Share

Bab 6

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-31 16:03:32

Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang memantulkan cahaya putih yang dingin. Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya jauh dari spreadsheet dan laporan yang harus diselesaikan.

Tatapan matanya kosong, fokusnya terbagi antara pekerjaan yang harus segera selesai dan perasaan yang semakin menguasai dirinya.

'Apa yang saya lakukan?' Clara menggosok wajahnya dengan telapak tangan, mencoba untuk mengusir rasa cemas yang menggelayuti dirinya.

Proyek besar yang diberikan oleh Kieran adalah kesempatan emas yang tidak bisa disia-siakan.

Namun, semakin dia tenggelam dalam pekerjaan, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya yang mengintai di balik semua itu—perasaan yang berkembang untuk Kieran.

Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. 'Ini bukan waktu untuk itu.'

Dia harus tetap fokus, menyelesaikan laporan yang harus diserahkan minggu depan. Namun, di balik pikirannya yang berputar-putar, ada satu hal yang tidak bisa dia hindari: 'hubungan mereka semakin rumit.'

Setiap kali dia bertemu dengan Kieran, setiap kali mereka berbicara tentang pekerjaan atau proyek, ada ketegangan yang tak bisa dijelaskan.

Apakah dia juga merasakannya?' Clara tidak tahu jawabannya. Tapi yang dia tahu adalah, setiap kali Kieran menatapnya dengan mata yang penuh perhatian, hatinya berdebar lebih cepat.

'Kenapa saya merasa seperti ini?' Ada sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme yang terbangun di antara mereka, dan Clara tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

Ponselnya berbunyi, menariknya keluar dari lamunannya. Sebuah pesan singkat dari Kieran.

"Clara, saya ingin bertemu denganmu untuk membahas kemajuan proyek. Ayo ke ruang rapat jam 2 siang."

Clara menatap pesan itu beberapa detik. 'Jam 2 siang?' Tanpa berpikir panjang, dia langsung menjawab.

"Tentu, Pak. Saya akan siap."

Setelah beberapa jam yang penuh dengan rapat dan pertemuan, Clara berjalan menuju ruang rapat dengan langkah yang terasa lebih berat dari biasanya.

Jantungnya berdebar lebih cepat, dan meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran semakin sulit untuk dihindari.

Di luar ruang rapat, Clara menatap pintu yang seolah-olah menunggu untuk membukakan jalan ke dalam ruangan yang penuh ketegangan.

Dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu dengan hati-hati.

Begitu pintu terbuka, dia langsung melihat Kieran duduk di ujung meja besar, seperti biasa, dengan ekspresi serius yang menghiasi wajahnya.

Tetapi ada sesuatu yang berbeda hari ini. Mata Kieran tampak lebih tajam dari biasanya, seolah-olah dia sedang menunggu Clara untuk mengatakan sesuatu yang lebih dari sekadar laporan.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya tetap tenang, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam nada bicara itu. "Ayo duduk."

Clara duduk di kursi yang disediakan dan membuka laptopnya. Matanya tidak bisa lepas dari Kieran, yang duduk di seberangnya. Ada ketegangan yang terasa begitu nyata di udara, dan Clara merasa seolah-olah dia sedang diuji. 'Apakah saya sudah siap?'

Kieran memulai percakapan, tetapi ada ketegangan yang tak terucapkan antara mereka. "Clara," kata Kieran, matanya yang tajam tetap terfokus padanya, "Saya ingin melihat lebih banyak dari proyek ini.

Kemajuan yang kamu buat sudah bagus, tetapi saya ingin kamu mempercepat semuanya. Waktu kita semakin sempit."

Clara mengangguk, mencoba untuk tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang. "Tentu, Pak. Saya akan pastikan semuanya berjalan sesuai rencana."

Kieran mengamati Clara sejenak, seolah ingin melihat reaksi lebih dalam darinya.

"Saya tahu kamu bisa melakukannya, Clara," katanya dengan nada yang lebih lembut. "Kamu sudah menunjukkan banyak kemajuan, dan saya percaya padamu."

Kata-kata itu—'Saya percaya padamu'—terasa berat di hati Clara.

'Mengapa rasanya seperti ini?' Setiap kali Kieran berbicara seperti itu, Clara merasa semakin terjebak antara rasa hormatnya kepada Kieran dan perasaan lain yang semakin sulit untuk ditekan.

"Terima kasih, Pak," jawab Clara, berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan yang semakin menguasai dirinya.

"Saya akan bekerja lebih keras untuk memastikan kita bisa menyelesaikan proyek ini tepat waktu."

Kieran tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat Clara merasa seperti ada lebih banyak yang tersembunyi di balik ekspresi wajahnya. "Saya tahu kamu bisa, Clara. Tapi ingat, jangan hanya bekerja keras—bekerjalah dengan cerdas."

Setelah beberapa detik yang penuh ketegangan, Kieran berdiri, menatap Clara dengan penuh perhatian.

"Saya ingin kamu memimpin tim ini dengan lebih percaya diri. Kamu punya kemampuan itu, Clara. Jangan biarkan keraguan menghalangi kamu."

Clara menelan ludah, mencoba untuk menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. 'Lebih percaya diri?'

Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, dan meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat untuk Kieran tak bisa dia hindari.

'Apakah dia melihat saya hanya sebagai profesional, atau ada sesuatu yang lebih?'

Setelah rapat selesai, Clara kembali ke ruang kerjanya dengan langkah yang lebih berat dari biasanya.

Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya terus kembali pada pertemuan tadi. Kata-kata Kieran terus berputar dalam kepalanya, "Saya percaya padamu."

Dan meskipun Clara berusaha menenangkan dirinya, perasaan itu semakin kuat. 'Kenapa dia mempercayai saya begitu banyak? Apa yang sebenarnya dia lihat dalam diri saya?'

Clara mencoba untuk menenangkan diri, tetapi perasaan yang semakin menggelayuti dirinya terus mengganggu fokusnya.

'Dia melihat saya lebih dari sekadar asisten, kan?' Setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan yang semakin sulit untuk diabaikan.

'Apakah ini hanya saya yang merasa seperti ini, atau adakah sesuatu yang Kieran rasakan juga?'

Ponselnya berbunyi lagi, menariknya keluar dari lamunannya. Sebuah pesan singkat dari Kieran.

"Clara, kita perlu berdiskusi lebih lanjut tentang proyek ini. Bisakah kita bertemu setelah jam kerja?"

Clara menatap pesan itu sejenak, perasaan cemas kembali datang menghampiri. 'Apa yang dia inginkan sebenarnya?'

Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan yang semakin kuat untuk Kieran tidak bisa dihindari.

Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. 'Tidak ada waktu untuk ragu.'

Clara tahu bahwa proyek ini adalah kesempatan besar, dan dia harus membuktikan dirinya. Namun, semakin dia berusaha untuk menahan perasaan itu, semakin perasaan itu semakin menguasai dirinya.

Setelah jam kerja berakhir, Clara kembali berjalan menuju ruang kerja Kieran. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah dia sedang menuju ke sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Ketegangan di dalam dirinya semakin meningkat. *Apa yang akan terjadi kali ini?*

Ketika Clara mengetuk pintu dan memasuki ruang kerja Kieran, dia melihat Kieran berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke kota.

Pemandangan luar ruangan terlihat indah, tetapi Clara tahu bahwa apa yang sedang terjadi di dalam ruangan ini jauh lebih rumit.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya lebih lembut kali ini, meskipun tetap ada wibawa dalam nada bicaranya. "Ayo duduk."

Clara duduk di kursi yang disediakan, tetapi kali ini ada perasaan yang semakin kuat. *Ini bukan hanya tentang pekerjaan lagi, kan?*

Kieran menatapnya dengan serius, tetapi ada kehangatan yang tak biasa dalam tatapannya. "Clara," katanya, "Saya ingin kamu tahu bahwa saya tidak hanya melihatmu sebagai asisten. Saya percaya kamu bisa lebih dari itu."

Clara menelan ludah, berusaha untuk menjaga ketenangannya. "Terima kasih, Pak," jawab Clara dengan suara yang sedikit gemetar. "Saya akan berusaha lebih baik lagi."

Kieran melangkah lebih dekat, dan Clara bisa merasakan jarak di antara mereka yang semakin dekat. "Saya tahu kamu bisa," katanya lagi, dengan suara yang lebih dalam, lebih serius. "Saya ingin kamu tahu bahwa saya ada di sini untuk mendukungmu, Clara."

Clara merasa perasaan yang semakin tak terkendali. 'Apa yang terjadi antara kami?'

'Apa yang sebenarnya saya rasakan?' Tetapi meskipun dia berusaha untuk menahan perasaan itu, dia tahu satu hal—'semakin lama dia berada di dekat Kieran, semakin sulit untuk menjaga jarak antara pekerjaan dan perasaan yang semakin berkembang.'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 7

    Clara duduk di ruang kerjanya, menghadap layar komputer yang penuh dengan angka-angka dan laporan yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun semuanya tampak seperti pekerjaan biasa, perasaan yang menggelayuti dirinya semakin sulit untuk dihindari. Apa yang terjadi pada saya?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa rasanya semakin sulit untuk fokus?' Dia sudah berusaha keras untuk menekan perasaan itu, untuk tetap menjaga jarak profesional dengan Kieran. Namun, setiap kali mereka berbicara, setiap kali Kieran memberikan arahan, ada sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan yang terasa begitu jelas. Tatapan matanya yang tajam, kata-kata yang penuh harapan, bahkan senyum tipis yang terkadang muncul di wajahnya—semua itu membuat Clara merasa semakin terperangkap. ' 'Apakah ini hanya perasaan saya, atau apakah ada sesuatu yang lebih?' Clara menghela napas panjang dan kembali menatap laporan yang harus diselesaikannya. 'Ini bukan waktunya untuk berpikir t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 8

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan pekerjaan di mejanya. Hari itu, tugasnya semakin berat. Namun, meskipun dia mencoba fokus pada laporan yang harus diselesaikan, pikirannya terus melayang. 'Kieran.' Perasaan itu semakin kuat dan semakin sulit untuk diabaikan. Setiap kali dia memikirkan Kieran, ada campuran perasaan—rasa hormat yang mendalam, ketertarikan yang semakin besar, dan kebingungan yang tak terucapkan. 'Kenapa saya harus merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Saya seharusnya bisa mengendalikan diri.' Tapi semakin lama dia bekerja dengan Kieran, semakin dia merasa terperangkap. Setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan yang tak bisa dihindari. Clara berusaha keras untuk tetap profesional, tetapi perasaan itu semakin kuat, semakin menguasai dirinya. Ponselnya bergetar di atas meja, memecah keheningan yang menyelimuti ruang kerjanya. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, kita perlu bertemu lagi setel

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 9

    Clara berjalan dengan langkah yang terasa lebih berat dari biasanya menuju ruang kerjanya. Hari ini, semua terasa seperti tantangan. Setiap detik yang berlalu semakin menguatkan perasaan yang telah dia coba untuk tekan. 'Perasaan itu semakin sulit untuk dihindari.' Setiap kali dia bertemu dengan Kieran, setiap kali mereka berbicara tentang pekerjaan, ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang melampaui batas profesional yang selama ini mereka jaga. 'Kenapa saya merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, berusaha mencari jawaban yang tidak kunjung datang. 'Saya harus bisa mengendalikan diri. Ini hanya pekerjaan.' Namun, meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada laporan dan tugas yang ada di mejanya, Clara tahu bahwa ada hal yang lebih besar yang harus dihadapi. Perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran tidak bisa lagi disangkal. Setiap tatapan, setiap senyum yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa semakin terperangkap. 'Apa yang akan terjadi jika sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 10

    Clara duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar komputer yang penuh dengan laporan dan data yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun tugas-tugas itu menumpuk di mejanya, pikirannya tidak bisa berhenti berputar pada satu hal—Kieran. 'Kenapa saya terus memikirkan dia?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Apa yang terjadi padaku?' Meskipun dia berusaha keras untuk tetap fokus pada pekerjaan, setiap kali dia melihat Kieran, perasaan itu semakin kuat. Setiap kata yang dia ucapkan, setiap tatapan yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa terperangkap dalam perasaan yang tak terucapkan. 'Apa yang sebenarnya dia inginkan dariku?' Clara tidak tahu jawabannya, tetapi yang dia tahu adalah semakin lama dia berusaha untuk menjaga jarak, semakin perasaan itu semakin sulit untuk ditekan. 'Saya harus mengendalikan diri,' Clara memutuskan, meskipun suara di dalam hatinya terus berteriak bahwa dia tidak bisa lagi mengabaikan perasaannya. 'Ini bukan waktu u

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 11

    Clara berdiri di depan cermin di ruang kerjanya, menatap refleksinya dengan mata yang kosong. Hari itu, perasaannya terasa lebih berat dari sebelumnya. 'Apa yang saya lakukan?' Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya. 'Apa yang sebenarnya saya rasakan terhadap Kieran?' Setiap kali dia berada di dekat Kieran, perasaan yang semakin kuat itu semakin sulit untuk dihindari. Setiap kata yang dia ucapkan, setiap tatapan yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa terperangkap dalam perasaan yang tak terucapkan. Apa yang sebenarnya saya rasakan?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, tetapi jawabannya tak kunjung datang. 'Saya harus bisa mengendalikan diri,' Clara memutuskan, meskipun suara di dalam hatinya terus berteriak bahwa dia tidak bisa lagi mengabaikan perasaannya. 'Ini bukan waktu untuk perasaan. Ini tentang pekerjaan.' Namun, meskipun dia berusaha keras untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan itu semakin mendalam. Ponselnya berbunyi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 12

    Clara duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar komputer yang kosong. Pekerjaan yang menumpuk di mejanya seolah tak ada artinya dibandingkan dengan kerumitan perasaan yang tengah menguasainya. 'Apa yang harus saya lakukan?' Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari jawaban yang tak kunjung datang. Kata-kata Kieran masih terus terngiang di kepalanya. “Saya tertarik padamu, Clara. Lebih dari sekadar pekerjaan. Saya ingin tahu apakah kamu merasakan hal yang sama.” Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, Clara tahu bahwa hatinya tidak bisa lagi disembunyikan. 'Saya tidak bisa terus mengabaikan ini.' Perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran terus menggema di dalam dirinya, dan semakin dia mencoba untuk menahannya, semakin perasaan itu menguasainya. 'Tapi bagaimana dengan pekerjaan saya?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Apa yang akan terjadi jika saya memilih untuk mengikuti perasaan ini?' Ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang menyelimuti

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 13

    Hari itu, Clara merasa seperti dunia di sekitarnya berputar lebih cepat dari biasanya. Setiap detik, setiap langkah, seolah mengingatkannya pada keputusan besar yang harus segera dia buat. 'Apa yang saya harus lakukan?' Perasaan itu semakin kuat, semakin tak terhindarkan. Tatapan Kieran yang penuh perhatian dan kata-kata yang semakin mendalam hanya menambah kebingungannya. 'Saya harus fokus pada pekerjaan.' Clara berusaha meyakinkan dirinya sendiri, tetapi semakin ia berusaha untuk menekan perasaan itu, semakin perasaan itu menguasainya. 'Apa yang akan terjadi jika saya memilih untuk mengikuti perasaan ini? Apa yang akan terjadi pada karier saya?' Ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang menyelimuti ruang kerjanya. Sebuah pesan singkat dari Kieran. "Clara, kita perlu berbicara lagi. Saya ingin tahu keputusanmu. Bisakah kita bertemu setelah jam kerja?" Clara menatap pesan itu, merasa detak jantungnya semakin cepat. 'Keputusan saya?' Setiap kata yang keluar dari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 14

    Clara duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar komputer yang kosong. 'Apa yang harus saya lakukan?' Pikirannya berputar-putar, terjebak dalam kebingungannya. Setiap detik terasa semakin berat. 'Keputusan itu semakin dekat.' Setiap kata dari Kieran, setiap tatapan yang penuh makna, semakin membuatnya merasa semakin terperangkap dalam perasaan yang semakin tak terhindarkan. Di luar, langit mulai gelap, dan suara hujan yang mulai turun pelan menambah kesunyian yang mengelilinginya. Clara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, tetapi semakin dia mencoba untuk menahan perasaan itu, semakin perasaan itu menguasainya. 'Kenapa saya merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Apa yang saya rasakan sebenarnya?' Ponselnya bergetar, memecah keheningan. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, saya ingin berbicara lagi. Kita perlu membahas keputusan ini. Mari bertemu setelah jam kerja." Clara menatap pesan itu, detak jantungnya semakin cepat. 'Ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 187

    Langit pagi masih berwarna abu-abu ketika helikopter milik UN Special Biothreat Taskforce mendarat di dek kapal riset Aquila. Kapal ini tidak biasa—bukan sekadar laboratorium terapung, tapi pusat komando rahasia yang dikerahkan untuk menyelidiki jejak terakhir Leviathan di sebuah pulau kecil di dekat perairan Filipina Selatan.Clara menuruni tangga helikopter bersama Nathaniel dan Kieran. Angin laut menyentak rambut mereka, dan aroma garam bercampur bensin solar menyengat tajam. Mereka disambut oleh seorang pria berkacamata dengan wajah penuh luka bakar setengah pipi kiri—Dr. Elmo Takashi, ahli genetika yang dulu bekerja untuk Leviathan dan kini menjadi saksi penting sekaligus pemandu dalam misi ini."Pulau ini tidak ada di peta resmi," kata Takashi pelan. "Tapi saya tahu, mereka menyebutnya ‘Pulau Hening’. Di sana... eksperimen tahap terakhir dilakukan. Bukan hanya virus. Tapi juga eksperimen penggabungan organik dan sistem saraf AI."Kieran mencibir. “Mereka ingin menciptakan hi

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 186

    Fajar menyingsing perlahan ketika mobil taktis PBB menderu menjauhi dermaga tua. Di dalamnya, Kieran duduk berdampingan dengan Clara—kedua mata mereka memantulkan sinar remang lampu kabin. Di depan, Nathaniel mengawasi borgol di pergelangan tangan Victor Arman yang duduk di kursi belakang, tubuhnya terbungkus mantel panjang.Clara menengadah, menarik napas dalam. “Kita berhasil… tapi ini baru permulaan.”Kieran mengangguk tanpa bicara. Bayangan malam terakhir terus menghantui—detik ketika ia memutuskan untuk tidak menghabisi ayahnya, dan saat pintu rahasia terbuka untuk pertama kali. Kini, tanggung jawab baru menanti: Victor harus diadili, dan jaringan Leviathan yang tersisa harus dilenyapkan.— Sidang Kilat PertamaBeberapa jam kemudian, di ruang sidang darurat PBB, juri internasional berkumpul. Clara dan tim hukum menyiapkan stage: bukti forensik, rekaman duel, sampel biologis, dan pengakuan Victor sendiri. Ketika hakim ketua mengetuk palu, Victor berdiri—wajahnya tenang, meski d

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 185

    Kegelapan pagi itu masih menggantung ketika Kieran membuka pintu kamar belakang rumah tua. Ia menatap Clara dan Nathaniel yang menunggunya di ruang kerja; mata Nathaniel masih basah oleh kesedihan, sedangkan Clara meraih tangannya dengan teguh. “Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Kieran pelan—suara yang jauh lebih tenang daripada detak jantungnya. “Ayahku tidak akan menunggu.”Nathaniel mengangguk. “Aku sudah menyiapkan akses ke lorong bawah tanah—jalur rahasia yang dulu kami gunakan untuk mengangkut barang. Dari situ kita bisa menyusup ke markas Leviathan.” Ia meraih peta usang yang sudah ditandai beberapa titik; salah satunya tempat Victor Arman biasanya menonton operasi—ruang kendali pusat.Clara menarik napas. “Sebelum kita bergerak, aku mau tahu: apa rencana kita jika kita bertemu dia?”Kieran menatap sekilas foto tua yang menempel di dinding—Victor muda menatapnya penuh harap. “Aku tidak datang untuk membunuhnya,” gumamnya. “Aku datang untuk mengakhiri warisan kegelapan in

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 184

    Langit pagi itu mendung, seakan alam pun ikut merasakan tekanan yang menggelayuti hati Clara. Di balik jendela kamar hotel tua yang mereka tempati untuk bersembunyi, ia menatap jalanan yang sepi. Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Kieran dan Nathaniel, dan selama itu pula ia hidup dalam ketegangan yang menggigit.Nathaniel duduk di kursi dekat pintu, menyusun lembaran-lembaran dokumen yang dicuri dari markas musuh mereka. Wajahnya serius, kerutan di dahinya menunjukkan beban berat yang ia pikul. Sementara itu, Kieran berdiri di dekat meja kecil, jari-jarinya mengetik cepat di layar tablet yang terkoneksi dengan sistem jaringan rahasia mereka.Clara akhirnya bersuara. "Sampai kapan kita akan terus bersembunyi?"Kieran tak langsung menjawab. Nathaniel menoleh lebih dulu, tatapannya tajam namun mengandung kelembutan. "Sampai kita tahu siapa yang bisa kita percaya. Dan siapa yang benar-benar ingin membunuhmu."Clara menggertakkan gigi, mencoba menahan kemarahan da

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 183

    Pagi itu, suasana rumah terasa berbeda. Matahari yang menyelinap lewat jendela kaca besar di ruang tengah seolah enggan mengusik ketegangan yang sedang menggantung di udara. Clara duduk sendirian di meja makan, jemarinya menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Tatapannya kosong, pikirannya mengembara entah ke mana.Sudah tiga hari sejak Kieran menghilang setelah pertemuan rahasia itu. Tidak ada pesan, tidak ada kabar, hanya keheningan yang menusuk. Clara mencoba menghubungi orang-orang dekat Kieran, namun semuanya diam, seperti sudah mendapat instruksi untuk tidak membuka mulut.Clara bangkit dari kursinya dan berjalan ke balkon. Angin pagi menyentuh wajahnya lembut, tapi tak cukup untuk meredakan kekhawatiran yang terus menumpuk dalam dadanya. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari nomor tak dikenal.“Kalau kau ingin tahu di mana Kieran, datanglah sendiri. Jangan ajak siapa pun. Lokasi sudah dikirim.”Pesan itu disertai koordinat. Clara menatap layar ponsel, hatinya be

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 182

    Kabut tebal menutupi dermaga tua di pinggiran kota, hanya diterangi lampu kapal yang bergoyang pelan di atas air. Kieran dan Clara berdiri di ujung dermaga, mengenakan pakaian gelap dan peralatan intelijen lengkap. Di antara tumpukan kontainer berkarat, mereka tahu itulah sarang terakhir organisasi bayangan—pusat koordinasi distribusi senjata biologis yang gagal mereka bongkar.Clara menekan tombol di alat komunikasi: “Ari, status?”“Semua saluran aman, sensor gerak dan termal sudah aktif. Drone patroli berputar di atas, memperingatkan setiap pergerakan darah panas di atas dek,” jawab Ari. Kieran mengangguk, memeriksa peta holografik di tangannya. “Rute masuk lewat selokan saluran pembuangan di sebelah timur. Liora seharusnya ada di ruang kontrol atas, ruangan kaca yang menghadap dermaga. Dia tahu kita akan datang—jadi waspadai jebakan.”— Mencuri Malam —Mereka merayap melalui pintu baja kecil di ujung selokan, suara air menetes bergema di lorong beton. Setengah berlari, setengah

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 181

    Hujan turun deras malam itu. Langit kelabu seakan menjadi pertanda bahwa badai yang lebih besar sedang menanti Clara dan Kieran. Mereka duduk berdampingan di dalam mobil hitam yang terparkir di ujung jalan, tak jauh dari markas tersembunyi organisasi yang selama ini menghantui hidup Kieran.“Kamu yakin ingin melakukannya malam ini?” tanya Clara pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam suara rintik hujan di kaca depan.Kieran menoleh padanya. Mata pria itu menunjukkan tekad, tapi juga ada kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. “Kalau kita menunggu lebih lama, mereka akan bergerak lebih dulu. Dan kita tak akan sempat menyelamatkan apa pun.”Clara mengangguk, menggenggam tangan Kieran erat. “Kalau begitu, kita hadapi ini bersama.”Kieran menatap jemari mereka yang saling menggenggam, lalu mencium punggung tangan Clara dengan lembut. “Apa pun yang terjadi nanti, aku ingin kamu tahu… aku mencintaimu. Dan aku tidak menyesal telah membawamu sejauh ini.”Clara tersenyum, meski hatinya be

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 180

    Fajar keemasan menembus jendela aula pengadilan, menyinari wajah-wajah tegang yang masih terpaku menanti putusan. Clara berdiri di samping Kieran, Nadia, Marina, dan sejumlah saksi ahli, masing‑masing menyimpan harap bahwa seluruh rangkaian kejadian akan mendapatkan keadilan.— Pembacaan Putusan —Hakim mengetuk palu dengan suara mantap. “Setelah mempertimbangkan seluruh bukti dan kesaksian, Pengadilan Internasional menyatakan terdakwa—mantan pejabat X, CEO perusahaan farmasi bayangan, serta ilmuwan utama—bersalah atas tuduhan penggunaan senjata biologis, pengkhianatan,""dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Semua terdakwa dijatuhi hukuman penjara maksimal dan denda besar, serta aset mereka disita penuh untuk kompensasi korban.”Kerumunan meledak dalam tepuk tangan tertahan; beberapa delegasi saling menyalami, mata Clara berkaca-kaca karena lega. Kieran memeluknya sebentar, menegaskan, “Kebenaran menang.”— Pembebasan dan Pemulihan —Di luar gedung, tim Karbon menyaksikan Belanda—mar

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 179

    Kabut pagi masih menyelimuti jalanan ketika tim Karbon bersiap meninggalkan safehouse untuk menuju gedung Pengadilan Internasional. Rombongan mobil taktis meluncur perlahan, menyusuri jalan raya yang kini dijaga ketat pasukan PBB dan Europol. Di dalam mobil paling depan, Clara menatap cermin spion—melihat bayang-bayang pepohonan yang terangkat sejenak oleh lampu sorot lalu kendaraan rombongan. Ia menarik napas dalam, lalu menegaskan di hatinya: ini hari paling krusial.— Panggung Sidang Puncak —Di aula sidang, kursi-kursi tersusun rapi—barisan saksi ahli, delegasi negara, dan kerumunan jurnalis internasional sudah berkumpul. Clara melangkah mantap ke podium, di tangan kiri terdapat berkas dakwaan biologis yang tebal sekali. Di layar besar, grafis tentang rencana penyebaran virus, rekaman teknisi, hingga hasil uji lab independen semua menanti untuk diputar.Hakim ketua mengetuk palu, menandai dimulainya babak baru: dakwaan senjata biologis dan kejahatan kemanusiaan. Suara Clara m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status