***
Vivia baru saja datang kesekolah tepat pada pukul tujuh. Mata Vivia menatap gerbang sekolahnya, sudah terbuka tapi belum banyak orang yang datang. Via masih terdiam didepan gerbang, dia memiliki keraguan yang besar, tangan yang memegang setang motor itu kini mulai mendingin. Banyak pikiran-pikiran yang memenuhi otaknya.
Ini bukan Via yang biasanya. Tentu saja bukan, hari ini adalah hari pertama Via mengenakan jilbab kesekolah. Itu pasti akan menjadi topik pembicaraan anak-anak, apalagi teman sekelasnya. Karena kebanyakan murid perempuan di sekolah nya tak berjilbab, bisa dihitung jari orang yang mengenakan nya.
"Masuk gak ya?" ucap Via berdiskusi dengan dirinya sendiri. Jika dia bolos, sayang daftar hadir dan nilai yang akan kosong nantinya. Kalau pun masuk, dia harus kuat hati, iman dan telinga. Mulut teman-temannya sudah diketahui kejahatan nya. Menghujat tanpa pikir ulang.
"Gak boleh bolos Via, kasian papa udah biyain lo sekolah" yakin nya da
***" Vi?, emangnya si Nayra kemana?"" Iya, biasanya dia gak pernah gak hadir tuh, ada mulu pasti"Via masih diam."Nay?... Gue harus kasih alesan apa?, kalau gue jawab, berarti gue harus bohong, gue gak mauuuuu.. " jerit Via dalam hatinya. Via malah dibuat gugup dengan pertanyaan yang tak seharusnya ia jawab. Via juga heran, tumbenan sekali kedua orang diantaranya ini mau tahu urusan orang lain.Via berharap seseorang mau membantunya untuk lepas dari pertanyaan yang tak sanggup dijawabnya. Ini memang tidak terlalu penting, tapi sebuah amanat sudah ia pegang, dosa dong kalau sampai dia berkhianat.-"Vi?. lo bener Nayra enggak sekolah hari ini?" tanya Raya.Via mengangguk." kemana? " tanya Nia lagi.Via diam, apa yang harus dia jawab, dia tidak mungkin mengatakan jika Nayra absen karena sedang bekerja."Eeemm..eeem.." belum sempat Via menjawab, seseorang memotong ucapannya."Vi, gimana sama N
***Fikri melangkahkan kaki menuju kelas kebanggaan nya, setelah pertemuannya dengan Via beberapa waktu lalu dan membicarakan perihal Nayra, Fikri malah semakin dibuat penasaran dengan sosok perempuan bernama Nayra tersebut. Beberapa kali bertemu dengan Nayra, Fikri melihat sesuatu yang berbeda. Waktu pertama kali bertemu, telinga nya mendengar cibiran dan kata panggilan yang tidak pantas didengar dan diucapkan untuk kalangan anak SMA. Belum lagi sikap Nayra yang sedih dan kecewa saat tanpa sengaja Fikri berlindung dibalik tubuh Nayra kala itu. Fikri seperti melihat, yang di bicarakan oleh murid lain itu bukan lah sosok yang ada di depan nya, tapi dia tidak buta, bahwa kata tak senonoh itu memang ditunjukan untuk Nayra.Fikri tak habis fikir, kenapa anak jaman sekarang selalu mencampuri urusan orang lain, bahkan pribadinya pun selalu diungkit didepan khalayak, padahal itu bukan hak mereka. Seharusnya pemerintah membuat undang-undang tentang dilarang
***Lonceng tanda istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Guru mata pelajaran lebih dulu keluar dengan berbagai ekspresi. Ada yang biasa saja, ada yang kesal karena anak muridnya yang tidak teratur atau lalai tak mengerjakan tugas, ada juga yang merajuk karena dipermainkan anak didiknya sendiri. Jangan salah, anak jaman sekarang terlalu banyak gaya, jika satu tidak mau belajar, jiwa iblis mereka akan berkelana menghasut sisa manusia yang sedang taat.Tak heran jika mereka melakukan berbagai tingkah, kalau ditanya ya pasti jawab, mumpung masih bebas, belum kelas duabelas, kenangan diperbanyak untuk diceritakan dimasa reuni nanti.Masa remaja jangan sampai disia-siakan, harus dinikmati. Belum tentu nanti setelah lulus bisa merasakan kembali masa yang sama. Bertemu saja akan dipertanyakan kapan bertemu dan kapan berkumpul.Setelah pertemuan, perpisahan pasti terjadi. Setelah itu entah akan di pertemukan dengan apa. Kerja? Jodoh?&
***Hari sudah sore, Nayra baru saja datang dengan beberapa bingkisan yang dibawanya. Memasuki rumah dengan senyum senang walau tampak raut wajah kelelahan begitu kentara.Clau dan Via yang sedang santai menonton tv seraya makan cemilan Pun tiba-tiba melotot melihat kedatangan Nayra."Lo bener kerja Nay?" celetuk Via antusias dengan mata yang tak beralih dari penampilan Nayra yang cukup kusut itu.Nayra mengangguk. Kakinya melangkah mendekati mereka."Kerja apa?" tanya Clau."Cuci piring, tapi gajinya lumayan, sampe gue bisa beli banyak barang-barang buat besok sekolah!" jawab Nayra jujur.Via dan Clau diam saling menatap."Oh iya, ini untuk kalian. Sorry enggak bisa ngasih banyak, cuman ini yang bisa gue kasih sebagai ucapan terimakasih gue!" Nayra memberikan bingkisan pada Via dan Clau. Nayra mendudukkan dirinya di kursi single, tubuhnya ia sandarkan senyaman mungkin pada sofa, mencoba menghilangkan penat yang dirasakan
***" Duluan Nay!" seorang pemuda bername tage Farhan melambaikan tangannya pada Nayra yang sedang mengemas buku-buku nya. Nayra mengangguk. Kini didalam kelas hanya tersisa Nayra seorang, sisanya sudah pulang lebih dulu. Nayra selesai berkemas, menjinjing tas nya asal dan melangkahkan kakinya keluar dari kelas.Tangan Nayra terulur menarik kenop pintu untuk menutupnya. Hingga sebuah suara mengagetkan nya." Nayra "Dia Via, sedang berjalan cukup cepat kearahnya. Nayra terkadang heran, kenapa Via harus selalu menyusulnya, apa susahnya gadis itu menunggunya di luar sekolah atau di parkiran. Kelas nya dan Via itu cukup jauh, Nayra IPS sedangkan Via, IPA."Nay, lo pulang bareng gue kan?" kata Via dengan nafas yang ngos-ngosan.Nayra menggerlingkan matanya malas " Bisa gak sih, lo nungguin di parkiran aja? "Via menunjukkan deretan giginya, tangan nya bergerak memilin ujung hijabnya " gabut kalau nungguin lo, mending kan nyamperin lo biar
***Tok..tok..tok..Sebuah ketukan membuat wanita paruh baya yang tengah membaca laporan terkejut."Masuk!" ucap bu Tiara lantang agar di dengar oleh si pelaku pengetuk pintu.Pintu terbuka, Muncul seorang laki-laki dengan tubuh tegap, tak lupa dengan jas yang dikenakannya."Maaf bu saya menganggu, tapi ini sangat penting dan juga genting!" ujarnya sedikit was-was.Bu Tiara menatap laki-laki itu fokus " hal penting dan genting apa Firman?" tanya bu Tiara pada laki-laki yang merupakan maneger cafe miliknya tersebut.Laki-laki itu menelan ludahnya dengan susah payah "penyanyi di cefe kita tidak dapat hadir karena sakit bu, sedangkan tidak ada yang siap untuk menggantikannya!" jelasnya dengan kepala tertunduk. Terlihat tubuh tegap itu menegang, takut jika atasan nya akan marah dan kecewa. Seharusnya dia memeriksa hal sekecil apapun sebelum cafe buka.Bu Tiara terdiam."Bagaimana ini?.. sedangkan cafe ini sangat butuh
***Diharap untuk memutar lagu.LAuKANATSUMMA UMMI****"Sebenarnya kita mau nongkrong dimana sih?" tanya Via yang sengaja menghentikan motornya di pinggir jalan.Raya dan Nia pun ikut menghentikan motornya."Gue tahu Cafe yang menyediakan konsep islami, kayak resto, tapi cafe, kalian pasti suka deh!" ujar Nia dengan semangat."Jauh enggak nih?" tanya Via dengan wajah lelah nya "gue capek nih!""Bentar lagi juga nyampe Vi, jangan capek dulu dong, biar nanti pas udah nyampe lo enggak badmood kayak sekarang, jadi enggak seru kalau gitu!" ucap Raya yang malah menyuruh Via untuk mengkensel rasa lelah gadis itu."Iya deh, semoga aja enggak mengecewakan!" balas Via dengan malas."Oke, yuk lanjut jalan!" ajak Raya dan diangguki oleh teman yang lain.Mereka kembali melajukan motor untuk segera sampai ke cafe yang mereka tuju.---"Mamah kenapa lama banget sih?" cicit seorang pe
***Semua orang terpukau .Bahkan Ada yang mengatakan "MASYAA ALLAAH.."Ada juga yang menggelengkan kepalanya, mereka begitu menyukai lagu yang dibawakan Nayra.Nayra tersenyum Karena para pengunjung sangat menikmatinya. Ia merasa senang, tak menyangka para pengunjung akan berekspresi seperti itu.Gadis itu mulai menarik nafasnya lagi, ia akan menyanyikan lagu kedua.Lagu yang mungkin akan membuatnya Rindu akan seseorang.-tsummal ummii.semua orang mulai kembali terdiam.Mereka penasaran, lagu apa lagi yang akan dibawakan gadis itu.Nayra tersenyum kepada para pengunjung.Gitar mulai kembali mengalun indah.-Ummii..-Tsumma ummil haddi akhir yaumfa'umri..-Hubbi min awwil haya tiwhammuhammi..-Illi kattar khoir badan khoir jadi dammi wa'aishfi...Nayra mulai merasakan sakit didalam dadanya, ia teringat semua tentang uminya.Ia sama sekali tak dapat menahan rindu it
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik
****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.
***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.
***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga