"Aku disuruh menghadap Dekan.""Kenapa bisa sampai ke Dekan?" sela Sandi "Aku tidak tahu.""Ayo, kami temani ke sana," ujar Sandi Beberapa dari mereka mengikuti Aina ke ruang Dekan, walau mereka dihentikan di pintu masuk, hanya Aina yang diijinkan. Mereka tetap menunggu di depan ruangan Dekan.Aina sangat gugup menatap pria paruh baya yang sangat berwibawa di hadapannya, tengah duduk di kursi kebesarannya. Di meja terdapat papan nama yang sangat jelas, DR. Rahmat Hidayat, M.Si "Bagaimana kau menjelaskan foto-foto yang beredar ini?" ujar lelaki itu.Bahasa yang digunakan lelaki itu tidak formal, sehingga Aina merasa cukup dekat secara emosional dengan pria paruh baya ini, membuat Aina lebih rileks "Apakah ini beneran kamu?""Iya, tetapi tidak ada yang salah yang saya lakukan itu, yang salah adalah yang diam-diam memotretnya dan menyebarkan berita bohong," jawab Aina."Kenapa kau merasa tidak bersalah?""Karena saya melakukannya dengan pasangan halal saya, suami saya, Pak.""Eh?"L
"Aina? Mau pulang? Ayo bareng saya, Rian sedang mengambil mobil di parkiran." Aina tidak terkejut dengan kemunculan orang ini, lelaki itu berjalan dengan anggun, tangan kirinya memegang tas laptop, penampilannya yang rapi, kemeja abu-abu lengkap dengan dasi hitam dan celana dasar hitam, menandakan jika lelaki ini pekerja kantoran yang eklusif. Rambutnya yang disisir rapi dan diberi pomade, membuat kesan maskulin pada lelaki jangkung ini bertambah seksi. "Pak Agung? Terima kasih, Pak. Saya belum mau pulang, ada urusan sedikit yang akan saya selesaikan," ujar Aina dengan nada sopan. Lelaki itu tepat berdiri di hadapan Aina, tinggi badannya yang hampir mencapai 190 cm membuat Aina harus mendongakkan wajahnya untuk melihatnya, tubuhnya yang terlalu tinggi membuat tubuhnya yang sebenarnya atletis tampak lebih kurus, tidak seperti Hasan yang tinggi badannya 180 cm berat tubuhnya terlihat porposional, sehingga tonjolan tulang dan ototnya terlihat lebih seksi. "Aku mau minta tolong, ini l
Agung menatap gadis itu dari spion tengah, matanya menatap dengan mata berbinar dan penuh dengan misteri, sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman yang dia sendiri yang tahu apa maknanya."Aina, ini ... Aku membelikanmu laptop model terbaru," ujar Agung sambil memberikan kotak kardus itu pada Aina."Apa ini, Pak? Maaf saya tidak bisa menerimanya, saya sudah memiliki laptop."Aina terkejut dengan benda yang kini ada di tangannya, secara spontan dia mengembalikan benda itu kepada Agung, tetapi lelaki itu tidak mau menerimanya."Kalau kau tidak suka berikan saja pada orang lain, atau kau buang juga tidak apa-apa, pantang bagiku menerima barang yang sudah kuberikan pada orang lain."Aina bingung dengan perkataan lelaki itu, buang? Melihat benda yang begitu mahal ditangannya apakah dia tega membuangnya? Ah,ya sudah ... Teman-temannya di warung Bakso bisa memakainya."Kita ke mana menjemput temanmu?" tanya lelaki itu."Di dekat masjid sana ada lorong, masuk sedikit ada warung bakso berh
Hari menunjukkan pukul sembilan malam ketika Steven masuk ke dalam sebuah kamar, di atas pembaringan seorang gadis tengah terlelap dengan berbalut selimut putih. Sudah lebih sembilan jam gadis itu hanya tertidur, apa yang sudah dilakukan temannya terhadap gadis di ini? Sehingga dia tidak sadar selama itu? Steven dengan hati-hati duduk di tepi ranjang, ditatapnya wajah gadis rupawan itu yang terlihat tenang, wajahnya yang putih mulus tampak bercahaya di lampu kamar yang temaram, alisnya yang tebal, panjang dan melengkung seperti dipahat sempurna menghiasi wajahnya. Sejak pandangan pertama sudah membuat Steven sayang terhadapnya, entah kenapa rasa sayang itu bertambah terus seiring waktu, kasih sayang yang tulus, yang belum pernah dia rasakan terhadap gadis manapun, kasih sayang yang tidak membuat dirinya serta Merta ingin melepaskan hasrat kelelakiannya. Lelaki tiga puluh tahun itu mengulurkan tangan membelai lembut wajah halus itu, entah apa yang akan terjadi pada gadis ini jika
"Saya tidak tahu, Bos. Ketika saya sampai lokasi, Bos sudah tidak ada. Saya menelpon Bos, rupanya bos berada di rumah sakit," jawab Rian. "Sialan! Ada yang berani mengerjaiku, cari tahu pengendara motor ninja. Dia yang sudah memukul kepalaku, dia juga pasti yang sudah menabur paku untuk membuat ban mobilku bocor." "Apa Bos tahu berapa plat nomornya?" "Mana saya sempat lihat-lihat plat nomornya?" "Kalau gitu susah lah, Bos. Di sini ada berapa banyak yang punya motor ninja." "Aku kau niat mau cari ya bisa saja." "Lagi pula kejadiannya di luar kota, Bos. Mana ada cctivi di jalan tengah semak belukar seperti itu," ujar Rian dengan menghembuskan napas lelah. "Bos tidak lihat wajah orang itu?" "Wajahnya tertutup helm, bagaimana aku bisa lihat?" Nada bicara Agung mulai meninggi. Pintu tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik dengan rok selutut, kemeja wanita yang ketat dan rambut panjang yang Cepol melangkah ke arah mereka. "Kenapa bisa kecelakaan, Mas?" tanya wanita itu dengan cem
Melanie memasang wajah datar, dia tidak lagi menanggapi perkataan lelaki ini, dia melangkah dengan acuh tak acuh melewatinya. Namun, lelaki itu tidak akan pernah melepasnya, dengan gerakan cepat, dia meraih tangan gadis itu dan menariknya keluar. Dia membawa gadis itu ke baseman parkiran mobil, suasana yang telah malam, membuat suasana di perkiran juga sepi.Melanie meronta, sekuat tenaga dia ingin melepaskan pegangan tangan lelaki itu, namun dia mana bisa menandingi tenaga lelaki itu."Stev, lepaskan! Tidak usah kau ganggu aku lagi!" pekik gadis itu.Lelaki itu segera menghempaskan tubuh gadis itu di mobilnya, dan mematikan alarm-nya. Dia mengungkung tubuh gadis itu, sehingga tidak bisa melarikan diri."Aku sudah lama mencarimu, bagaimana aku bisa melepaskanmu? Aku rindu saat-saat kita bersama di Aussie dulu."Tanpa aba-aba, lelaki itu meraup wajah gadis itu dan melumat bibirnya dengan rakus, tanpa memberi celah pada gadis itu untuk menghindarinya. Melanie yang sudah lama tidak disen
Ketika waktu menunjukan pukul tujuh pagi, Aina benar-benar terbangun. Pemandangan yang dilihat pertama kali adalah binar indah penuh cinta dari suaminya, lelaki itu duduk di bangku plastik tak pernah lepas memegang tangannya. "Sudah bangun?" Suara merdu itu menyapanya."Hmmm.""Bagaimana perasaanmu, Sayang? Bagian mana yang sakit?""Bagian ini," tunjuk Aina pada punggung tangannya yang diinfus. "CK ... Bukan itu maksudku, kau baru saja kecelakaan kata perawat di sini, bagian mana yang sakit?" "Aku tidak bohong, bagian inilah yang paling sakit sekarang."Hasan seolah tidak percaya dengan perkataan istrinya, apakah dia tidak merasakan sakit sama sekali? Kenapa dia pingsan sampai selama itu? Apa yang terjadi sebenarnya."Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa kau bisa kecelakaan?""Aku kecelakaan? Kapan? Kok aku gak tahu?"Aina heran kenapa suaminya berkata kalau dia kecelakaan, ingatan terakhirnya dia masuk mobil Agung untuk menjemput Anisa. Haruskah dia mengatakan tentang Agung pada su
Setelah Hasan mengurus surat kepulangan Aina dari rumah sakit, lelaki itu memberi paper bag kepada istrinya."Cepat mandi, pakai ini. Ini peralatan mandinya.""Mandi di rumah sakit, Bang?""Iya, di sini ada kamar mandi, kan? Gak sempat untuk pulang ke rumah, kita harus segera ke kampus. Kau mau dikeluarkan dari kampus?""Oke, oke aku mandi sekarang."Selesai mandi, Aina keluar sudah berpakaian, baju baru yang dibelikan Hasan yaitu celana jeans dan blouse selutut berwarna coklat muda, berkerah Shanghai dengan manik-manik menghiasai bagian bawah. Aina mencepol rambutnya dan menyisakan anak rambut yang menjuntai di dekat telinganya, anting perak berhias mutiara menghiasi telinganya, telinga dan lehernya yang putih terekpos dengan sempurna."Kenapa rambutmu di sanggul seperti ini?" tanya Hasan."Panas, Bang. Kalau diurai.""Lehermu jadi kelihatan, aku harus menandainya lagi."Sebelum Aina merespon, lelaki itu sudah mendaratkan bibirnya dan menghisap dengan keras di leher belakang gadis i
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b