara bergantian.Mereka menyeringai puas,karena malam ini mereka mendapatkan mangsa. Apalagi melihat Nayra yang terduduk lemah semakin membuat mereka senang.Nayra menutup matanya kuat, jantungnya berdegup begitu kuat, rasa takut dalam dirinya semakin menjadi. Dia tak pernah membayangkan kejadian ini akan pernah ia alami. Kenapa dirinya selalu berada disituasi yang membuatnya lemah. Yang membuatnya tak bisa lari walau dia memiliki banyak kesempatan.Ini bukan apa yang dia inginkan. Nayra menyadari kehidupan nya ternyata semakin menyulitkan saat dirinya mulai merubah titik buruknya.Salah satu dari mereka mendekat ke arah Nayra,dengan perlahan mereka mencoba menyentuh Nayra. Tangan nakal mereka bermain dari bahu Nayra, sesak didada mulai Nayra rasakan."Jangan jadi

Bab terbaru

  • Di Penghujung Waktu   66

    Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem

  • Di Penghujung Waktu   65

    Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg

  • Di Penghujung Waktu   64

    Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin

  • Di Penghujung Waktu   63

    Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting

  • Di Penghujung Waktu   62

    ***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan

  • Di Penghujung Waktu   61

    ***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik

  • Di Penghujung Waktu   60

    ****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.

  • Di Penghujung Waktu   59

    ***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.

  • Di Penghujung Waktu   58

    ***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga

DMCA.com Protection Status