Seorang gadis tengah berjalan sendirian di malam hari dan masih dengan seragam SMA yang melekat pada tubuhnya.
Banyak bisik-bisik dari orang-orang,mengatakan bahwa Nayra adalah gadis yang tidak baik,keluyuran di malam hari dan belum berganti pakaian.
Nayra yang mendengarnya hanya bisa menunduk.
Ia memang bukan anak baik-fikirnya sendiri.
Dan entah harus kemana sekarang ia pergi,ia sedari tadi berjalan tanpa tujuan.
Tanpa arah.
Malam mulai semakin gelap,apa yang harus dilakukannya.
Nayra mengangkat kepalanya, menatap ke setiap arah.
"Gue didaerah mana ini?..udah gelap lagi!" ujarnya lemas.
Pasalnya saat ia pergi,ia tak membawa apapun. Kecuali uang 300 ribu yang ia simpan di saku baju seragamnya, itu pun sisa dari jajan nasi goreng ditempat pak Amin tadi .
Hawa dingin mulai menghembus permukaan kulitnya, Nayra hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri.
Ia berdiri di jalan yang tampak begitu sepi,tak ada siapa
Berkali-kali Nayra membaca do'a tersebut,meminta supaya Allah memberikan keselamatan padanya.Nayra semakin terpuruk saat ke 2 laki-laki itu berusaha membuka pakaian mereka secara bergantian.Mereka menyeringai puas,karena malam ini mereka mendapatkan mangsa. Apalagi melihat Nayra yang terduduk lemah semakin membuat mereka senang.Nayra menutup matanya kuat, jantungnya berdegup begitu kuat, rasa takut dalam dirinya semakin menjadi. Dia tak pernah membayangkan kejadian ini akan pernah ia alami. Kenapa dirinya selalu berada disituasi yang membuatnya lemah. Yang membuatnya tak bisa lari walau dia memiliki banyak kesempatan.Ini bukan apa yang dia inginkan. Nayra menyadari kehidupan nya ternyata semakin menyulitkan saat dirinya mulai merubah titik buruknya.Salah satu dari mereka mendekat ke arah Nayra,dengan perlahan mereka mencoba menyentuh Nayra. Tangan nakal mereka bermain dari bahu Nayra, sesak didada mulai Nayra rasakan."Jangan jadi
Di sebuah rumah mewah berlantai dua dengan chat abu dan hitam, tinggal sebuah keluarga yang cukup harmonis. Keramahan keluarganya sudah terkenal dikalangan tetangga sekitarnya. Jangan lupakan kedua gadis yang ikut tinggal didalamnya yang selalu menghebohkan komplek karena pertengkaran yang selalu terjadi. Hanya saja rumah besar itu kini nampak begitu sepi, ditinggali kedua gadis nya saja. Bukan semata-mata ditinggal, itu pun karena orang tua mereka sedang pergi beberapa hari untuk perjalanan bisnis keluar negeri.Tuan dan nyonya pemilik rumah adalah seorang pengusaha sukses, pemilik dari restoran ternama. Kedua puterinya selalu digadang-gadang sebagai penerus nya. Sedang keduanya malah ogah-ogahan membahas perusahaan tersebut karena memiliki cita-citanya sendiri.Tok.. tok.. tok..Sebuah ketukan pintu terdengar oleh gadis bernama Vivia. Pemilik kamar menatap pintu kamarnya tajam seraya merutuk, pasalnya ia sedang asyik membaca novel kesukaannya di aplikasi orang
***Ingatan tentang ucapan mamanya terus saja memenuhi otaknya, pembicaraannya kala itu selalu membuat hatinya tak pernah tenang. Setiap malam tak dapat tidur nyenyak, di tengah malam Via bahkan sering terjaga tiba-tiba. Bayangan mama dan papanya yang masuk neraka malah menjadi mimpi buruk disetiap malam nya. Dan semua itu masih terjadi hingga sekarang. Via tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Apalagi ditambah dengan pembicaraan singkat pembimbing Claudia di video barusan.Via berbalik badan menatap sang adik, matanya mulai berkaca-kaca. Claudia menatapi heran kakaknya.Awalnya Via menunduk, tangan nya terkepal kuat. Ia ingin mengutarakan ini pada adiknya, tapi keraguan selalu mengalahkan ucapan nya.Via menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Pandangan nya terarah menatap Claudia yang masih senantiasa duduk diatas kasurnya seraya melihati dirinya."Hemm...Clau,aneh gak yah,kalau gue pake jilbab ke sekolah?" tanya Via tiba-tiba.Clau ya
***" ayok masuk Nay!" ajak Via dengan tangan membuka pintu kamarnya. Nayra mengangguk pelan, kakinya ikut melangkah membuntuti Via yang berjalan lebih dulu." Sorry ya Vi!" ucap Nayra membuat Via kesal mendengarnya.Via menatap sahabatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Keadaan yang terlihat buruk dari biasanya. Via diam tanpa membuka suara. Tangan gadis berpiyama itu menarik Nayra untuk duduk ditepi kasurnya.Nayra diam dengan perlakuan Via. Gadis itu kini berjalan mendekati lemari, mengambil sesuatu dan kembali lagi untuk duduk disamping Nayra."Sebenarnya, lo kenapa sih Nay?" tanya vivia sambil mengulurkan pakaian untuk baju ganti Nayra.Nayra menerimanya dan berterimakasih.Tampak jelas kesedihan di wajah Nayra, gadis itu berusaha menahan tangis nya agar tak mengalir keluar.Via mengerti akan hal itu, langsung saja Via menghambur memeluk Nayra. Dan saat itulah tangis Nayra pecah tiba-tiba."Hati gue sakit
Di kediaman keluarga Karim. Kini mereka sedang khawatir dengan keadaan puteri bungsu mereka yang belum juga pulang, padahal waktu sudah menunjukkan larut malam.Umi Aminah yang mondar-mandir di depan pun semakin resah, kemana puterinya itu. Beliau nampak kacau saat pulang dari kegiatan mingguan tak mendapati Nayra sama sekali. Umi Aminah akan selalu melihat Nayra kedalam kamarnya, tapi nihil. Tak seperti biasanya Nayra belum pulang. Paling lambat Nayra akan pulang sekitar jam setengah sembilan. Kalau tidak akan menghubungi umi Aminah tanpa sepengetahuan anggota keluarga lain jika Nayra tidak pulang dan memilih menginap dirumah salah satu teman nya.Umi sekarang sedang duduk bersandar pasrah dengan mata menatap kedepan gerbang rumahnya, berharap Nayra akan segera menampakkan batang hidungnya."Pulanglah, sayang!" lirih umi dalam diamnya.Sedangkan yang lain seperti abi, Rafka dan Naura sedang duduk di kursi ruang keluarga. Mereka pun ikut khawa
Nayra menyusuri jalan yang sudah mulai ramai. Setelah berdebat dengan Via tadi pagi, Nayra langsung pergi begitu saja dan berakhir Via yang harus berangkat sendiri, karena Clau adiknya sudah di antar oleh sopir pribadi mereka.Nayra menghela nafasnya merasakan penat, sudah berjam-jam ia belum mendapatkan pekerjaan. Ia berjalan seharian penuh, keluar masuk toko dan cafe menanyai adanya lowongan pekerjaan, dan sampai sekarang Nayra belum juga mendapatkan nya."Apa yang harus aku lakukan yaa allah?" gumam Nayra. Penampilan Nayra tidak sebaik tadi pagi, dia bahkan sudah berkali-kali istirahat di bebangkuan sekitarnya guna menghilangkan penat di kakinya, seraya berteduh dari teriknya matahari.Nayra ingin menyerah, tapi kebutuhan nya lebih penting dari lelahnya sekarang. Dia tidak mau jika terlalu lama tinggal dirumah Via tanpa balas budi, setidaknya kalau dia bekerja, dia tidak akan terlalu merepotkan nya bukan?.Gadis berambut diikat itu bangkit dari d
***Vivia baru saja datang kesekolah tepat pada pukul tujuh. Mata Vivia menatap gerbang sekolahnya, sudah terbuka tapi belum banyak orang yang datang. Via masih terdiam didepan gerbang, dia memiliki keraguan yang besar, tangan yang memegang setang motor itu kini mulai mendingin. Banyak pikiran-pikiran yang memenuhi otaknya.Ini bukan Via yang biasanya. Tentu saja bukan, hari ini adalah hari pertama Via mengenakan jilbab kesekolah. Itu pasti akan menjadi topik pembicaraan anak-anak, apalagi teman sekelasnya. Karena kebanyakan murid perempuan di sekolah nya tak berjilbab, bisa dihitung jari orang yang mengenakan nya."Masuk gak ya?" ucap Via berdiskusi dengan dirinya sendiri. Jika dia bolos, sayang daftar hadir dan nilai yang akan kosong nantinya. Kalau pun masuk, dia harus kuat hati, iman dan telinga. Mulut teman-temannya sudah diketahui kejahatan nya. Menghujat tanpa pikir ulang."Gak boleh bolos Via, kasian papa udah biyain lo sekolah" yakin nya da
***" Vi?, emangnya si Nayra kemana?"" Iya, biasanya dia gak pernah gak hadir tuh, ada mulu pasti"Via masih diam."Nay?... Gue harus kasih alesan apa?, kalau gue jawab, berarti gue harus bohong, gue gak mauuuuu.. " jerit Via dalam hatinya. Via malah dibuat gugup dengan pertanyaan yang tak seharusnya ia jawab. Via juga heran, tumbenan sekali kedua orang diantaranya ini mau tahu urusan orang lain.Via berharap seseorang mau membantunya untuk lepas dari pertanyaan yang tak sanggup dijawabnya. Ini memang tidak terlalu penting, tapi sebuah amanat sudah ia pegang, dosa dong kalau sampai dia berkhianat.-"Vi?. lo bener Nayra enggak sekolah hari ini?" tanya Raya.Via mengangguk." kemana? " tanya Nia lagi.Via diam, apa yang harus dia jawab, dia tidak mungkin mengatakan jika Nayra absen karena sedang bekerja."Eeemm..eeem.." belum sempat Via menjawab, seseorang memotong ucapannya."Vi, gimana sama N
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik
****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.
***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.
***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga