"Nayraaaaa...." teriak seseorang dengan suara cempreng, ciri khasnya.
Seorang gadis dengan seragam putih abunya sedang berdiri di ujung lorong kelas dengan 2 orang lainnya. Gadis itu menampakkan wajah panik dan takut, membuat gadis yang dipanggil terdiam memperhatikan, tangan nya terkepal kuat karena kesal.Lagi-lagi perundungan terjadi didepannya, dan sahabatnya yang kini menjadi mangsanya. Nayra geram dibuatnya.
"Sialan banget mereka gangguin sahabat gue!" sulut emosi seorang Nayra menjadi, saat melihat sahabatnya kini menjadi korban bulying. Dengan langkah yang cepat Nayra berjalan mendekati ke-3 gadis yang seumuran dengannya, satu sahabatnya, dua hama yang harus ia basmi kehadirannya. Nayra dengan cepat menarik sahabatnya yang sekarang sudah aman dibalik punggungnya, bersembunyi. sedangkan Nayra kini sudah berkacak pinggang sambil menatap kedua pembuli itu tajam, yang mendapat tatapan itu hanya terkekeh.
"Ngapain gangguin sahabat gue?, lo udah gak betah hidup hah?" tanya Nayra membuat keduanya meringis takut, nada marah begitu jelas terdengar, semua sudah sangat mengenal Nayra, jika gadis itu sudah mulai merasa terganggu, maka dia tidak segan-segan mengajak berkelahi orang tersebut, mau itu laki-laki ataupun perempuan, selama ketenangan atau orang terdekatnya diusik, jangan harap Nayra akan bersikap atau bahkan berkata baik.
"Lo mau pergi dari hadapan gue sekarang, atau lo mau berantem dulu sama gue?" tanya Nayra menantang.
Yang ditantang hanya tersenyum licik ke arah Nayra, seakan ucapannya tak pernah didengar. Bahkan tak perduli dengan ancaman Nayra, yang sudah jelas Nayra tidak akan menarik ulang kata-katanya.
"Ngapain gue harus nurut sama lo, siapa lo disini hah?, jangan macem-macem sama gue deh, jangan jadi so jagoan. Apa gue harus ingetin lo, bahwa ni sekolah milik bokap gue!" jelas gadis angkuh bernama Santia dan satu sahabatnya yang setia,Leni.
Nayra tersenyum sinis "milik bokap lo, bukan milik lo!"
"Lo berani sama gue, dasar cewek liar!" hina gadis itu yang hanya di anggap angin lalu oleh telinga Nayra. Biarkan musuhnya mengoceh, mulut yang nantinya akan menampar kenyataan dirinya sendiri. Hal itu akan membuat malu dirinya tanpa akhir, mulut itu seharusnya di jaga, sekali mengoceh buruk, akan menghasilkan sesuatu yang menyiksa.
"Lo lupa, siapa yang nantang duluan?.. GUE!" jelas Nayra sambil melangkah sedikit mengikis jarak antara mereka.Tia hanya diam, sedangkan Leni sudah menarik tangan gadis angkuh itu untuk pergi menjauh dari Nayra. karena dia tahu, seangkuh apapun Santia, kelahi pasti akan dimenangkan Nayra, dan Tia pun menurut, tepatnya mengunsur waktu "awas lo ya, urusan kita belum selesai!" oceh nya sambil berlalu.
"GUE TUNGGU, BIAR CEPET SELESAI!" teriak nayra membalas.
"Huh dasar!" teriak gadis yang berada dibelakang tubuh Nayra. Nayra yang merasa risih langsung berbalik ke arah sumber suara "lo ngapain sih Vi? Apa urusan lo sama mereka?" tanya Nayra sinis membuat sahabatnya yang bernama vivia itu merinding.
Vivia gadis yang selalu menguntit Nayra kemanapun dia pergi. Gadis yang cukup mengerti dan sedikit peka, tak lupa kacamata yang bertempat di wajahnya, terlihat cupu tapi bukan berarti cupu, memang pada dasarnya mata Vivia kurang melihat dengan jelas.
" slow ae atuh neng ngomongnya,kan gue jadi takut" balasnya.
Nayra memutar matanya jengah "tadi gue cuman jalan, pulang dari toilet, eh ponsel gue bunyi. Gue liat eh ada notif, ya gue chek kan, sampai gue gak sadar terus nabrak tu orang.." gadis itu mulai bercerita, tapi ceritanya kemudian berhenti saat Nayra tiba-tiba pergi begitu saja tanpa mau tahu akhir ceritanya. Tentu saja tidak mau tahu, karena sudah kejadian seperti barusan.
"Woi... kok malah ninggalin gue sih?" teriak gadis itu terdengar kesal dengan kelakuan Nayra.
Nayra tak menghiraukan suara yang meneriakinya, sampai langkahnya terhenti saat kedua sahabatnya yang lain datang menyapa.
"Hai Ra!" seru keduanya.
Yang diketahui namanya bernama Raya dan Rania, gadis yang menjabat sebagai sahabat dari seorang Nayra.
Raya itu sosok yang sedikit cerewet tapi peduli. Sedang Rania, pendiam tapi sangat jahil.
Nayra hanya diam, pandangan semuanya beralih pada gadis yang berjalan dengan ngos-ngosan, melangkah menghampiri mereka dengan wajah kesal berpadu lelah.
"Lo ngapain lari-lari?, ngejar apaan lo hah?"
Vivia menghirup nafas sebanyak-banyaknya, memicingkan matanya kemudian "lah elo Ray, gue masih ngos-ngosan udah ditanya aja, nanti napa, gue istirahat dulu!"
"Gue peduli makanya nanya,ck..menyebalkan!" kesal gadis itu dengan mata mendelik.
"Iya Ray, gue tahu lo peduli, tapi bisakan gak usaha cerewet?, tuh contoh si Nia ,dia diem gak peduli ama gue, tapi tanpa sepengetahuan lo, dia nempelin stiker spongebob di rok belakang lo!" ujar nya sambil terkekeh pelan, begitu pun dengan Nayra, hanya ikut tersenyum saja melihat tingkah jail satu sahabatnya itu, tak berniat menghentikannya pula, biarlah mereka adu mulut, sudah biasa juga.
Mata sinis dari seorang Raya kini beralih menatap Rania, sahabat yang akrab dipanggil Nia itu.
Dan Nia menaikkan kedua tangannya dan menyisakan jari telunjuk dan jari tengah membentuk hurup 'v' sebagai tanda perdamaian.
"Okelah gue maafin kali ini, mumpung gue lagi bae nih!" ucapnya santai.
Semua mengernyitkan alis "ada apa gerangan?, Kok berubah drastis kayak gini?" bingung vivia sambil menatap lekat Raya, sahabatnya, karena barang kali saja kabel sarafnya ada yang putus. Bukan apa, pasalnya Raya sangat mudah terpancing emosi, bahkan masalah sepele pun bisa jadi keributan yang tidak terelakan.
"Otak lo konslet Ray, mau gue minta bener in ke tukang service ga?, Kali aja tu otak perlu di tambel, kemungkinan ada kebocoran Ray!" ujar Nayra seolah meledek, membuat Raya yang mendengarnya mendengus kesal. Raya tak habis fikir pada kawan-kawannya ini, ia emosian di komentari, dia baik pun malah jadi bahan ledekan.
Iyalah biasanya juga kalau dikerjain sama si Nia, udah marah-marah, ngambek seantero jagat, bikin bising satu sekolah sama pertengkaran keduanya.
Raya melirik ke arah Nayra "ucapan lo nyeletit sampe ke usus Nay!" ucapnya dramatis.
"Bilang aja lo laper, gitu aja kok repot!" timpal Nia sambil menahan tawa.
Raya menyengir dan menunjukkan deretan gigi rapihnya "lo tahu aja apa yang gue mau, jadi makin sayang!" kata Raya sambil memeluk Nia erat.
"Ya udah, kuy ke kantin!" ajak Nia pada ke tiga teman nya, yang kini sudah beriringan berjalan menuju kantin, dan dengan celotehan ringan mereka disepanjang koridor.
-
-
-
"Lo mau pesan apa Nay?" tanya Raya yang sudah berdiri untuk memesan pesanan mereka. Nia dan Via mudah mengatakan pesanan nya, dan yang terakhir adalah Nayra.
"Jus lemon aja!" ucap Nayra tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang sedari tadi dipegangnya, entah ada hal menarik apa didalam sana, selalu membuat Nayra tak berpaling.
" Oke " seru Raya kemudian berjalan ketempat para pedagang.
..
"Lo mah, selalu aja pesen jus lemon, sikap lo udah kecut, makin kecut dah!" ejek Via pada Nayra, gadis itu hanya menatap Via sebentar dan kembali fokus pada ponselnya. Via memberengut kesal, pasalnya jika Nayra sudah anteng dengan benda kesayangannya, maka kata-kata ejekan apapun tak akan mempan bagi gadis itu, Nayra akan tetap stay dengan benda tipis ditangannya.
Merasa penasaran, Via sedikit mengintip kearah ponsel Nayra.Tapi Nayra lebih dulu tahu dan langsung menutupi ponselnya "lo ngapain ngintip-ngintip segala?" tanya Nayra datar.
Via memanyunkan bibirnya "abisnya gue kepo banget, setiap kali lo pegang hp, pasti kita pada dianggurin, ada apa sih?" Kesal Via .
Nayra menghela nafasnya dan menyimpan ponselnya kembali ke saku bajunya.
" enggak ada apa-apa!" ujarnya santai.
Satu teman yang sedari tadi menatap obrolan mereka hanya bisa tersenyum "udah tahu si Nay itu misterius, masih aja lo kepo-in!" kekeh Nia .
"Ya namanya juga kepo!" balasnya lagi..
Beberapa detik mereka diam satu sama lain, sampai Raya datang dengan beberapa makanan di nampan yang sedang dipegangnya.
"Nih pesanan kalian,Via-batagor,Nia-mie goreng, dan Nayra-minuman masam,selamat menikmati nona-nona.." ujar Raya senang yang kemudian ikut bergabung dengan jus strawberry miliknya.
Semuanya sibuk dengan makanan dan minuman masing-masing, mereka tak sadar bahwa tangan Nayra kini sudah terkepal kuat di samping gelas jus lemonnya. Pandangannya mengarah ke pintu masuk kantin, menatap kehadiran seseorang yang benar-benar selalu membuatnya marah, gadis cantik berkerudung denga kedua temannya yang baru saja masuk . Menatap gadis yang sedang tersenyum bahagia, bercanda tawa bersama para sahabatnya. Tatapan mereka bertemu, gadis yang dilihatnya kini tengah tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan.
Cepat saja Nayra memalingkan wajahnya, berdiri dan berkata "gue duluan" ujarnya menyimpan uang untuk membayar minuman nya dan pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang masih asik makan.
Nayra berjalan melewati beberapa orang murid, sampai ia berpapasan dengan gadis berkerudung yang telah membuatnya tidak berselera menjalani hari.
"Nay?" sapa gadis itu ramah, tapi tak digubris sama sekali oleh Nayra. Yang disapanya malah memalingkan wajah, mengibaskan rambut pajangnya,dan berlalu begitu saja.
"Idiiih, sok cantik banget tuh orang, tipe adik kelas yang nggak sopan!" ucap Sisi, sahabat si gadis berkerudung.
"Iya,sok banget!" ujar teman nya yang lain.
Si gadis berkerudung hanya tersenyum"udah, enggak papa kok, biarin aja!" ujarnya dengan senyum yang masih melekat.
"Kalau ada adik kelas yang kaya gitu, enggak sopan, jangan dibiarin gitu aja Nau, dia harus diajarin tatakrama sama sopan santun!" ujar Rara tak suka.
"Setiap orang memiliki sifat yang berbeda beda Ra, begitu juga kamu!" ujar Naura.
Sisi tersenyum"si bawel!"
Rara memberengut kesal.
Sedangkan yang terjadi pada teman-teman Nayra, mereka hanya diam menatap kepergiannya. Raya, Nia,dan Via sudah terbiasa dengan kelakuan Nayra, mereka selalu dibuat melongo dengan banyak pertanyaan. Sering sekali satu sahabatnya itu pergi tanpa alasan, dan meninggalkan mereka.
"Kebiasaan banget tuh anak!" ucap Raya. Kedua temannya mengangguk menyetujui.
"Nanti kita susul, dia enggak akan pergi jauh-jauh, paling ke perpustakaan!" ucap Nia, mereka kembali menikmati makanan didepannya.
*****
-sendiriku adalah kenyamananku.(NAYRA).*****Nayra.Gadis itu sedang berada di pojok perpustakaan, terduduk melamun sendirian.Benar apa yang diucapkan oleh para teman temannya, karena tempat yang paling sering dikunjungi Nayra adalah perpustakaan. Meski tidak untuk membaca buku, gadis itu memilih perpustakaan adalah untuk menenangkan dirinya.Kenapa?.Karena perpustakaan adalah tempat yang paling sepi tanpa suara,yang terdengar hanya lembar an - lembar an kertas yang di balik, tak ada kegaduhan yang membuatnya prustasi.Nayra menghela nafasnya perlahan, memegang dadanya entah untuk apa."Ini kenyataannya, lo itu enggak terlalu berharga, lo harus ingat itu Nayra!" ucapnya pada diri sendiri. Nayra menutup telinganya kuat, suara-suara yang akhir-akhir ini sering ia dengar, sangat memekikan telinga."Kenapa harus gue?" ucapnya pelan "kenapa?"Nayra lelah dengan sikapnya sendiri, seolah dirinya memanglah anak
Jangan ceritakan,cukup diam dan rasakan(NAYRA)****Nayra berbaring di atas tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang tak memiliki keistimewaan sedikit pun, tapi entah kenapa Nayra begitu nyaman memandanginya. Dia merasakan tubuhnya teramat sangat lelah, padahal disekolah pun ia tak melakukan aktifitas yang aneh, hanya diam di kelas, kekantin dan perpustakaan,tak ada lagi kegiatan lain. Bahkan pulang sekolah pun ia langsung kerumah, untuk pertama kalinya ia seharian didalam rumah,yang ia rasakan hanya kebosanan. Biasanya, dia akan pulang terlambat, atau pulang untuk mengganti pakaian dan kembali keluar bersama teman-temannya. Lebih memilih menghabiskan waktunya diluar rumah, bermain atau kesuatu tempat hingga larut malan.Tok..tok..tok..Suara ketukan di pintu membuat pandangan Nayra teralihkan, ia bangun dari baringnya dan berjalan gontai untuk membukakan pintu."Apa?" tanya Nayra datar."Udah waktunya makan malam, kamu udah
*** Nayra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, langkah nya begitu santai dengan wajah seperti biasa-datar. Para murid SMA PERMATA INDAH belum sepenuhnya datang ke sekolah, karena Nayra nya saja yang datang terlalu pagi. Gadis itu sudah memasuki kelas, baru ada beberapa orang yang terlihat berada dikelas "pagi Nay?" sapa Rio selaku ketua kelas nya. Nayra hanya bergumam sebagai balasannya, ia berjalan ke bangkunya, duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya, ia menyetelkan sesuatu, tampak jelas dari wajah Nayra sebuah ketenangan saat ia sudah memutarnya. Pandangannya mengarah ke luar jendela,menatap langit biru dengan awan yang bergerak maju secara perlahan, tak lupa hembusan angin yang membuat daun-daun berjatuhan dengan sempurna. " NAYRAAAA " sampai teriakan seseorang terdengar jelas di telinganya,membuatnya kehilangan ketenangan, padahal
Kak aku mau tanya boleh?" tanya seorang anak SMP kepada gadis lain yang lebih tua satu tahun di atasnya. Gadis mengangguk "tentu saja boleh, apa yang mau kamu tanyakan?" Si gadis SMPA tersenyum senang "kak, sejak kapan kakak berkerudung, lihat kakak berkerudung, kayaknya adeeem banget gituh!" ujarnya. Gadis lain mengangguki pertanyaannya, bukan hanya dia saja tapi juga yang lain, hari ini mereka sedang ada pertemuan seperti perkumpulan atau ekstra diluar sekolah, belajar agama sambil berbagi cerita. "Iya kak, emangnya enggak gerah gitu kalau pake hijab kemana-mana?" tanya yang lain. Gadis yang ditanya tersenyum "bukankah memakai jilbab adalah kewajiban bagi wanita muslimah? Yang seharusnya bertanya adalah kakak, kenapa kalian tidak berkerudung? Coba jawab?" ujarnya dengan santai seraya memperhatikan satu persatu wajah mereka. Semuanya terdiam, tak
***Semua teman-teman nya sudah berkumpul di sebuah cafe, Nayra baru saja sampai, membuka pintu cafe membuat lonceng disana bersuara. Semua mata para sahabatnya berbinar bahagia saat kedatangannya, tapi Nayra tetap bersikap biasa saja.Nia melambaikan tangannya kearah Nayra, gadis itu tersenyum simpul sambil berjalan ke arah mereka."Kok lama?" tanya Raya."Macet, udah kayak Jakarta aja.." gerutu Nayra yang kemudian mengambil tempat duduk disamping Vivia. Sahabatnya itu sedang fokus memainkan permainan yang ada di ponselnya dan tak menyadari kehadiran nya."Main apa Vi?" tanya Nayra sembari mengintip."Permainan" jawab Via singkat tanpa menoleh sedikit pun.Nayra mendelikkan matanya malas "gue tahu, maksud gue permainan apa?.. mobile legend kah? atau apa?" tanya Nayra." main si pou!" jawab Via asal.Semuanya menghembuskan nafas kesal, mereka fikir Via sedang memainkan permainan yang menantang hingga fokusnya tak d
***Pagi hari terlewati begitu cepat, kini waktu mulai menjelang siang, para murid di SMA PURNAMA INDAH sedang melaksanakan istirahat pertama.Banyak para murid disana memiliki tempat favorit masing-masing, seperti para perempuan yang lebih suka berebut untuk pergi ke wc, mereka melakukan ritual bercermin beberapa jam didalam sana.Ada juga yang menghabiskan waktu di dalam kantin, makan dan juga bergosip. Atau perpustakaan bagi anak-anak yang memang kutu buku, atau hanya ingin numpang tidur bagi para pemalas.Dan untuk para laki-laki, game, video, serta kelas menjadi tempat yang paling diminati. Bagi laki-laki yang memang aktif, mereka memilih lapangan sebagai tempat kesukaan mereka.Dan dari beberapa tipe di atas, Nayra dan kawan-kawan memilih kantin untuk menghabiskan jam istirahat mereka.Seperti biasa, Nayra hanya diam mendengarkan celotehan para sahabatnya, membicarkan laki-laki yang mereka kagumi, dan bagi Nayra itu tidaklah pent
Suara tangis milik seorang gadis bergema disalah satu bilik toilet perempuan, gadis itu terus saja membasuh pergelangan tangannya yang tersentuh oleh cowok yang baru ditemuinya barusan.Dialah Nayra.Sesekali dia menghapus air matanya, rasa kesal masih tersimpan dalam dadanya."Maafin Nay yaa Allah!" gumamnya dalam hati.Tangis nya semakin menjadi, tangan nya kini memerah karena Nayra terlalu keras menggosok tangannya. Mungkin jika bisa ia berfikir untuk melepaskan tangannya saja. Itu membuat hatinya sakit, tersentuh laki-laki yang bukan mahramnya .Ia sadar, meski rambutnya juga terlihat oleh yang bukan mahram, tapi bukan berarti ia bebas bersentuhan dengan banyak laki-laki. Itu adalah hal yang paling dihindari oleh Nayra.Dan lagi-lagi tak ada seorang pun yang mengetahui tentang persoalan itu.---Nayra keluar dari dalam toilet, wajahnya terlihat jelas bahwa dia baru saja menangis, hidung yang sedikit memerah
Nayra terduduk di teras masjid tempat ia melaksanakan shalat beberapa waktu yang lalu. Gadis itu terdiam dengan memeluk lututnya, matanya menatap kosong kedepan, entah apa yang sedang Nayra fikirkan.Helaan nafas kasar terdengar jelas dari hidung nya, Nayra menengadahkan kepalanya menatap langit gelap tanpa bintang di atas sana." Yaa Allah." gumam nya tanpa suara, hanya kata itu yang sedari tadi ia lontarkan dari mulutnya. Nayra berkali-kali menghelas nafas, menutup rapat matanya dan mengedip-ngedipkan nya menahan air mata yang menggenang.Beberapa orang disekitar masjid hanya melihatinya tanpa bertanya, terkadang terdengar bisikan yang tidak mengenakkan ditelinganya namun tak membuat Nayra bangun dari duduknya.Nayra tahu, orang-orang pasti akan mengatakan hal buruk padanya, melihat keadaan nya yang masih mengenakkan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti. Rasa marah, kecewa dan sakit hatinya m
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik
****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.
***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.
***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga