Share

Bab 4

last update Last Updated: 2025-03-13 06:18:23

"Kenalkan, ini Pak Danish, owner perusahaan kita sekaligus CEO di kantor pusat," kata Bu Ratna pada Lavanya yang mematung.

Nama itu menggema di kepala Lavanya.

Danish.

Pria yang pernah dicintainya. Cukup lama Danish menjadi bagian dari hidupnya sampai akhirnya lelaki itu pergi meninggalkan Lavanya demi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.

Lalu kini Danish berada di hadapannya. Dan ini benar-benar nyata.

Tatapan Danish menelisik wajah Lavanya seolah ingin meyakinkan bahwa wanita yang berada di dekatnya saat ini adalah Lavanya yang dulu ia kenal.

Namun, bedanya sekarang wanita itu tampak begitu dewasa walau wajahnya terlihat lelah.

Lavanya berusaha mengendalikan diri dan menyapa Danish.

"Selamat pagi, Pak," ucapnya sembari sedikit menundukkan badannya sebagai tanda penghormatan.

"Pagi." Danish menjawab dengan suara yang tenang.

"Ada perlu apa, Lavanya?" sela Ratna menengahi.

Jantung Lavanya masih berdegup dengan kencang. Untuk sejenak ia lupa apa alasannya datang ke ruangan itu.

Namun, begitu ingat tujuannya, Lavanya merasa sangat malu. Ia akan meminjam uang di depan Danish—mantan kekasihnya dulu.

"Saya mau mengajukan kas bon, Bu," ucap Lavanya akhirnya. Ia merasakan tatapan Danish yang terus tertuju padanya.

Ratna membuang napas. Terlihat jelas kalau ia tidak setuju.

"Baru bulan ini utang kamu lunas, dan sekarang mau mengajukan lagi? Apa kamu lupa peraturan perusahaan? Kas bon hanya diperbolehkan sekali dalam tiga bulan. Masih banyak karyawan lain yang juga butuh uang. Bukan hanya kamu, Lavanya."

Lavanya menunduk. Penolakan Ratna membuatnya benar-benar malu. Apalagi ia ditolak di hadapan lelaki masa lalunya. Entah apa penilaian Danish padanya kini.

"Maaf, Bu Ratna, menurut saya peraturannya diubah saja. Apabila ada karyawan yang benar-benar membutuhkan uang, sebaiknya diberikan pinjaman," kata Danish menginterupsi.

Kepala Lavanya tertunduk semakin dalam.

Ratna menoleh ke arah Danish, jelas terkejut oleh pernyataan bos besarnya.

"Maaf, Pak Danish, tapi kebijakan ini sudah lama diterapkan di sini. Kalau tidak, dikit-dikit karyawan minta kas bon," jelasnya dengan nada hati-hati.

Danish menyandarkan punggungnya ke kursi. Tampak santai, tapi sikapnya tetap tegas.

"Saya nggak bilang kita harus menghapus kebijakan itu, tapi jika ada karyawan yang memiliki kebutuhan mendesak seperti saat ini, kita harus membantunya, Bu. Ada kondisi di mana perusahaan harus bisa bersikap fleksibel."

Ratna tampak berpikir sebentar sambil melirik Lavanya yang masih diam dan menunduk. "Tapi, Pak—"

"Saya yang akan menanggung kas bonnya," potong Danish cepat.

Lavanya spontan mengangkat kepalanya dan menatap Danish dengan wajah panik.

"Tidak usah, Pak. Saya ikuti peraturan perusahaan saja."

"Bukankah kamu butuh uang? Kamu butuh berapa?"

Danish merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya, bersiap mengambil lembaran uang dari sana.

"Jangan, Pak, saya nggak jadi kas bon."

Namun, Danish sudah terlanjur mengeluarkan uang dan mengulurkannya pada Lavanya.

"Terimalah. Anggap ini sebagai pinjaman dari saya."

Lavanya terdiam. Tidak tahu harus bersikap seperti apa.

"Lavanya, ambil uangnya. Katanya kamu mau kas bon," ujar Ratna saat Lavanya melirik padanya.

Akhirnya, dengan ragu Lavanya menerima uang itu.

Ia tidak punya pilihan. Meski menolak, tetapi Danish akan tetap memaksanya. Ratna pasti akan curiga jika Lavanya terus menolak sedangkan ia sangat butuh uang itu.

"Terima kasih, Pak. Saya akan segera membayarnya," kata Lavanya pada Danish. Lalu, ia memandang pada Ratna. "Atau kalau boleh, masukkan dalam kas bon saya saja, Bu Ratna. Biar gaji saya dipotong per bulan seperti biasa."

"Jangan," larang Danish. "Itu pinjaman pribadi dari saya, jadi kamu harus membayarnya pada saya. Apa itu cukup?"

Lavanya tidak tahu berapa jumlah uang yang diberikan Danish padanya. Tapi demi menghindari perbincangan lebih lanjut, ia mengatakan, "Sudah cukup, Pak. Terima kasih banyak. Saya akan segera membayarnya."

Danish tidak mengatakan apa pun.

"Karena kamu sudah dapat uangnya, kamu bisa keluar sekarang." Ratna mengusirnya dengan halus.

Lavanya menganggukkan kepalanya. "Permisi, Pak, Bu."

Tatapan Danish masih lekat di punggung Lavanya sampai ia menghilang di balik pintu.

Lavanya tidak langsung ke ruangannya. Ia menunjukkan langkahnya ke arah toilet.

Lavanya menenangkan dirinya di sana. Ia memegang dadanya, jantungnya masih berdebar kencang.

Sulit dipercaya bahwa ia bekerja di perusahaan mantan kekasihnya.

Ini adalah kunjungan pertama Danish ke sana. Selama ini, hanya orang tuanya yang meninjau kantor cabang di daerah.

'Tuhan, kenapa kau pertemukan aku dengan dia lagi?' bisik hati Lavanya perih.

Lavanya kemudian menghitung uang yang dipinjamkan Danish. Uang itu ternyata berjumlah satu juta rupiah.

Masalahnya sekarang, bagaimana cara mengganti uang Danish secara utuh tanpa dicicil?

Lagipula, Lavanya tidak ingin lagi bertemu dengan Danish. Cukup satu kali ini. Ia harap Danish tidak akan pernah mengunjungi kantor cabang lagi.

Setelah berhasil menenangkan diri, Lavanya keluar dari toilet.

Begitu kembali ke ruangan, ia mendengar para rekan kerjanya sedang menggosipkan Danish. Tentang ketampanan pria itu, kekayaannya, juga kharisma dan wibawanya.

Lavanya tidak ikut nimbrung. Ia duduk di kursinya, lalu memasukkan uang ke dalam laci yang dikunci. Ia pikir lebih aman menyimpan uang di kantornya ketimbang di rumah.

Kalau mertuanya yang serakah itu tahu Lavanya masih punya uang, bukan tidak mungkin dia akan merampasnya.

Pukul dua belas siang ponsel Lavanya berbunyi. Ternyata dari guru Belia yang mengatakan bahwa anaknya belum dijemput.

Biasanya itu adalah tugas Erik.

Lavanya lantas menelepon suaminya, tapi tidak direspon.

Lavanya menghela napas kemudian keluar dari ruangan. Mumpung saat ini adalah jam istirahat siang, ia bisa keluar untuk menjemput Belia.

"Lavanya!"

Suara itu begitu familier di telinga Lavanya. Ketika ia menoleh, ia mendapati Danish sudah berdiri di belakangnya.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 5

    Lavanya tampak terkejut. Ia pikir pria itu sudah pergi, ternyata masih berada di kantornya."Iya, Pak? Tentang uang tadi—""Aku nggak membahas uang, Nya," potong Danish cepat sebelum Lavanya selesai dengan perkataannya."Jadi, Bapak mau apa?""Nggak usah seformal itu ngomong sama aku, Nya. Aku masih Danish yang dulu."Mata Lavanya mengelana ke sekitar, khawatir ada orang di dekat mereka yang mendengar percakapan itu.Para rekan kerjanya pasti akan menggosip jika tahu Lavanya bicara berdua dengan Danish."Maaf, Pak, kita lagi di kantor dan saya nggak mau orang-orang salah mengartikan keberadaan Bapak di dekat saya," jawab Lavanya sopan."Memangnya mereka mau mengartikan bagaimana?"Lavanya terdiam karenanya. Ia mulai resah lantaran terlalu lama berdekatan dengan Danish.Danish tersenyum tipis melihat Lavanya yang jelas-jelas gelisah, seolah ia menikmati reaksi perempuan itu."Aku cuma mau ngajak kamu makan siang, Nya."Lavanya bertambah grogi. Ia tidak mungkin makan siang dengan Danish.

    Last Updated : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 6

    Lavanya memandang layar ponselnya tanpa berkedip. Tidak ada tanda tanya. Tidak ada basa-basi. Hanya sekadar pengenalan. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdebar kencang.Jari-jemari Lavanya gemetar saat hendak mengirim balasan. Namun ia kembali menghapus huruf-huruf yang telah diketiknya.Pesan itu tidak perlu dibalas. Karena mungkin Danish hanya sekadar ingin memberitahu nomornya.Handphonenya kembali berdenting. Kali ini pesan dari Nadia yang memberitahu ada meeting siang ini.Lavanya mengesahkan napas. Ia harus kembali ke kantor sekarang.Ketukan high heels Lavanya yang bertemu dengan lantai menimbulkan bunyi tersendiri.Saat ia masuk ke kantornya ia menemukan keadaan yang sunyi. Ia memang telat hampir setengah jam akibat pulang ke rumah tadi.Ia menggegas langkahnya ke ruang meeting."Maaf, saya terlambat, Pak," kata Lavanya pada Herman—atasannya.Semua mata tertuju pada Lavanya, termasuk Danish. Lavanya pikir lelaki itu sudah pergi, nyatanya masih ada di sini.Herman menatap L

    Last Updated : 2025-03-15
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 7

    "Ma, aku juga mau punya boneka kayak Oci," kata Belia malam itu."Boneka apa, Nak?" tanya Lavanya lembut."Oci beli boneka baru, Ma. Bagus deh," tunjuk Belia pada sepupunya yang sedang bermain boneka Hello Kitty berwarna pink.Lavanya hanya bisa menghela napas. Ia mengusap kepala putrinya sambil menahan sesak di dada. Ia ingin sekali membelikan boneka baru untuk Belia, tapi apa daya, untuk makan pun harus berhemat."Nanti kalau Mama punya uang kita beli ya, Nak," ucap Lavanya dengan suara setenang mungkin.Belia menganggukkan kepalanya meski kekecewaan jelas terlihat di wajahnya.Belia kemudian mengambil boneka beruangnya yang sudah kumal. Yang matanya sudah copot sebelah dan terdapat sobekan di bagian pinggang. Anak itu bermain berdua dengan sepupunya. Melihat hal itu Lavanya semakin tidak kuasa menahan perasaannya. Terlebih lagi ketika mendengar percakapan keduanya."Ih, Bel, boneka kamu jelek banget," hina Yosi."Nggak apa-apa. Walau jelek tapi ini boneka kesayanganku," jawab Belia

    Last Updated : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 8

    Pipi Lavanya terasa panas dan perih, tapi hatinya jauh lebih sakit. Napasnya tersengal, dadanya bergetar hebat, menahan tangis yang hampir pecah. Ia meminjamkan mata, mencoba menelan semua perasaan sakit. Tapi amarah dan kecewa yang sudah lama ia pendam kini mendidih di dadanya. "Mas Erik...," suaranya gemetar, tetapi matanya basah dan penuh luka saat menatap Suaminya. "Kamu udah keterlaluan, Mas."Erik menggeram. Wajahnya merah karena emosi dan alkohol yang menguasai tubuhnya. "Kamu yang bikin aku kayak gini!" bentaknya. "Istri macam apa yang menolak suami sendiri? Sejak kapan kamu pandai menolakku, hah? Siapa yang ngajarin? Kamu lupa udah nggak punya siapa-siapa lagi selain aku?"Lavanya menggeleng, air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. "Aku ini istrimu, Mas, tapi aku juga manusia. Aku capek, aku muak. Aku udah nggak tahan sama semua ini."Lavanya berusaha bangkit dari tempat tidur tapi Erik menahannya. Mata Lelaki itu membelalak, tangannya mencengkeram lengan Lavanya dengan kuat.

    Last Updated : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 9

    Lavanya melangkah ke kantor dengan gontai. Menggunakan blazer abu-abu dan rok pensil hitam, ia tampak begitu feminin. Sedikit pun tidak ada firasat dalam dirinya kalau hari ini akan terjadi sesuatu yang besar.Suasana di kantor tampak tidak seperti biasa. Para rekan kerjanya berbisik-bisik."Nya, sini!" Dian melambaikan tangan pada Lavanya yang sudah berada di kursinya.Lavanya melempar senyum dari jauh. Ia sedang malas mendengar gosip apa pun.Melihat Lavanya hanya tersenyum tanpa ada niat untuk bergabung, Dian, Lina dan Sari menghampirinya."Nya, udah dengar gosip terbaru belum?" kata Dian."Gosip apa?" tanya Lavanya tanpa minat."Pak Herman bakal dimutasi dan kita bakal punya kepala cabang yang baru.""Oh. Terus kenapa?" respon Lavanya yang tidak terlalu tertarik. Mutasi atau rotasi jabatan bukanlah hal yang aneh.Dian mencondongkan tubuhnya ke arah Lavanya dan berbisik dengan suara rendah. "Kabar baiknya dia masih muda dan ganteng banget!!!" Lina dan Sari cekikan menanggapi Dian y

    Last Updated : 2025-03-17
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 10

    Lavanya menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah akibat tamparan Erik."Nggak apa-apa," jawabnya pelan.Danish mempersempit jarak di antara mereka, matanya menatap Lavanya dengan penuh selidik. "Nggak apa-apa gimana? Ini pipi kamu merah banget."Suara itu membuat Lavanya ingin jatuh, tapi ia tidak punya tempat untuk bersandar."Maaf, Pak, saya harus kembali kerja."Lavanya melangkah cepat melewati Danish. Namun lelaki itu mencekal lengannya. Tidak keras, tapi berhasil menghentikan langkah Lavanya."Lavanya, kalau kamu ada masalah, kamu tahu akan cerita ke siapa, 'kan? Aku siap mendengarnya, Nya.""Terima kasih, Pak, tapi saya baik-baik saja."Usai mengatakan kalimat singkat itu Lavanya melepaskan tangannya, meninggalkan Danish yang berdiri di lorong, menatap punggungnya yang semakin menjauh.**Ruangan meeting hari itu terasa lebih dingin. Lavanya duduk di sisi kiri meja, sedangkan Danish di ujungnya. Saat ini Danish sedang memimpin presentasi tender untuk proyek besar

    Last Updated : 2025-03-17
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 11

    Lavanya memasuki ruangannya dengan tubuh lesu. Ia langsung menghempaskan diri ke kursi. Menyalakan komputer, ia menatap grafik angka penawaran yang telah disusunnya dengan rapi dan penuh perhitungan tapi ditolak Danish. Semua terasa sia-sia dan tidak ada gunanya. "Lemes banget, kenapa sih?" tanya Nadia yang mendatangi mejanya.Lavanya tidak bersuara. Ia menjawab dengan tatapan yang tertuju pada layar komputer."Oh itu." Nadia ikut memperhatikan layar komputer Lavanya. "Udahlah, Nya. Ikuti aja maunya Pak Bos. Kita cuma kacung. Yang punya kuasa tetap yang di atas."Iya, mereka hanya bawahan di kantor itu yang harus menuruti semua aturan dan keputusan atasan. Namun kali ini Lavanya benar-benar kecewa.Lavanya menghela napas. Ditatapnya Nadia yang masih berdiri di dekat mejanya. "Dia bilang harga kita nggak make sense, tapi dia sadar nggak sih kalau angka yang dia ajukan justru nggak masuk akal? Dengan harga setinggi itu kita nggak bakal menang. Kalau katanya nggak apa-apa kalah daripada

    Last Updated : 2025-03-18
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 12

    Hari sudah beranjak malam saat Danish pulang dari kantor. Saat ini ia sedang duduk di kursi belakang mobil sambil termenung. Ia sedang memikirkan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Lavanya. Meski sudah mendapatkan data Lavanya dari file karyawan, namun itu baginya belum cukup. Sosok Lavanya terus membayanginya. Tatapannya yang sendu seakan menahan kesedihan yang mendalam, caranya membawa diri dengan ketegaran yang seolah dipaksakan membuat Danish tahu bahwa Lavanya memang tidak baik-baik saja. Jangan pernah lupakan, Lavanya pernah menjadi orang terdekatnya, jadi Danish tahu bagaimana perempuan itu."Pak Dharma," panggil Danish pada supir perusahaan yang kini menjadi supir pribadinya."Iya, Pak," jawab lelaki separuh baya itu sambil memandang Danish melalui spion tengah."Bapak sudah lama kerja di sini?""Lumayan, Pak. Sudah hampir sepuluh tahun," jawab Dharma dengan sopan."Kalau begitu Bapak tahu banyak tentang karyawan di kantor?""Lumayan, Pak."Danish terdiam sejenak, memikirkan

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 34

    Erik memacu motornya dengan kencang menuju rumah Mona. Ia menyalip dengan sembarangan ketika ada kendaraan yang menghalanginya di depan. Yang ada di pikirannya saat ini adalah secepatnya bertemu dengan Mona. Ia akhirnya tiba di rumah mantan kekasihnya. Suasana rumah malam itu terhitung sunyi. Hanya ada suara samar gemerisik daun dari pohon yang tumbuh di halaman.Di beranda rumah, Mona sedang duduk menunggu Erik. Ia tersenyum manis menyambut kedatangan lelaki itu."Akhirnya Mas Erik datang juga," ucapnya senang."Aku nggak mungkin membiarkan kamu sendirian dalam keadaan begini, Mon." Erik membalas senyuman Mona.Mona membukakan pintu untuk Erik. Mereka berdua melangkah masuk ke dalam rumah."Kamar Mona di lantai atas. Karena gelap tadi Mona hampir kepeleset, Mas," beber perempuan itu sembari memimpin langkah menaiki tangga.Tiba di kamar, Erik mendapati suasana gulita. Hanya ada sedikit cahaya dari luar yang menembus jendela sebagai sedikit penerangan.Erik mendongak, menatap lampu y

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 33

    Erik tidak kunjung kembali hingga malam tiba. Hanya Lavanya sendiri yang menjaga Belia di rumah sakit. Bahkan Lavanya masih memakai pakaian kerjanya tadi pagi. Lavanya mengambil handphone. Ia bermaksud menelepon Erik dan meminta agar dibawakan pakaian ganti. Tapi setelah sambungan terhubung Erik tidak juga menjawab panggilan darinya hingga berkali-kali Lavanya men-dial.Akhirnya Lavanya menyerah. Ia mematikan panggilan terakhir dengan embusan napas kecewa."Mama barusan nelepon Papa?" tanya Belia yang sejak tadi memerhatikan gerak-geriknya.Lavanya beralih menatap Belia kemudian menganggukkan kepala."Terus Papanya mana, Ma? Tadi Mama bilang Papa cuma keluar sebentar. Sampai sekarang kok nggak balik-balik?"Tatapan Lavanya jatuh lebih lekat di wajah Belia. Ia bisa merasakan bahwa anaknya tersebut begitu berharap akan kehadiran ayahnya."Mama telepon Papa tapi nggak dijawab. Mungkin Papa masih sibuk. Bentar ya Mama chat Papa dulu.""Suruh Papa ke sini ya, Ma?" pinta Belia."Iya, Sayan

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 32

    "Papa ke mana, Ma? Kenapa Papa pergi?" Belia merengek melihat Erik meninggalkannya."Papa ke luar sebentar. Ada perlu katanya." Lavanya terpaksa berbohong pada anaknya. Ia sama sekali tidak tahu Erik pergi ke mana. Lelaki itu pergi begitu saja. Tanpa pamit. Tanpa memberi tahu. Tidak juga meminta izin.Belia menatap pintu kamar yang tertutup rapat dengan harapan ayahnya akan segera kembali. "Papa perginya lama ya, Ma?""Nggak... Papa hanya sebentar.""Tadi Papa marah sama Mama ya? Papa marah sama aku juga ya?""Papa nggak marah sama siapa-siapa, Sayang." Lavanya menyangkal sembari tangannya membelai lembut kepala Belia. Hatinya begitu sedih saat mengatakan itu. Tapi apa lagi yang bisa ia ucapkan? Belia tidak akan mengerti kalau cinta bisa melukai dan perasaan tidak akan sama selamanya."Tapi tadi aku dengar Papa bentak-bentak Mama."Lavanya ingin mengatakan bahwa Belia hanya sedang bermimpi. Bahwa sikap Erik padanya baik-baik saja. Namun rasanya sudah terlalu sering ia membohongi anak

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 31

    "Aku belum selesai," kata Erik ketika Lavanya membalikkan badannya dan berniat untuk memberikan perhatian sepenuhnya pada Belia.Lavanya memejamkan mata sembari menahan napas. Benar dugaannya. Erik masih berniat melanjutkan pertengkaran."Apa lagi, Mas?" tanya Lavanya tanpa melihat lelaki itu.Erik merengkuh tubuh Lavanya hingga menghadap padanya. "Sebenarnya ada hubungan apa di antara kalian?" tatapnya dengan sorot menusuk tajam."Maksud Mas?""Jangan bilang kalau hubungan kamu dan dia hanya sebatas atasan dan bawahan.""Tapi memang begitu faktanya, Mas. Hubungan aku dan Pak Danish hanya sebatas atasan dan bawahan di kantor. Nggak lebih," kata Lavanya menegaskan."Nggak lebih kamu bilang? Aku ngeliat sendiri gimana caranya memandang kamu, caranya bicara, semua gestur tubuhnya menunjukkan lebih dari itu.""Itu hanya perasaan Mas saja," sangkal Lavanya. "Itu bukan hanya perasaanku, tapi fakta. Dia punya rasa sama kamu. Apa kamu nggak ngerti juga?""Sebenarnya Mas hanya ngerasa insecure

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 30

    Danish terdiam di sisi pintu. Matanya memandang Lavanya dan Erik yang berdiri saling berhadapan penuh ketegangan. Walaupun ia tidak mendengar percakapan di antara keduanya, namun atmosfer panas yang melingkupi ruangan cukup memberinya gambaran. Telah terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan di sini. Ingin berbalik pergi, namun ia sudah terlanjur membuka pintu dan terlihat oleh keduanya."Maaf, saya nggak tahu kalau Mas Erik sudah datang," kata Danish dengan sopan. Ia melangkahkan kakinya pelan masuk ke dalam kamar. Diletakkannya kantong berisi makanan di atas meja di samping tempat tidur Belia. "Ini saya belikan nasi untuk makan siang Lavanya dan Mas Erik. Silakan dimakan kalau Mas Erik berkenan," sambungnya. Sebenarnya satu bungkus nasi lagi adalah untuknya. Namun karena melihat Erik sudah ada di sana Danish menjadi sungkan.Erik mengirim tatapan tajam pada Danish. Dadanya naik turun menahan emosi yang memuncak. Lavanya yang menyadari situasi semakin genting melangkah menghampiri Danis

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 29

    Lavanya salah jika mengira Erik akan langsung meledak. Lelaki itu justru terdiam menatap Lavanya dalam keheningan yang mencekam. Namun, Lavanya tahu dari rahangnya yang mengeras dan wajahnya yang menggelap sebentar lagi Erik akan memuntahkan kemarahan. "Lagi-lagi dia!" Erik akhirnya bersuara. Nadanya rendah tapi begitu tajam. "Kenapa selalu ada dia di setiap urusan kamu?""Mas, kamu jangan langsung emosi. Ini bukan tentang aku, bukan tentang dia dan bukan tentang kamu. Tapi tentang anak kita," ucap Lavanya mencoba memberi pengertian sebelum bara dalam amarah Erik membesar."Tapi kamu selalu melibatkan dia! Kamu biarin dia membawa kamu dan membawa anakku ke rumah sakit mahal, di kamar VIP pula. Jangan-jangan dia yang bayar. Iya?"Lavanya menundukkan wajahnya. Tak perlu repot-repot menjawab karena keheningannya sudah cukup sebagai jawaban.Erik tertawa pelan. Tawa yang begitu penuh dengan amarah. Harga dirinya sebagai laki-laki dan seorang suami terasa dilukai oleh sikap Danish. "Hebat

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 28

    Alih-alih menelepon atau mengirimi Lavanya pesan, Erik menanyakan keberadaan kamar Belia ke bagian informasi rumah sakit. Petugas di sana menjawab bahwa Belia dirawat di kamar VIP 01. Erik terkejut mengetahuinya. "Di kamar VIP?""Benar sekali, Pak," jawab petugas setelah mengecek sekali lagi datanya di komputer.Lalu tanpa berterima kasih Erik pergi begitu saja. Langkahnya tertuju ke kamar yang disebutkan petugas tadi. Lelaki itu menggeram di dalam hati. Lavanya selalu bilang kekurangan uang, tapi bisa-bisanya menempatkan Belia di kamar VIP yang tentunya tidak murah. Bagaimana dia membayarnya?Erik benar-benar tidak habis pikir atas sikap Lavanya yang bertentangan dengan ucapannya.Ketika tiba di kamar VIP 01, Erik tidak langsung masuk ke kamar tersebut. Ia berdiri di depan pintu sambil menghela napasnya. Lalu tanpa mengetuk ia membuka pintu dan menerobos begitu saja. Lavanya yang sedang menggenggam tangan Belia yang sedang tidur terkejut atas kedatangan lelaki itu. Pikirnya Erik t

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 27

    Sudah berjam-jam berlalu. Belia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap karena harus menjalani perawatan sampai beberapa hari ke depan. Namun, Erik masih belum muncul juga.Hanya Danish yang setia menemani Lavanya sejak tadi. Mulai dari pergi ke sekolah Belia, mengantar ke rumah sakit, mendampingi Lavanya yang bergumul dengan kekhawatiran, hingga membujuk Belia yang menangis karena ingin membuka jarum infus di tangannya.Lavanya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia tersentak seolah baru tersadar.'Ini kan kamar VIP, biayanya pasti mahal,' lirihnya di dalam hati.Tadi karena panik jadi Lavanya tidak terlalu memperhatikan ketika Danish mengurus kamar untuk Belia. Lavanya pikir Danish akan menempatkan Belia di kamar biasa. Nyatanya ia salah.Lavanya menggigit bibirnya. Buana Hospital adalah rumah sakit swasta ternama di kota A. Dan masalahnya adalah asuransi karyawan di kantornya tidak meng-cover perawatan jenis apa pun di rumah sakit tersebut. Kantornya hanya bekerja sama dengan rumah s

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 26

    Setelah tiba di rumah sakit mereka berjalan tergesa-gesa menuju IGD dengan Belia yang berada di dalam gendongan Danish."Maaf, permisi," kata Danish ketika melewati kerumunan orang-orang di ruang tunggu.Lavanya langsung mendatangi bagian administrasi. "Sus, anak saya tadi pingsan. Badannya panas," lapornya cemas.Dengan sigap seorang perawat mengarahkan mereka. Ia membuka tirai salah satu bilik perawatan.Danish menurunkan Belia dari gendongannya lalu membaringkan anak itu dengan hati-hati di atas ranjang rumah sakit.Belia menggeliat pelan, membuka matanya sebentar lalu memejamkan kembali.Lavanya mengusap-usap kepala Belia yang basah oleh keringat. Sampai detik ini ia tidak bisa menyembunyikan perasaan cemasnya."Belia, ini Mama. Bertahan ya, Sayang.""Pusing, Ma...," rintih Belia dengan suara lirih."Iya, Nak. Sebentar lagi dokter datang. Belia akan segera sehat."Dengan sorotnya yang redup Belia menatap Lavanya dan sekitarnya dengan lemah. "Papa mana, Ma?" tanyanya lantaran tida

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status