Share

Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan
Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan
Author: Zayba Almira

Bab 1

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2025-01-29 15:00:41

Clara duduk di mejanya, menatap layar komputernya dengan pandangan kosong. Email dari Kieran itu masih terbuka di layar, subjek yang singkat dan penuh arti: 'Pertemuan Pribadi - Kieran Damaris.' Sesuatu di dalam dirinya terasa berbeda kali ini.

Selama dua tahun bekerja di bawah Kieran, Clara sudah terbiasa dengan rapat-rapat rutin, instruksi yang jelas, dan peranannya yang lebih banyak di belakang layar. Tetapi hari ini, ada yang mengusik. Ada ketegangan yang lebih dalam.

Tugas-tugas hariannya selalu datang dengan tumpukan file dan jadwal yang padat. Mengatur rapat, mempersiapkan laporan, menyaring email, itu adalah rutinitas yang sudah sangat dikuasainya.

Namun, memimpin proyek besar yang melibatkan seluruh tim? Itu sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan. Clara menatap email itu lagi. "Saya ingin kamu memimpin proyek besar ini," kata Kieran dalam pesan singkatnya.

Perasaan cemas mulai merayap dalam dirinya. Clara tahu bahwa ini adalah kesempatan yang besar, kesempatan untuk menunjukkan potensinya. Tetapi, di sisi lain, perasaan takut mulai menguasainya. 'Apakah saya benar-benar siap untuk ini?'

Di ruang rapat beberapa jam kemudian, tatapan Kieran yang tajam kembali menghantui pikirannya. Kieran sudah duduk di kursinya, dengan ekspresi serius yang selalu dia kenakan saat rapat.

Begitu Clara masuk, dia merasa seperti ada tekanan yang tiba-tiba menyelimuti ruangan. Kieran tidak langsung berkata apa-apa. Dia hanya menatapnya, menunggu Clara berbicara.

"Clara," Kieran akhirnya memulai, suaranya seperti biasa—tenang dan penuh wibawa. "Saya ingin kamu memimpin proyek besar ini. Saya percaya kamu bisa."

Clara merasa pipinya memanas. "P-pemimpin? Saya... saya tidak yakin jika saya siap untuk itu, Pak."

Kieran hanya mengamati, matanya tetap tajam. "Jangan meragukan dirimu sendiri. Kamu sudah bekerja di sini cukup lama. Saya tahu kamu bisa."

Clara menelan ludah. 'Saya sudah bekerja di sini cukup lama, tapi bukan berarti saya siap memimpin proyek besar ini.' Dalam dua tahun terakhir, dia telah melihat betapa beratnya tanggung jawab seorang pemimpin.

Semua keputusan besar, semua tekanan—semua itu harus dihadapi sendirian. Dan saya takut gagal.'

"Pak... ini terlalu besar bagi saya," kata Clara, suara bergetar. "Saya tidak ingin mengecewakan Anda."

Kieran mengerutkan kening, namun tidak berkata apa-apa. Dia hanya menatap Clara, seolah menunggu lebih banyak penjelasan.

Clara merasakan perasaan tidak layak itu semakin menguat—seperti ada suara di dalam dirinya yang mengatakan bahwa dia hanya pantas berada di belakang layar, bukan di depan. 'Saya hanya seorang asisten. Saya bukan pemimpin.'

"Kamu tidak akan tahu sampai kamu mencoba," kata Kieran akhirnya, suaranya lebih lembut, namun tetap tegas. "Saya percaya padamu, Clara."

Clara mengangguk, meskipun hatinya masih penuh dengan keraguan. "Baik, Pak. Saya akan coba."

Ketika rapat berakhir dan Kieran meninggalkan ruangan, Clara tetap duduk di kursinya, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan.

Dia merasa seperti ada beban besar yang diletakkan di pundaknya. 'Apa yang akan terjadi jika saya gagal?' Perasaan itu terus menghantuinya.

Namun, satu hal yang pasti—kesempatan ini tidak datang dua kali. 'Saya harus mencobanya.'

Clara duduk di mejanya, jari-jarinya terhenti di atas keyboard, matanya menatap layar yang kini tampak kabur. Ketegangan yang mengalir di dalam dirinya seolah semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Kieran Damaris telah memberinya tanggung jawab besar, lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Memimpin proyek besar? Itu bukanlah sesuatu yang bisa ia lakukan dengan mudah.

Tapi di sisi lain, dia tahu ini adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan.

Dia memalingkan pandangannya dari layar komputer, menatap pemandangan kota yang terlihat dari jendela ruang kerjanya.

Gedung pencakar langit, lalu lintas yang sibuk, dan langit biru yang hampir tak terlihat di balik tumpukan awan. Semua itu tampak begitu jauh. 'Begitu jauh dari rasa cemas yang menggerogoti dirinya.'

Dia memijat pelipisnya. 'Kenapa aku merasa begitu takut?'

Dalam dua tahun bekerja di bawah Kieran, Clara sudah terbiasa dengan beban pekerjaan yang datang dengan cepat dan sering kali mendesak.

Mengatur jadwal, menjawab telepon, menyiapkan dokumen, semuanya sudah menjadi rutinitas. Namun, memimpin tim?

Mengambil keputusan besar yang bisa memengaruhi seluruh perusahaan? Itu adalah dunia yang jauh lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan.

Sebuah suara keras terdengar dari luar ruangannya, suara pintu yang terbuka dan langkah kaki yang mantap.

Clara menoleh, dan jantungnya langsung berdebar lebih cepat. Kieran. Langkahnya yang pasti terdengar jelas bahkan sebelum ia muncul di ambang pintu.

Clara berusaha untuk tetap tenang, menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap layar komputernya. Namun, saat Kieran masuk ke ruangan, atmosfer langsung berubah. Ada ketegangan yang bisa dirasakan di udara.

Kieran, dengan tubuh tegap dan wajah yang sulit dibaca, berdiri di depan meja Clara.

"Clara," suaranya datar, namun ada nada yang sedikit berbeda—lebih lembut, lebih intens dari biasanya. "Apakah kamu sudah mempersiapkan laporan untuk proyek besar ini?"

Clara menatapnya, mencoba menutupi rasa gugupnya dengan sebuah senyuman yang dipaksakan. "Ya, Pak. Semua sudah siap."

Suaranya terdengar sedikit lebih tinggi dari biasanya, seolah ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia benar-benar siap.

Kieran mengangguk pelan, namun matanya tetap menatap Clara dengan intens. "Bagus. Saya ingin proyek ini berjalan sempurna. Dan saya ingin kamu memimpin tim riset ini."

Clara merasa seolah seluruh dunia berhenti sejenak. 'Memimpin?' Suara itu bergema dalam pikirannya. 'Saya?'

"Pak...," Clara menelan ludah, mencoba untuk tidak memperlihatkan betapa terkejutnya dia. "Saya... saya tidak yakin saya siap untuk itu."

Kieran tetap diam, memandangi Clara dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ada jeda yang panjang, terlalu panjang bagi Clara. 'Apakah dia kecewa dengan saya?

Apakah dia merasa saya tidak mampu?' Rasa cemas itu semakin menggerogoti dirinya, dan dia bisa merasakan pipinya mulai memanas, cemas apakah Kieran bisa melihat kegugupannya yang semakin jelas.

"Clara," suara Kieran akhirnya memecah keheningan. "Kamu sudah bekerja di sini cukup lama. Kamu tahu betul bagaimana cara menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik."

Ia beralih ke dokumen yang terletak di atas meja Clara, mengambil beberapa lembar laporan yang sudah dipersiapkan. "Saya percaya kamu bisa melakukannya."

Clara menatap Kieran, bibirnya sedikit terkatup. 'Kamu percaya padaku?' Bagaimana mungkin? Dia hanya seorang asisten, bukan seorang pemimpin.

Selama ini, perannya hanya sebagai pendukung—mengatur jadwal, menyaring email, memastikan semuanya berjalan lancar.

'Tapi memimpin proyek besar?' Itu bukan sesuatu yang bisa ia lakukan dengan mudah.

"Kami bekerja bersama, Clara," lanjut Kieran dengan nada yang lebih lembut, namun tetap penuh kepastian. "Saya tidak akan membiarkanmu sendirian. Kamu akan mendapatkan dukungan penuh."

Clara mengangguk, meskipun rasa ragu dan cemas masih melingkupi pikirannya. 'Dukungan penuh? Tapi apakah saya benar-benar siap?' Perasaan tidak layak itu semakin menguasai dirinya.

Dia merasa seolah-olah dunia akan mengamatinya, menilai setiap langkah yang dia ambil. Jika dia gagal, semua orang—terutama Kieran—akan melihatnya sebagai kegagalan.

'Dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa saya tanggung.'

Namun, Kieran tampaknya tidak melihat keraguan itu. Dia melangkah ke arah pintu, menoleh ke belakang dan menatap Clara dengan senyum tipis yang sulit diartikan.

"Saya berharap kamu bisa mengambil kendali, Clara. Saya percaya padamu."

Clara hanya bisa mengangguk dengan kaku, berusaha menjaga ekspresi wajahnya agar tetap profesional. 'Saya harus melakukannya. Saya harus menunjukkan bahwa saya bisa.'

Setelah Kieran meninggalkan ruangan, Clara duduk kembali di kursinya, mencoba untuk meredakan ketegangan yang masih menguasai tubuhnya.

Tangannya sedikit gemetar saat dia memegang pena, matanya menatap dokumen yang ada di meja. 'Proyek besar ini. Saya akan memimpin tim riset. Saya harus melakukannya.'

Namun, di dalam dirinya, perasaan itu tetap ada. Perasaan cemas dan tidak yakin. 'Apa yang akan terjadi jika saya gagal?' Pertanyaan itu terus berputar di pikirannya, seperti bayangan gelap yang tak bisa dihindari.

Clara menatap pemandangan kota dari jendela, mencoba menenangkan diri. Tetapi, semakin dia berpikir, semakin kuat perasaan bahwa ini adalah titik balik dalam kariernya—sesuatu yang akan mengubah arah hidupnya, entah itu menjadi peluang besar atau kegagalan yang menghancurkan.

'Saya harus melakukannya. Untuk diri saya sendiri.' Meskipun ketakutan itu terus mengguncang, Clara tahu satu hal: kesempatan ini tidak datang dua kali. 'Saya harus membuktikan bahwa saya bisa.'

Related chapters

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 2

    Clara berdiri di depan jendela ruang kerjanya, memandang kota yang sibuk di bawah sana. Udara pagi terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun musim panas sudah mulai mendekat. Tapi itu bukan cuaca yang membuat Clara merasa kedinginan. Pekerjaan. Proyek besar yang diberikan Kieran terus menghantui pikirannya. Setiap detik, setiap pikiran, semuanya berputar di sekitar satu kalimat yang diucapkan oleh Kieran: "Saya ingin kamu memimpin proyek besar ini." Clara menarik napas dalam-dalam dan berbalik, kembali ke mejanya. Tumpukan dokumen dan laporan menanti untuk diselesaikan, tetapi hari ini, segala sesuatunya terasa berbeda. Ada tekanan yang lebih berat daripada biasanya. "Harus bagaimana?" Dia memandangi layar komputernya yang terhampar penuh dengan spreadsheet dan jadwal yang harus dipenuhi. Namun, pikirannya lebih tertuju pada tatapan Kieran yang penuh penilaian, dan kata-kata yang tak bisa ia lupakan. Kieran Damaris, CEO yang selalu tampak tenang dan menguasai segalanya.

    Last Updated : 2025-01-29
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 3

    Pagi itu, Clara merasa seperti seluruh dunia ada di atas pundaknya. Udara di luar jendela terlihat cerah, tapi di dalam ruang kerjanya, perasaan cemas yang menguasai dirinya begitu berat. 'Proyek ini.' 'Memimpin tim riset.' Semuanya terasa begitu besar. Terlalu besar untuknya. Sejak pertemuan dengan Kieran kemarin, Clara tidak bisa berhenti memikirkan kata-katanya. "Kamu punya potensi lebih." "Saya percaya padamu." Kata-kata itu mengiang dalam kepala Clara, tetapi semakin ia berpikir, semakin dia merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang rapuh. Di satu sisi, ada rasa bangga karena Kieran mempercayainya. Tetapi di sisi lain, ada ketakutan yang tak bisa dia hindari—takut gagal, takut tidak memenuhi harapan, dan yang terburuk, takut mengecewakan Kieran. Clara menatap layar komputernya, mencoba untuk fokus pada dokumen yang terhampar di depan mata. Proyek ini adalah peluang besar, tetapi juga tantangan yang menakutkan. Ia harus memimpin tim yang terdiri dari orang-oran

    Last Updated : 2025-01-29
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 4

    Pagi itu, Clara merasa seolah-olah dunia berjalan lebih cepat dari yang bisa dia kejar. Setelah rapat kemarin dengan Kieran, perasaan yang membebani dirinya belum juga menghilang. Kata-kata Kieran tentang bagaimana dia "memiliki potensi besar" dan "bisa melakukannya" terus terngiang-ngiang di kepala Clara. Namun, meskipun kata-kata itu memberikan dorongan, ada sesuatu yang lain yang semakin menyelimuti dirinya. *Perasaan itu.* Perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan. Clara mengatur napasnya dan mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Hari ini, dia memiliki lebih banyak laporan yang harus diselesaikan sebelum rapat besar dengan tim riset. Namun, semakin lama dia duduk di depan komputernya, semakin ia merasakan perasaan lain yang mengusik dirinya. Setiap kali dia memikirkan proyek besar ini, jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Bukan hanya karena tanggung jawab yang berat, tetapi karena ada satu sosok yang selalu muncul dalam pikirannya—Kieran. *Kenap

    Last Updated : 2025-01-30
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 5

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Kieran semakin terasa panjang bagi Clara. Setiap kali dia memasuki ruang kerjanya, ada perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan. Ketegangan antara dia dan Kieran semakin menguat. Setiap pertemuan, setiap percakapan, terasa lebih intens dari sebelumnya. Clara tahu bahwa hubungan mereka sudah berubah, tetapi dia belum siap untuk menghadapi kenyataan bahwa perasaan ini lebih dari sekadar rasa profesionalisme. Pagi itu, Clara duduk di kursinya, menatap layar laptopnya yang penuh dengan spreadsheet dan laporan. 'Saya harus fokus,' pikirnya. 'Ini bukan saatnya untuk berpikir tentang Kieran.' Namun, semakin dia mencoba untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan, semakin perasaan itu semakin sulit untuk diabaikan. Setiap kali dia menatap layar, pikirannya selalu kembali kepada Kieran—kepercayaan yang diberikan padanya, kata-kata yang terus berputar di kepala Clara, dan yang terpenting, tatapan mata Kieran yang penuh perhatian, yang selalu membuat

    Last Updated : 2025-01-30
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 6

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang memantulkan cahaya putih yang dingin. Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya jauh dari spreadsheet dan laporan yang harus diselesaikan. Tatapan matanya kosong, fokusnya terbagi antara pekerjaan yang harus segera selesai dan perasaan yang semakin menguasai dirinya. 'Apa yang saya lakukan?' Clara menggosok wajahnya dengan telapak tangan, mencoba untuk mengusir rasa cemas yang menggelayuti dirinya. Proyek besar yang diberikan oleh Kieran adalah kesempatan emas yang tidak bisa disia-siakan. Namun, semakin dia tenggelam dalam pekerjaan, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya yang mengintai di balik semua itu—perasaan yang berkembang untuk Kieran. Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. 'Ini bukan waktu untuk itu.' Dia harus tetap fokus, menyelesaikan laporan yang harus diserahkan minggu depan. Namun, di balik pikirannya yang berputar-putar, ada

    Last Updated : 2025-01-31
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 7

    Clara duduk di ruang kerjanya, menghadap layar komputer yang penuh dengan angka-angka dan laporan yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun semuanya tampak seperti pekerjaan biasa, perasaan yang menggelayuti dirinya semakin sulit untuk dihindari. Apa yang terjadi pada saya?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa rasanya semakin sulit untuk fokus?' Dia sudah berusaha keras untuk menekan perasaan itu, untuk tetap menjaga jarak profesional dengan Kieran. Namun, setiap kali mereka berbicara, setiap kali Kieran memberikan arahan, ada sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan yang terasa begitu jelas. Tatapan matanya yang tajam, kata-kata yang penuh harapan, bahkan senyum tipis yang terkadang muncul di wajahnya—semua itu membuat Clara merasa semakin terperangkap. ' 'Apakah ini hanya perasaan saya, atau apakah ada sesuatu yang lebih?' Clara menghela napas panjang dan kembali menatap laporan yang harus diselesaikannya. 'Ini bukan waktunya untuk berpikir t

    Last Updated : 2025-01-31
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 8

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan pekerjaan di mejanya. Hari itu, tugasnya semakin berat. Namun, meskipun dia mencoba fokus pada laporan yang harus diselesaikan, pikirannya terus melayang. 'Kieran.' Perasaan itu semakin kuat dan semakin sulit untuk diabaikan. Setiap kali dia memikirkan Kieran, ada campuran perasaan—rasa hormat yang mendalam, ketertarikan yang semakin besar, dan kebingungan yang tak terucapkan. 'Kenapa saya harus merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Saya seharusnya bisa mengendalikan diri.' Tapi semakin lama dia bekerja dengan Kieran, semakin dia merasa terperangkap. Setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan yang tak bisa dihindari. Clara berusaha keras untuk tetap profesional, tetapi perasaan itu semakin kuat, semakin menguasai dirinya. Ponselnya bergetar di atas meja, memecah keheningan yang menyelimuti ruang kerjanya. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, kita perlu bertemu lagi setel

    Last Updated : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 9

    Clara berjalan dengan langkah yang terasa lebih berat dari biasanya menuju ruang kerjanya. Hari ini, semua terasa seperti tantangan. Setiap detik yang berlalu semakin menguatkan perasaan yang telah dia coba untuk tekan. 'Perasaan itu semakin sulit untuk dihindari.' Setiap kali dia bertemu dengan Kieran, setiap kali mereka berbicara tentang pekerjaan, ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang melampaui batas profesional yang selama ini mereka jaga. 'Kenapa saya merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, berusaha mencari jawaban yang tidak kunjung datang. 'Saya harus bisa mengendalikan diri. Ini hanya pekerjaan.' Namun, meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada laporan dan tugas yang ada di mejanya, Clara tahu bahwa ada hal yang lebih besar yang harus dihadapi. Perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran tidak bisa lagi disangkal. Setiap tatapan, setiap senyum yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa semakin terperangkap. 'Apa yang akan terjadi jika sa

    Last Updated : 2025-02-01

Latest chapter

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 54

    Pagi itu, Clara berdiri di jendela kantornya, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Suara hiruk-pikuk kota terdengar samar dari bawah, namun seolah tak menyentuhnya. 'Pikirannya terfokus pada satu hal—Kieran.' Ada perasaan yang semakin tidak bisa dia abaikan, perasaan yang tumbuh di antara mereka berdua yang semakin kuat, meskipun hubungan mereka terikat oleh banyak hal. Namun, 'seiring berjalannya waktu, Clara mulai menyadari bahwa ketegangan di antara mereka lebih dari sekadar pekerjaan.'Ada perasaan yang saling menjerat, seperti benang yang semakin mengikat tanpa ada jalan untuk melepaskannya. Kieran... meskipun terlihat tegas dan profesional, Clara bisa merasakan bahwa ia juga terperangkap dalam dilema yang sama. Akhir-akhir ini, Kieran semakin sering menghindar. Entah karena pekerjaan yang menumpuk atau karena ia mulai merasakan tekanan besar, Clara tak tahu pasti. Namun, ada satu hal yang ia sadari: hubungan mereka semakin penuh dengan ketegangan yang tidak mudah dijel

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 53

    Pagi itu, udara terasa lebih segar dari biasanya. Clara duduk di meja kerjanya, matanya tertuju pada layar komputer, namun pikirannya jauh melayang. 'Kekecewaan, kebingungan, dan harapan'—semua bercampur jadi satu, membelit pikirannya tanpa henti. Sejak pertemuan dengan Arman kemarin, ada sesuatu yang tak bisa ia lupakan. 'Proyek ini, hubungan mereka, semuanya kini terasa semakin rumit.'Ia mengambil secangkir kopi, merenung sejenak. Suara klakson mobil dari luar gedung mulai terdengar, tapi Clara seolah tak mendengarnya. Hanya ada satu hal yang memenuhi pikirannya: 'Kieran'. Setelah pertemuan mereka kemarin, Clara merasa ada sesuatu yang tidak terungkap. Kieran tampaknya lebih cemas dari sebelumnya, dan meskipun ia berusaha untuk tetap tenang, ada perasaan tidak pasti yang tetap mengganjal.“Clara,” suara Kieran yang tiba-tiba mengganggu lamunannya, membuat Clara tersentak. Kieran berdiri di ambang pintu ruangannya, dengan wajah yang lebih serius dari biasanya. “Bisakah kita bi

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 52

    Sore itu, Clara duduk di meja kerjanya, matanya menerawang kosong ke arah layar komputer. Pekerjaan yang tertunda dan rapat yang tak ada habisnya semakin menggerogoti pikirannya. Namun, meskipun tubuhnya lelah, ada perasaan lain yang lebih mendalam yang memenuhi dadanya. 'Rasa takut akan apa yang belum diketahui, dan sekaligus harapan akan apa yang bisa terjadi jika mereka berdua tetap berdiri bersama.'Clara menarik napas panjang, menyandarkan punggungnya di kursi. 'Ia tahu, kini tak ada lagi jalan mundur'. Hubungan mereka telah berubah—lebih rumit, lebih emosional, dan tentu saja lebih berisiko. Tapi juga lebih hidup, lebih nyata.Kieran, di sisi lain, sedang sibuk dengan tumpukan dokumen di ruang kerjanya. Meskipun jarak antara mereka ada di ruang yang berbeda, Clara bisa merasakan bagaimana Kieran pun merasakan ketegangan yang sama. Mereka berdua tidak bisa lagi hanya fokus pada proyek ini, mereka berdua tak bisa lagi berpura-pura.Dalam setiap langkah mereka, ada beban yang

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 51

    Pagi itu, Clara terbangun dengan perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Seolah dunia luar dan segala hal yang biasanya mengalir dengan ritme yang teratur, kini terasa asing. Ia menatap langit biru yang tampak cerah dari jendela kamarnya, tetapi dalam dadanya, ada sesuatu yang mengganjal. 'Apakah yang terjadi dengan perasaannya?'Apakah mungkin hubungan antara dirinya dan Kieran bisa berlangsung meski mereka berada dalam lingkungan profesional yang penuh dengan ambiguitas?Clara menghempaskan selimut dari tubuhnya, merasakan dinginnya udara pagi yang masuk ke dalam ruangan. Saat ia berdiri, kakinya terasa sedikit lemah. Ada banyak hal yang mengisi kepalanya. Semua keputusan yang diambil sebelumnya seolah berputar-putar dalam pikirannya, dan setiap detiknya ia semakin merasa terpojok antara 'perasaan pribadi' dan 'tanggung jawab profesional'.Akhirnya, Clara menatap layar ponselnya. Ada satu pesan dari Kieran yang baru masuk beberapa menit yang lalu. Tanpa ragu, ia membuk

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 50

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang masih menyala. Waktu seakan melambat, dan suara ketikan jarinya di atas keyboard terdengar semakin pelan, seolah mengikuti irama pikirannya yang ragu-ragu. Pikirannya kembali melayang pada pertemuan singkat dengan Kieran tadi pagi. Meskipun mereka tampak bekerja sama dengan baik, ada sesuatu yang tak bisa disembunyikan lagi. 'Keterikatan mereka semakin dalam', begitu pula dengan kebingungannya.Satu minggu lagi, Arman, klien utama mereka, akan datang untuk memeriksa hasil akhirnya. Semua yang telah mereka kerjakan—segala upaya keras, stres, dan waktu yang dihabiskan—akan diuji dalam pertemuan itu. Hasilnya bisa membawa mereka menuju kesuksesan besar, atau justru menghancurkan segala yang telah mereka bangun. Dan Clara tahu betul bahwa 'perasaan yang tak terucapkan di antara dirinya dan Kieran' semakin menambah ketegangan yang sudah mencekam.Selama ini, Clara selalu berusaha menjaga profesionalitasnya. Namun, setelah m

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 49

    Pagi itu, Clara bangun dengan perasaan campur aduk. Setelah melalui beberapa hari yang penuh ketegangan, dia merasa seolah ada sebuah titik terang yang akhirnya mulai terlihat di ujung jalan. Proyek besar mereka yang sempat terancam kini mulai menunjukkan hasil. Namun, dalam diri Clara, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pekerjaan yang harus diselesaikan. 'Perasaan yang telah lama tertahan'—rindu, kekhawatiran, dan juga cinta yang semakin tumbuh—semakin menguat.Kieran, pria yang selama ini menjadi partner sekaligus bos yang ia hormati, kini tak hanya menjadi rekan dalam pekerjaan, tapi juga seseorang yang selalu ada di benaknya, tak peduli seberapa banyak pekerjaan yang harus mereka tuntaskan. Clara merasa hubungan mereka semakin rumit, namun di satu sisi, semakin indah dan penuh arti.Ketika Clara tiba di kantor, dia mendapati Kieran sudah ada di ruang kerjanya, memandangi layar komputer dengan se

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 48

    Keesokan harinya, suasana di kantor terasa lebih ringan. Proyek yang semula menumpuk dengan tuntutan dan deadline yang menekan kini tampak memiliki sedikit ruang untuk bernapas. Clara merasa ada angin segar yang menyelimuti hati dan pikirannya. 'Mereka berhasil mendapatkan kesempatan kedua.'Arman telah setuju untuk memberi waktu tambahan, dan itu berarti mereka memiliki peluang untuk menyelesaikan semuanya dengan lebih baik.Namun, meskipun hal itu membawa sedikit kelegaan, Clara tahu bahwa mereka tidak boleh lengah. Waktu yang mereka miliki sangat terbatas. Mereka hanya punya waktu lima hari untuk memperbaiki semua yang telah gagal dan meyakinkan Arman bahwa mereka mampu mengatasi segala tantangan. Meskipun demikian, Clara merasa sedikit tenang karena Kieran selalu ada di sisinya.Pagi itu, Clara masuk ke ruang kerjanya, menatap tumpukan dokumen yang harus segera diselesaikan. Ponselnya bergetar, dan dia

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 47

    Clara terbangun dengan perasaan berat di dadanya. Pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, ia merasa seolah ada banyak hal yang harus ia hadapi, tapi tak tahu harus memulainya dari mana. Proyek yang mereka kerjakan semakin mendekati titik akhir, tetapi setiap keputusan yang mereka ambil terasa semakin mempengaruhi bukan hanya pekerjaan, tapi juga perasaan mereka satu sama lain.Sesaat, Clara teringat kata-kata Kieran beberapa hari yang lalu. “Aku janji, kita akan melewati ini bersama. Kita akan cari cara untuk menghadapi Arman. Tapi kita juga harus mulai berani jujur pada diri kita sendiri, pada perasaan kita. Kita harus bicara lebih banyak, Clara.”Perasaan yang sama datang lagi—keraguan, ketakutan, tapi juga cinta yang begitu kuat. Apakah mereka benar-benar siap untuk menghadapi tantangan besar ini? Apakah mereka masih bisa melangkah bersama, atau proyek ini justru akan membawa mereka semakin jauh te

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 46

    Malam itu, Clara tidak bisa tidur. Pikirannya berputar, mengingat pertemuan tadi siang dengan Arman. Beberapa hari terakhir terasa seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Setiap detik yang berlalu, Clara merasa ada ketegangan yang semakin besar mengelilingi mereka. Proyek ini yang semula menjadi harapan, kini justru menjadi beban yang menekan batinnya. Ia duduk di balkon apartemennya, menghadap langit malam yang gelap. Hanya suara angin yang terdengar, dan sesekali mobil melintas di jalanan yang jauh. Namun, semua itu tidak mengurangi rasa cemas yang menghimpitnya. 'Apakah mereka akan mampu menyelesaikan semua ini?' Tanya Clara dalam hati. Beberapa kali, Clara mencoba menghubungi Kieran, tetapi teleponnya tidak diangkat. Mungkin, pria itu juga sedang terjebak dalam kekhawatiran yang sama. Kieran, dengan segala ket

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status