Clara berdiri di depan jendela ruang kerjanya, menatap ke luar dengan tatapan kosong. 'Apa yang terjadi dengan hidup saya?' Pikirannya berputar, terjebak dalam kebingungan dan perasaan yang semakin dalam. Setelah pertemuan malam itu, setelah akhirnya mengakui perasaannya terhadap Kieran, semuanya terasa berubah. 'Apakah saya benar-benar siap untuk ini?' Langit di luar mulai menggelap, awan mendung menggantung rendah, seolah mencerminkan suasana hati Clara yang semakin berat. 'Saya telah memilih.' Clara menggigit bibirnya, menahan perasaan yang semakin kuat. 'Tapi apakah saya benar-benar siap menghadapi apa yang akan datang?' Ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang menyelimuti ruang kerjanya. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, saya ingin bertemu denganmu setelah jam kerja. Kita perlu berbicara lebih lanjut." Clara membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. 'Lagi?' Meskipun dia sudah memutuskan untuk melangkah lebih jauh, perasaan itu tetap hadir—perasaan cemas,
Clara berjalan cepat menuju ruang kerjanya, langkahnya sedikit tergesa-gesa. Suasana di kantor pagi ini terasa berbeda—lebih sunyi, lebih tegang. Meskipun hari baru saja dimulai, Clara sudah merasakan beban yang semakin berat di pundaknya. Keputusan yang mereka buat malam itu—untuk melangkah lebih jauh—menjadi kenyataan yang harus mereka hadapi sekarang. Namun, ada yang aneh dalam dirinya, ada rasa cemas yang semakin menekan, mengingat betapa rumitnya menggabungkan perasaan dengan pekerjaan. 'Kenapa saya merasa seberat ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri saat dia duduk di kursinya. 'Ini seharusnya menjadi hal yang membahagiakan.' Namun, kenyataan yang ada justru membuatnya semakin bingung. Mereka tidak bisa terus menyembunyikan hubungan mereka. Semua orang di kantor pasti akan mulai menyadari perubahan ini, apalagi mengingat kedekatan mereka yang sangat jelas. Kieran adalah CEO yang berpengaruh, sementara Clara hanya seorang asisten pribadi. 'Bagaimana kita b
Clara duduk di meja kerjanya, matanya fokus pada tumpukan dokumen yang harus diselesaikan. Namun, pikirannya melayang jauh. 'Apakah ini benar-benar keputusan yang tepat?' Pikirannya kembali pada percakapan dengan Kieran tadi malam, percakapan yang membawa banyak ketegangan dan harapan. Mereka sudah memutuskan untuk terbuka tentang hubungan mereka, tetapi Clara merasa ada banyak yang harus dipertaruhkan. 'Pekerjaan dan perasaan—bagaimana bisa keduanya berjalan beriringan tanpa saling menghancurkan?' Clara menggigit bibir bawahnya. Meski Kieran selalu memberikan dukungan dan meyakinkan bahwa mereka bisa melaluinya bersama, ada rasa takut yang terus menggerogotinya. Dunia ini bukan tempat yang mudah bagi hubungan semacam ini, apalagi di tempat kerja. Ponselnya bergetar, memecah kebimbangan yang semakin mendalam. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, rapat di ruang utama dalam lima menit. Kita harus membahas laporan yang akan dipresentasikan kepada dewan." Clara membaca pesa
Clara duduk di ruang kerjanya, menghadap komputer dengan tumpukan dokumen yang belum tersentuh. Matanya menatap layar, namun pikirannya jauh melayang. 'Seperti apa kehidupan ini sekarang?' Setelah pengumuman Kieran, beberapa hal mulai berubah, dan meskipun banyak yang mendukung keputusan mereka, ada juga banyak yang memandang dengan skeptis. Di dalam dirinya, Clara merasa perasaan itu semakin bercampur aduk. Antara rasa bahagia karena akhirnya bisa mengungkapkan perasaannya pada Kieran, dan rasa cemas akan dampaknya di dunia profesional. Ketika Kieran datang ke ruangannya untuk memberi arahan, Clara sempat meliriknya, dan untuk sejenak, dunia di sekelilingnya tampak hening. Meskipun mereka sudah terbuka tentang hubungan mereka, Clara merasa ada ketegangan baru yang mulai mengisi ruangan mereka. Kieran tersenyum padanya, namun senyuman itu terasa sedikit dipaksakan. “Kamu tampak lelah,” kata Kieran, menyadari betul ekspresi Clara yang murung. Clara mengangkat a
Pagi itu, Clara merasa ada sesuatu yang berbeda di udara. Pagi biasanya selalu dimulai dengan secangkir kopi di meja kerjanya, tetapi kali ini ada ketegangan yang terasa lebih berat. Sejak beberapa hari terakhir, dia merasakan adanya tekanan yang tak terucapkan. Keputusan-keputusan penting mulai datang bertubi-tubi, dan Clara merasa seolah-olah berada di persimpangan jalan, bingung memilih arah yang tepat. Sejak pengumuman hubungan mereka ke seluruh tim, Clara dan Kieran mencoba untuk tetap menjaga jarak profesional di kantor. Mereka tidak membiarkan perasaan pribadi mengganggu pekerjaan mereka, tetapi meskipun begitu, Clara tahu bahwa dunia tidak seceria seperti yang mereka bayangkan. Spekulasi masih terus berkembang, dan beberapa orang di kantor mulai lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan mereka. Belum lagi, beberapa hari yang lalu, ada sebuah kabar buruk yang datang dari luar perusahaan. Beberapa klien besar yang sedang dalam tahap negosiasi mulai menarik diri
Hari itu terasa lebih berat dari biasanya. Clara duduk di mejanya, menatap layar komputer dengan pikiran yang tidak terfokus. Pekerjaan menumpuk, namun hatinya terasa kosong. Ada begitu banyak hal yang masih belum diselesaikan—baik di tempat kerja maupun dalam hubungannya dengan Kieran. Meskipun mereka berhasil melalui rapat dewan yang menentukan nasib mereka, ketegangan yang tersisa tetap ada, seolah-olah sebuah bayangan yang terus mengikutinya. Dua minggu terakhir memang terasa penuh perubahan. Keputusan restrukturisasi yang diambil perusahaan memang memberi Clara dan Kieran sebuah kesempatan untuk bertahan, namun perasaan tidak tenang tetap menghantui. Beberapa rekan kerja mulai terlihat lebih dingin dan kurang terbuka, bahkan ada yang mulai memperlakukan Clara dengan sikap yang lebih dingin daripada sebelumnya. Clara tahu itu bukan sekadar perasaan—perubahan itu nyata. Saat Clara sedang memeriksa email, pintu ruangannya terbuka. Kieran masuk dengan langkah yang cepa
Hari-hari berlalu dengan kecepatan yang tak terduga. Clara merasakan bahwa dunia di sekelilingnya semakin penuh tekanan. Setiap kali dia berjalan ke kantor, ada beban yang berat di pundaknya, seperti ada ribuan pasang mata yang mengawasi setiap langkahnya. Begitu banyak hal yang harus dijalani dan dipertanggungjawabkan, tetapi satu hal yang tidak bisa ia pungkiri: segala sesuatunya kini lebih rumit daripada sebelumnya. Keputusan-keputusan penting mengenai restrukturisasi perusahaan terus datang, dan meskipun posisi Kieran sebagai CEO tetap kokoh, banyak pihak yang mulai meragukan kemampuan mereka untuk menjaga stabilitas perusahaan, terutama setelah hubungan pribadi mereka terungkap. Pada pagi itu, Clara sedang duduk di mejanya, menatap layar komputer dengan pikiran yang kosong. Seminggu terakhir terasa seperti serangkaian pertemuan yang tak berkesudahan, dengan klien yang semakin khawatir dan rekan kerja yang mulai menunjukkan sikap dingin. Clara tahu bahwa situasi ini
Setelah keputusan besar yang mereka buat di kafe kecil itu, Clara merasa seolah-olah dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Namun, kenyataan yang tak terelakkan segera kembali menghampiri. Tugas-tugas yang menumpuk, ketegangan yang melingkupi mereka, dan pertanyaan tentang masa depan perusahaan yang semakin nyata membuat Clara merasa semakin tertekan. Tapi ada satu hal yang tetap memberi Clara semangat. 'Kieran memilih kita,' pikirnya dengan penuh keyakinan. 'Kami akan melewati ini bersama-sama.' Namun, seperti halnya hidup yang tak pernah berjalan mulus, ada banyak rintangan yang harus dihadapi. Clara merasakan hari-hari berikutnya begitu penuh dengan tekanan, baik di tempat kerja maupun dalam hubungan mereka. Meski Kieran berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan situasi di luar sana, hubungan mereka tetap berada di bawah sorotan yang tajam. Pada suatu pagi yang kelabu, Clara berjalan menuju ruang rapat dengan langkah yang terhuyung-huyung. Hari itu adalah rapat pent
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan meskipun Clara dan Kieran berhasil melewati banyak tantangan, ada perasaan bahwa mereka belum sepenuhnya keluar dari bayang-bayang kekhawatiran. Proyek besar yang mereka kerjakan kini sudah hampir mencapai garis akhir. Namun, tekanan untuk membuat keputusan besar tetap mengintai. Hari itu, Clara berada di ruang kerjanya, memandangi layar komputer dengan fokus yang tinggi. Presentasi yang akan dilakukan minggu depan adalah ujian terbesar bagi mereka berdua. Clara tahu ini bukan hanya tentang proyek yang mereka kerjakan, tapi juga tentang masa depan hubungan mereka. Sebuah hubungan yang telah terjalin begitu kuat, namun masih rapuh.Di tengah kesibukannya, Clara merasakan kehadiran Kieran yang berdiri di ambang pintu ruangannya. Matanya menatap Clara dengan tatapan penuh makna. "Kieran," sapa Clara, menutup dokumen di depan layar. "Ada yang bisa aku bantu?"Kieran berjalan mendekat, dan duduk di kursi di hadapan Clara. "Clara, kita suda
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Clara merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Meskipun tekanan yang datang semakin besar, ia merasa lebih kuat daripada sebelumnya. Ada perasaan bahwa mereka sudah melewati banyak hal bersama, dan itu membuatnya lebih percaya diri dalam menghadapi apapun yang datang.Namun, meskipun hubungan mereka semakin berkembang, ada sesuatu yang mengganjal di hati Clara. Ia merasa seperti ada rahasia yang belum terungkap sepenuhnya antara dia dan Kieran. Sesuatu yang tak pernah mereka bicarakan, meski ada di antara mereka berdua. Hari itu, saat Clara sedang menyelesaikan beberapa laporan di kantornya, Kieran datang dengan ekspresi serius di wajahnya. Ada ketegangan yang terlihat jelas dalam raut wajahnya. "Clara, kita perlu bicara," katanya, suaranya rendah dan penuh arti.Clara menatapnya, sedikit terkejut. "Ada apa, Kieran?" Kieran menarik napas panjang, dan kemudian duduk di kursi di hadapannya. "Aku tahu kita sudah melewati banyak hal be
Pagi itu, Clara tiba lebih awal dari biasanya. Udara yang dingin menyelimuti kantornya, dan meskipun matahari sudah mulai terbit, ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya merasa berat. Hari ini adalah hari penting, sebuah titik balik dalam karier dan kehidupannya. 'Proyek besar yang selama ini mereka kerjakan hampir sampai di akhir garis, dan ini adalah saat di mana keputusan besar akan diambil.'Di meja kerjanya, Clara menyusun beberapa dokumen terakhir untuk presentasi yang akan dilakukan bersama Kieran nanti. Tapi hatinya tidak bisa menahan perasaan gelisah yang mengganggu. 'Bagaimana dengan hubungan mereka? Apakah Kieran benar-benar siap menghadapi kenyataan? Atau bisakah mereka mengatasi semua ini tanpa hancur?'Pikirannya terus melayang pada percakapan mereka malam sebelumnya. Kata-kata Kieran yang penuh harapan, namun juga penuh keraguan, seakan menjadi bayangan yang mengikuti setiap langkahnya.Saat Kieran memasuki ruangannya, Clara sempat terkejut. 'Untuk beberapa deti
Pagi itu, Clara berdiri di jendela kantornya, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Suara hiruk-pikuk kota terdengar samar dari bawah, namun seolah tak menyentuhnya. 'Pikirannya terfokus pada satu hal—Kieran.' Ada perasaan yang semakin tidak bisa dia abaikan, perasaan yang tumbuh di antara mereka berdua yang semakin kuat, meskipun hubungan mereka terikat oleh banyak hal. Namun, 'seiring berjalannya waktu, Clara mulai menyadari bahwa ketegangan di antara mereka lebih dari sekadar pekerjaan.'Ada perasaan yang saling menjerat, seperti benang yang semakin mengikat tanpa ada jalan untuk melepaskannya. Kieran... meskipun terlihat tegas dan profesional, Clara bisa merasakan bahwa ia juga terperangkap dalam dilema yang sama. Akhir-akhir ini, Kieran semakin sering menghindar. Entah karena pekerjaan yang menumpuk atau karena ia mulai merasakan tekanan besar, Clara tak tahu pasti. Namun, ada satu hal yang ia sadari: hubungan mereka semakin penuh dengan ketegangan yang tidak mudah dijel
Pagi itu, udara terasa lebih segar dari biasanya. Clara duduk di meja kerjanya, matanya tertuju pada layar komputer, namun pikirannya jauh melayang. 'Kekecewaan, kebingungan, dan harapan'—semua bercampur jadi satu, membelit pikirannya tanpa henti. Sejak pertemuan dengan Arman kemarin, ada sesuatu yang tak bisa ia lupakan. 'Proyek ini, hubungan mereka, semuanya kini terasa semakin rumit.'Ia mengambil secangkir kopi, merenung sejenak. Suara klakson mobil dari luar gedung mulai terdengar, tapi Clara seolah tak mendengarnya. Hanya ada satu hal yang memenuhi pikirannya: 'Kieran'. Setelah pertemuan mereka kemarin, Clara merasa ada sesuatu yang tidak terungkap. Kieran tampaknya lebih cemas dari sebelumnya, dan meskipun ia berusaha untuk tetap tenang, ada perasaan tidak pasti yang tetap mengganjal.“Clara,” suara Kieran yang tiba-tiba mengganggu lamunannya, membuat Clara tersentak. Kieran berdiri di ambang pintu ruangannya, dengan wajah yang lebih serius dari biasanya. “Bisakah kita bi
Sore itu, Clara duduk di meja kerjanya, matanya menerawang kosong ke arah layar komputer. Pekerjaan yang tertunda dan rapat yang tak ada habisnya semakin menggerogoti pikirannya. Namun, meskipun tubuhnya lelah, ada perasaan lain yang lebih mendalam yang memenuhi dadanya. 'Rasa takut akan apa yang belum diketahui, dan sekaligus harapan akan apa yang bisa terjadi jika mereka berdua tetap berdiri bersama.'Clara menarik napas panjang, menyandarkan punggungnya di kursi. 'Ia tahu, kini tak ada lagi jalan mundur'. Hubungan mereka telah berubah—lebih rumit, lebih emosional, dan tentu saja lebih berisiko. Tapi juga lebih hidup, lebih nyata.Kieran, di sisi lain, sedang sibuk dengan tumpukan dokumen di ruang kerjanya. Meskipun jarak antara mereka ada di ruang yang berbeda, Clara bisa merasakan bagaimana Kieran pun merasakan ketegangan yang sama. Mereka berdua tidak bisa lagi hanya fokus pada proyek ini, mereka berdua tak bisa lagi berpura-pura.Dalam setiap langkah mereka, ada beban yang
Pagi itu, Clara terbangun dengan perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Seolah dunia luar dan segala hal yang biasanya mengalir dengan ritme yang teratur, kini terasa asing. Ia menatap langit biru yang tampak cerah dari jendela kamarnya, tetapi dalam dadanya, ada sesuatu yang mengganjal. 'Apakah yang terjadi dengan perasaannya?'Apakah mungkin hubungan antara dirinya dan Kieran bisa berlangsung meski mereka berada dalam lingkungan profesional yang penuh dengan ambiguitas?Clara menghempaskan selimut dari tubuhnya, merasakan dinginnya udara pagi yang masuk ke dalam ruangan. Saat ia berdiri, kakinya terasa sedikit lemah. Ada banyak hal yang mengisi kepalanya. Semua keputusan yang diambil sebelumnya seolah berputar-putar dalam pikirannya, dan setiap detiknya ia semakin merasa terpojok antara 'perasaan pribadi' dan 'tanggung jawab profesional'.Akhirnya, Clara menatap layar ponselnya. Ada satu pesan dari Kieran yang baru masuk beberapa menit yang lalu. Tanpa ragu, ia membuk
Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang masih menyala. Waktu seakan melambat, dan suara ketikan jarinya di atas keyboard terdengar semakin pelan, seolah mengikuti irama pikirannya yang ragu-ragu. Pikirannya kembali melayang pada pertemuan singkat dengan Kieran tadi pagi. Meskipun mereka tampak bekerja sama dengan baik, ada sesuatu yang tak bisa disembunyikan lagi. 'Keterikatan mereka semakin dalam', begitu pula dengan kebingungannya.Satu minggu lagi, Arman, klien utama mereka, akan datang untuk memeriksa hasil akhirnya. Semua yang telah mereka kerjakan—segala upaya keras, stres, dan waktu yang dihabiskan—akan diuji dalam pertemuan itu. Hasilnya bisa membawa mereka menuju kesuksesan besar, atau justru menghancurkan segala yang telah mereka bangun. Dan Clara tahu betul bahwa 'perasaan yang tak terucapkan di antara dirinya dan Kieran' semakin menambah ketegangan yang sudah mencekam.Selama ini, Clara selalu berusaha menjaga profesionalitasnya. Namun, setelah m
Pagi itu, Clara bangun dengan perasaan campur aduk. Setelah melalui beberapa hari yang penuh ketegangan, dia merasa seolah ada sebuah titik terang yang akhirnya mulai terlihat di ujung jalan. Proyek besar mereka yang sempat terancam kini mulai menunjukkan hasil. Namun, dalam diri Clara, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pekerjaan yang harus diselesaikan. 'Perasaan yang telah lama tertahan'—rindu, kekhawatiran, dan juga cinta yang semakin tumbuh—semakin menguat.Kieran, pria yang selama ini menjadi partner sekaligus bos yang ia hormati, kini tak hanya menjadi rekan dalam pekerjaan, tapi juga seseorang yang selalu ada di benaknya, tak peduli seberapa banyak pekerjaan yang harus mereka tuntaskan. Clara merasa hubungan mereka semakin rumit, namun di satu sisi, semakin indah dan penuh arti.Ketika Clara tiba di kantor, dia mendapati Kieran sudah ada di ruang kerjanya, memandangi layar komputer dengan se