Share

Bab 4

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2025-01-30 15:10:27

Pagi itu, Clara merasa seolah-olah dunia berjalan lebih cepat dari yang bisa dia kejar. Setelah rapat kemarin dengan Kieran, perasaan yang membebani dirinya belum juga menghilang. Kata-kata Kieran tentang bagaimana dia "memiliki potensi besar" dan "bisa melakukannya" terus terngiang-ngiang di kepala Clara. Namun, meskipun kata-kata itu memberikan dorongan, ada sesuatu yang lain yang semakin menyelimuti dirinya. *Perasaan itu.* Perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan.

Clara mengatur napasnya dan mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Hari ini, dia memiliki lebih banyak laporan yang harus diselesaikan sebelum rapat besar dengan tim riset. Namun, semakin lama dia duduk di depan komputernya, semakin ia merasakan perasaan lain yang mengusik dirinya. Setiap kali dia memikirkan proyek besar ini, jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Bukan hanya karena tanggung jawab yang berat, tetapi karena ada satu sosok yang selalu muncul dalam pikirannya—Kieran.

*Kenapa saya terus memikirkannya?* Clara menggigit bibirnya, berusaha untuk mengalihkan pikirannya dari Kieran. Namun, setiap kali dia berusaha fokus, bayangan wajah Kieran yang tenang dan tajam selalu muncul. *Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.* Clara tahu betul bahwa perasaan ini bisa merusak karier dan hubungan profesional mereka.

Ponselnya berbunyi, menariknya dari lamunannya. Sebuah pesan dari Kieran.

*"Clara, rapat dengan tim riset akan dimulai pukul 2 siang. Pastikan kamu siap dengan update terbaru."*

Clara menatap pesan itu beberapa detik, sebelum akhirnya menghela napas dan menjawab dengan cepat. *"Baik, Pak. Saya akan siap."*

Ketika pesan terkirim, Clara kembali menatap layar komputernya. *Tidak ada waktu untuk ragu.* Clara memutuskan untuk menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Namun, perasaan cemas itu tetap menggantung di benaknya, seolah ada yang lebih besar yang sedang menunggu untuk meledak.

Pukul 2 siang tiba, dan Clara berjalan menuju ruang rapat dengan langkah yang lebih berat dari biasanya. Di luar, suasana kota tampak sibuk, tapi di dalam dirinya, Clara merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Dia telah mempersiapkan semua laporan yang diperlukan, namun setiap kali ia memikirkan rapat dengan tim riset, ada rasa cemas yang menghantuinya. *Apakah saya benar-benar siap untuk ini?*

Setibanya di ruang rapat, Clara melihat Kieran sudah duduk di ujung meja besar. Kesan pertama yang muncul adalah ketegasan, seolah-olah dia sudah menguasai seluruh ruangan hanya dengan keberadaannya. Clara merasakan perasaan campur aduk—antara rasa ingin menghindar dan rasa ingin membuktikan dirinya. Tapi saat mata Kieran bertemu dengan matanya, sejenak, Clara merasa seolah-olah dunia seakan berhenti berputar.

"Kamu terlambat sedikit, Clara," kata Kieran dengan nada yang datar, tapi tatapan matanya tidak pernah lepas dari Clara. "Tapi tidak masalah. Mari mulai."

Clara merasa jantungnya berdegup lebih cepat. *Dia tahu saya cemas.* Tapi Clara berusaha untuk tetap tenang, menarik napas dalam-dalam dan melangkah ke meja, meletakkan dokumen yang sudah dipersiapkan.

Setelah beberapa detik hening, Kieran membuka pembicaraan. "Tim riset, kita akan membahas beberapa perkembangan penting hari ini. Clara, apa kabar dengan laporan analisis pasar yang kamu kerjakan?"

Clara menatap Kieran, mencoba untuk menjaga ketenangannya. "Semua sudah disiapkan, Pak. Saya sudah merangkum analisis pasar terbaru, dan ada beberapa temuan yang perlu kita diskusikan.

Kieran mengangguk pelan. "Baik, mari kita dengar."

Clara memulai presentasinya, berbicara dengan percaya diri meskipun ada rasa gugup yang terus menghantuinya. Setiap kali dia melihat ke arah Kieran, matanya yang tajam dan penuh perhatian membuat Clara merasa seolah-olah sedang diuji. *Apakah saya cukup baik?*

Ketika Clara menyelesaikan presentasinya, Kieran tidak langsung memberikan komentar. Dia hanya mengamati Clara dengan tatapan yang sulit dibaca. "Kamu melakukan pekerjaan yang baik, Clara," katanya akhirnya. "Namun, saya ingin kamu lebih tegas dengan tim riset. Ini adalah proyek besar, dan kita tidak bisa menunggu terlalu lama untuk hasil yang lebih konkret."

Clara mengangguk, meskipun hatinya terasa lebih berat. *Tegas?* Itu adalah kata yang selalu dipakai Kieran untuk menggambarkan cara dia bekerja—sikap yang tidak memberi ruang untuk keraguan. Clara merasa seolah-olah dia harus menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri untuk memenuhi ekspektasi itu.

"Terima kasih, Pak," jawab Clara, berusaha untuk tetap profesional.

Namun, setelah rapat selesai dan tim mulai meninggalkan ruangan, Clara merasa semakin terperangkap dalam perasaan yang tidak bisa dia kontrol. Ketegangan yang selalu ada antara dia dan Kieran semakin sulit untuk diabaikan. *Apa yang sebenarnya terjadi antara kami?*

Clara kembali ke ruang kerjanya setelah rapat, tetapi kali ini, rasanya semakin sulit untuk fokus. Pekerjaan menumpuk di meja, tapi pikirannya terus kembali pada Kieran. *Dia begitu dekat, tetapi begitu jauh.* Tatapan Kieran yang penuh perhatian, namun tetap menjaga jarak profesional, membuat Clara semakin bingung dengan perasaannya sendiri.

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi lagi. Ini kali kedua hari ini, dan setiap kali ada pesan dari Kieran, perasaan di dalam diri Clara semakin sulit dihindari.

*"Clara, saya ingin berbicara denganmu setelah jam kerja. Ada beberapa hal penting yang perlu kita bahas."*

Clara membaca pesan itu, dan untuk beberapa detik, dia tidak bisa bergerak. *Mengapa saya merasa begitu cemas?* Tidak ada kata-kata manis atau basa-basi. Hanya instruksi yang langsung dan tegas. Tapi untuk Clara, setiap pertemuan dengan Kieran terasa lebih dari sekadar pekerjaan. Ada ketegangan yang lebih dalam, yang semakin sulit untuk dihindari.

Dia menarik napas panjang dan menatap layar ponselnya, mencoba untuk mengatur pikirannya. *Ini hanya pekerjaan.* Namun, meskipun dia berusaha meyakinkan dirinya, Clara tahu bahwa semakin lama dia berada di dekat Kieran, semakin sulit untuk menjaga jarak antara profesionalisme dan perasaan pribadi yang terus berkembang.

Setelah jam kerja berakhir, Clara berjalan menuju ruang kerja Kieran. Setiap langkah terasa lebih berat, seolah-olah dia sedang berjalan menuju sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Ketegangan yang terbangun sejak pertemuan pertama semakin nyata.

Ketika Clara mengetuk pintu dan masuk, Kieran sudah berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke kota. Pemandangan luar ruangan terlihat indah, tetapi Clara tahu bahwa perasaan yang ada di dalam ruangan ini jauh lebih kompleks.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya lebih lembut dari biasanya, tetapi tetap penuh wibawa.

Clara hanya mengangguk, berusaha untuk tetap tenang. "Ada apa, Pak?"

Kieran menoleh ke arahnya, dan kali ini, tidak ada yang bisa disembunyikan di mata mereka. "Clara," kata Kieran dengan serius, "Saya ingin kamu tahu bahwa saya mempercayai kamu. Tapi, saya juga ingin melihat lebih banyak dari dirimu. Saya ingin kamu lebih percaya pada dirimu sendiri."

Clara merasa jantungnya berdegup kencang. *Apa maksudnya?* Apakah ini tentang pekerjaan? Atau ada hal lain yang dia coba katakan?

Kieran mendekat, jarak mereka semakin dekat. Clara bisa merasakan ketegangan itu semakin menguat. Namun, di tengah semuanya, dia tahu satu hal—*apapun yang terjadi, dia tidak bisa mundur sekarang.*

*Setelah rapat, Clara merasa seperti ada beban berat yang terangkat, namun itu hanya sementara.* Ketegangan yang ia rasakan belum juga hilang. Di luar jendela ruang kerjanya, langit semakin gelap, menandakan malam yang akan segera datang. Namun, bagi Clara, malam itu justru terasa lebih panjang. Pikiran dan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya jauh lebih gelap daripada langit yang semakin suram di luar sana.

Setelah rapat tadi, Clara merasa perasaan yang datang begitu kuat. Kieran mempercayainya, tetapi di sisi lain, kata-kata yang selalu ia dengar—*lebih percaya diri*, *lebih tegas*, *lebih dari sekadar asisten*—semakin membuatnya merasa terpojok. *Apa artinya semua itu?* Clara menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk menenangkan diri. Namun, semakin ia mencoba fokus pada pekerjaan yang ada di depannya, semakin terasa bahwa ada hal yang lebih besar sedang berkembang, yang akan sulit untuk dihentikan.

*Apa yang sebenarnya terjadi di antara kami?* Clara tidak tahu lagi. Setiap kali mereka bertemu, ada semacam getaran yang tak bisa dijelaskan. Ada ketegangan yang ada di udara, seperti dua orang yang berusaha menahan perasaan yang sudah terlalu lama terpendam.

Clara kembali menatap layar komputernya, namun pikiran tentang Kieran selalu kembali menghantui. *Kenapa saya terus memikirkannya?* Setiap kali dia melihat Kieran, ada perasaan yang lebih dari sekadar rasa hormat atau profesionalisme. Ada sesuatu yang lebih dalam, yang semakin sulit untuk diabaikan. Dan semakin dia mencoba untuk menutupinya, semakin kuat perasaan itu. *Saya harus menjauhkan diri.* Clara tahu bahwa perasaan ini bisa merusak segalanya—kariernya, hubungan profesional mereka, dan bahkan apa yang mereka bangun bersama di perusahaan ini.

Namun, saat itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Kieran.

*"Clara, rapat dengan tim riset akan dimulai pukul 2 siang. Pastikan kamu siap dengan update terbaru."*

Mata Clara sedikit terbelalak. *Dua siang?* Rapat itu sudah sangat dekat, dan Clara merasa sudah terlalu banyak hal yang belum dia atur. Dia menatap layar ponselnya dengan bingung, mencoba menenangkan diri. Ada rasa cemas yang terus menggelayuti dirinya. *Apakah saya benar-benar siap?* Dia tahu bahwa jika proyek ini gagal, dia akan disalahkan. Tapi ada hal lain yang lebih menakutkan—*bagaimana jika saya tidak bisa menjaga jarak dengan Kieran?* Itu adalah ketakutan terbesar Clara. *Apa yang akan terjadi jika saya mulai merasa lebih dari sekadar asisten baginya?*

*Tapi ini bukan saatnya untuk berpikir tentang itu.* Clara menarik napas dalam-dalam, menekan perasaan itu jauh ke dalam dirinya. Dia harus fokus pada pekerjaannya. Meskipun hatinya berdebar lebih cepat dari biasanya, meskipun pikirannya dipenuhi dengan bayangan Kieran yang penuh perhatian—Clara tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi perasaan ini adalah dengan membuktikan dirinya. *Proyek ini adalah kesempatan saya. Saya harus melakukannya.*

Pukul 2 siang tiba, dan Clara melangkah ke ruang rapat dengan langkah yang lebih berat dari sebelumnya. Ada banyak hal yang harus dia persiapkan, tetapi semakin dia mendekat, semakin perasaan itu semakin menguat. Ketegangan di antara dia dan Kieran semakin terasa, dan dia tahu bahwa ini adalah pertemuan yang akan menentukan banyak hal—baik untuk proyek, maupun untuk dirinya sendiri.

Saat Clara memasuki ruang rapat, Kieran sudah duduk di ujung meja besar, seperti biasa, dengan ekspresi serius yang menghiasi wajahnya. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada ketegangan yang lebih dalam, yang jelas terlihat di mata Kieran. Meskipun dia tetap terlihat tenang dan terkontrol, Clara tahu bahwa ada lebih banyak hal yang tersembunyi di balik itu. *Apa yang dia pikirkan?*

Clara duduk di kursi yang telah disediakan dan mulai membuka laptopnya. Semua orang di ruang rapat mulai mengatur posisi mereka, menyiapkan peralatan untuk rapat. Tapi Clara merasa seolah-olah Kieran adalah satu-satunya orang yang ada di ruangan itu. Semua mata tertuju padanya, dan rasa cemas itu semakin kuat.

"Saya ingin mendengar pembaruan terbaru tentang analisis pasar," kata Kieran, suaranya tetap tenang, namun ada tekanan yang tak terucapkan dalam setiap kata yang diucapkannya.

Clara mengangguk, meskipun jantungnya berdebar kencang. Dia membuka laporan yang sudah dipersiapkan dan mulai menjelaskan, berusaha untuk tetap tenang meskipun setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terasa seperti ujian besar. *Saya harus membuktikan diri.* *Saya bisa melakukannya.*

Saat Clara selesai menyampaikan laporan, Kieran diam sejenak, seolah mencerna semua yang baru saja disampaikan. Tatapan matanya tajam, penuh perhatian, dan Clara merasa seperti sedang diperiksa, bukan hanya oleh tim riset, tetapi juga oleh dirinya sendiri. *Apakah ini cukup baik?*

"Saya ingin lebih dari sekadar laporan ini," kata Kieran akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya, tetapi penuh penekanan. "Saya ingin kamu lebih tegas, lebih percaya diri dengan tim ini. Proyek ini besar, dan kita tidak bisa hanya berhenti di sini. Kita perlu hasil yang lebih konkret, Clara."

Clara mengangguk, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa perasaannya yang berkecamuk. *Tegas. Lebih percaya diri.* Kata-kata itu terus berputar dalam pikirannya. Apa yang sebenarnya dimaksud Kieran dengan itu? *Apa yang lebih dari ini?* Clara merasa seperti ada tekanan yang semakin besar di bahunya, dan seiring berjalannya rapat, perasaan itu semakin intens. Setiap kali dia melihat Kieran, setiap kali tatapan mata mereka bertemu, ada perasaan yang semakin kuat. *Kenapa rasanya seperti ini?* *Apa yang sebenarnya saya rasakan?

Kieran melihatnya sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke layar proyektor. "Baik," katanya singkat. "Lanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya. Saya ingin melihat lebih banyak hasil dalam minggu ini."

Clara mengangguk, berusaha menahan perasaan yang semakin tak terkendali. *Apa yang saya rasakan ini?* Clara mencoba fokus pada pekerjaan, berusaha untuk tidak terlalu memikirkan Kieran, namun itu semakin sulit dilakukan.

Setelah rapat selesai, Clara kembali ke ruang kerjanya dengan langkah yang lebih berat dari sebelumnya. Setiap inci tubuhnya terasa tertekan oleh perasaan yang semakin kuat. *Apa yang sebenarnya terjadi di antara kami?* Setiap kali Clara mencoba untuk menjauh, perasaan itu semakin mendalam. Dan semakin ia berusaha untuk menahan diri, semakin ia merasa bahwa ini bukan hanya tentang pekerjaan.

Clara duduk di kursinya, menatap layar laptop yang kosong. Pekerjaan menumpuk, tetapi pikirannya jauh dari itu. *Saya harus fokus. Saya harus menyelesaikan proyek ini.* Namun, suara di dalam hatinya semakin kuat. *Apa yang akan terjadi jika saya tidak bisa menahan perasaan ini lebih lama?*

Ponselnya berbunyi lagi, dan Clara tahu siapa yang mengirim pesan itu. *Kieran.*

*"Clara, saya ingin berbicara denganmu setelah jam kerja. Ada beberapa hal penting yang perlu kita bahas."*

Clara menatap pesan itu dalam diam, merasakan detak jantungnya semakin cepat. *Apa yang dia inginkan dariku?* Semakin ia mencoba untuk menjauhkan perasaan itu, semakin ia merasa bahwa hubungan mereka sudah berubah. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang berkembang, dan Clara tahu bahwa ia tidak bisa menghindarinya lebih lama.

*Pertemuan Setelah Jam Kerja: Ketegangan yang Tak Terhindarkan*

Jam kerja selesai, dan Clara berdiri dengan langkah berat menuju ruang Kieran. *Ini bukan hanya tentang pekerjaan lagi, kan?* Tatapan Kieran yang penuh perhatian, kata-katanya yang penuh penekanan—semuanya terasa begitu jelas, begitu dekat. Setiap detik yang ia lewati, perasaan itu semakin sulit untuk diabaikan.

Saat Clara mengetuk pintu ruang Kieran dan masuk, dia merasa seperti ada dunia yang terpisah di antara mereka. Kieran berdiri di dekat jendela besar, matanya menatap ke luar, namun kehadiran Clara tak pernah luput darinya. Begitu Clara masuk, Kieran menoleh, dan senyumnya yang tipis—yang selalu penuh dengan misteri—muncul di wajahnya.

"Kamu datang tepat waktu," katanya dengan nada yang lebih lembut dari sebelumnya.

Clara menatap Kieran, berusaha menjaga ketenangannya. "Ada apa, Pak?"

Kieran mengamati Clara sejenak, matanya yang tajam penuh perhitungan. "Clara, saya ingin kamu tahu bahwa saya mempercayai kamu," katanya, suara Kieran lebih dalam kali ini, seolah ada lebih banyak yang ingin ia katakan. "Namun, saya ingin melihat lebih banyak dari dirimu. Saya ingin kamu lebih percaya pada dirimu sendiri."

Clara merasakan perasaan yang membuncah di dalam dirinya. *Apa maksudnya?* Kenapa setiap kata yang keluar dari bibir Kieran terasa begitu berat? Ada sesuatu yang lebih dalam yang mulai terungkap, dan Clara tahu satu hal dengan pasti—*hubungan ini tidak bisa lagi dipertahankan di luar batas.*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 5

    Hari-hari setelah pertemuan dengan Kieran semakin terasa panjang bagi Clara. Setiap kali dia memasuki ruang kerjanya, ada perasaan yang semakin sulit untuk diabaikan. Ketegangan antara dia dan Kieran semakin menguat. Setiap pertemuan, setiap percakapan, terasa lebih intens dari sebelumnya. Clara tahu bahwa hubungan mereka sudah berubah, tetapi dia belum siap untuk menghadapi kenyataan bahwa perasaan ini lebih dari sekadar rasa profesionalisme. Pagi itu, Clara duduk di kursinya, menatap layar laptopnya yang penuh dengan spreadsheet dan laporan. 'Saya harus fokus,' pikirnya. 'Ini bukan saatnya untuk berpikir tentang Kieran.' Namun, semakin dia mencoba untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan, semakin perasaan itu semakin sulit untuk diabaikan. Setiap kali dia menatap layar, pikirannya selalu kembali kepada Kieran—kepercayaan yang diberikan padanya, kata-kata yang terus berputar di kepala Clara, dan yang terpenting, tatapan mata Kieran yang penuh perhatian, yang selalu membuat

    Last Updated : 2025-01-30
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 6

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang memantulkan cahaya putih yang dingin. Pekerjaan menumpuk di mejanya, tetapi pikirannya jauh dari spreadsheet dan laporan yang harus diselesaikan. Tatapan matanya kosong, fokusnya terbagi antara pekerjaan yang harus segera selesai dan perasaan yang semakin menguasai dirinya. 'Apa yang saya lakukan?' Clara menggosok wajahnya dengan telapak tangan, mencoba untuk mengusir rasa cemas yang menggelayuti dirinya. Proyek besar yang diberikan oleh Kieran adalah kesempatan emas yang tidak bisa disia-siakan. Namun, semakin dia tenggelam dalam pekerjaan, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya yang mengintai di balik semua itu—perasaan yang berkembang untuk Kieran. Clara menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. 'Ini bukan waktu untuk itu.' Dia harus tetap fokus, menyelesaikan laporan yang harus diserahkan minggu depan. Namun, di balik pikirannya yang berputar-putar, ada

    Last Updated : 2025-01-31
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 7

    Clara duduk di ruang kerjanya, menghadap layar komputer yang penuh dengan angka-angka dan laporan yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun semuanya tampak seperti pekerjaan biasa, perasaan yang menggelayuti dirinya semakin sulit untuk dihindari. Apa yang terjadi pada saya?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa rasanya semakin sulit untuk fokus?' Dia sudah berusaha keras untuk menekan perasaan itu, untuk tetap menjaga jarak profesional dengan Kieran. Namun, setiap kali mereka berbicara, setiap kali Kieran memberikan arahan, ada sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan yang terasa begitu jelas. Tatapan matanya yang tajam, kata-kata yang penuh harapan, bahkan senyum tipis yang terkadang muncul di wajahnya—semua itu membuat Clara merasa semakin terperangkap. ' 'Apakah ini hanya perasaan saya, atau apakah ada sesuatu yang lebih?' Clara menghela napas panjang dan kembali menatap laporan yang harus diselesaikannya. 'Ini bukan waktunya untuk berpikir t

    Last Updated : 2025-01-31
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 8

    Clara duduk di ruang kerjanya, menatap tumpukan pekerjaan di mejanya. Hari itu, tugasnya semakin berat. Namun, meskipun dia mencoba fokus pada laporan yang harus diselesaikan, pikirannya terus melayang. 'Kieran.' Perasaan itu semakin kuat dan semakin sulit untuk diabaikan. Setiap kali dia memikirkan Kieran, ada campuran perasaan—rasa hormat yang mendalam, ketertarikan yang semakin besar, dan kebingungan yang tak terucapkan. 'Kenapa saya harus merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Saya seharusnya bisa mengendalikan diri.' Tapi semakin lama dia bekerja dengan Kieran, semakin dia merasa terperangkap. Setiap kali mereka berbicara, setiap kali mereka bertemu, ada ketegangan yang tak bisa dihindari. Clara berusaha keras untuk tetap profesional, tetapi perasaan itu semakin kuat, semakin menguasai dirinya. Ponselnya bergetar di atas meja, memecah keheningan yang menyelimuti ruang kerjanya. Sebuah pesan dari Kieran. "Clara, kita perlu bertemu lagi setel

    Last Updated : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 9

    Clara berjalan dengan langkah yang terasa lebih berat dari biasanya menuju ruang kerjanya. Hari ini, semua terasa seperti tantangan. Setiap detik yang berlalu semakin menguatkan perasaan yang telah dia coba untuk tekan. 'Perasaan itu semakin sulit untuk dihindari.' Setiap kali dia bertemu dengan Kieran, setiap kali mereka berbicara tentang pekerjaan, ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang melampaui batas profesional yang selama ini mereka jaga. 'Kenapa saya merasa seperti ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, berusaha mencari jawaban yang tidak kunjung datang. 'Saya harus bisa mengendalikan diri. Ini hanya pekerjaan.' Namun, meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada laporan dan tugas yang ada di mejanya, Clara tahu bahwa ada hal yang lebih besar yang harus dihadapi. Perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran tidak bisa lagi disangkal. Setiap tatapan, setiap senyum yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa semakin terperangkap. 'Apa yang akan terjadi jika sa

    Last Updated : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 10

    Clara duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar komputer yang penuh dengan laporan dan data yang harus segera diselesaikan. Namun, meskipun tugas-tugas itu menumpuk di mejanya, pikirannya tidak bisa berhenti berputar pada satu hal—Kieran. 'Kenapa saya terus memikirkan dia?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Apa yang terjadi padaku?' Meskipun dia berusaha keras untuk tetap fokus pada pekerjaan, setiap kali dia melihat Kieran, perasaan itu semakin kuat. Setiap kata yang dia ucapkan, setiap tatapan yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa terperangkap dalam perasaan yang tak terucapkan. 'Apa yang sebenarnya dia inginkan dariku?' Clara tidak tahu jawabannya, tetapi yang dia tahu adalah semakin lama dia berusaha untuk menjaga jarak, semakin perasaan itu semakin sulit untuk ditekan. 'Saya harus mengendalikan diri,' Clara memutuskan, meskipun suara di dalam hatinya terus berteriak bahwa dia tidak bisa lagi mengabaikan perasaannya. 'Ini bukan waktu u

    Last Updated : 2025-02-01
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 11

    Clara berdiri di depan cermin di ruang kerjanya, menatap refleksinya dengan mata yang kosong. Hari itu, perasaannya terasa lebih berat dari sebelumnya. 'Apa yang saya lakukan?' Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya. 'Apa yang sebenarnya saya rasakan terhadap Kieran?' Setiap kali dia berada di dekat Kieran, perasaan yang semakin kuat itu semakin sulit untuk dihindari. Setiap kata yang dia ucapkan, setiap tatapan yang dia berikan, semakin membuat Clara merasa terperangkap dalam perasaan yang tak terucapkan. Apa yang sebenarnya saya rasakan?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, tetapi jawabannya tak kunjung datang. 'Saya harus bisa mengendalikan diri,' Clara memutuskan, meskipun suara di dalam hatinya terus berteriak bahwa dia tidak bisa lagi mengabaikan perasaannya. 'Ini bukan waktu untuk perasaan. Ini tentang pekerjaan.' Namun, meskipun dia berusaha keras untuk tetap fokus pada pekerjaan, perasaan itu semakin mendalam. Ponselnya berbunyi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 12

    Clara duduk di ruang kerjanya, matanya menatap layar komputer yang kosong. Pekerjaan yang menumpuk di mejanya seolah tak ada artinya dibandingkan dengan kerumitan perasaan yang tengah menguasainya. 'Apa yang harus saya lakukan?' Pikirannya berputar-putar, mencoba mencari jawaban yang tak kunjung datang. Kata-kata Kieran masih terus terngiang di kepalanya. “Saya tertarik padamu, Clara. Lebih dari sekadar pekerjaan. Saya ingin tahu apakah kamu merasakan hal yang sama.” Meskipun dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, Clara tahu bahwa hatinya tidak bisa lagi disembunyikan. 'Saya tidak bisa terus mengabaikan ini.' Perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran terus menggema di dalam dirinya, dan semakin dia mencoba untuk menahannya, semakin perasaan itu menguasainya. 'Tapi bagaimana dengan pekerjaan saya?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Apa yang akan terjadi jika saya memilih untuk mengikuti perasaan ini?' Ponselnya berbunyi, memecah keheningan yang menyelimuti

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 187

    Langit pagi masih berwarna abu-abu ketika helikopter milik UN Special Biothreat Taskforce mendarat di dek kapal riset Aquila. Kapal ini tidak biasa—bukan sekadar laboratorium terapung, tapi pusat komando rahasia yang dikerahkan untuk menyelidiki jejak terakhir Leviathan di sebuah pulau kecil di dekat perairan Filipina Selatan.Clara menuruni tangga helikopter bersama Nathaniel dan Kieran. Angin laut menyentak rambut mereka, dan aroma garam bercampur bensin solar menyengat tajam. Mereka disambut oleh seorang pria berkacamata dengan wajah penuh luka bakar setengah pipi kiri—Dr. Elmo Takashi, ahli genetika yang dulu bekerja untuk Leviathan dan kini menjadi saksi penting sekaligus pemandu dalam misi ini."Pulau ini tidak ada di peta resmi," kata Takashi pelan. "Tapi saya tahu, mereka menyebutnya ‘Pulau Hening’. Di sana... eksperimen tahap terakhir dilakukan. Bukan hanya virus. Tapi juga eksperimen penggabungan organik dan sistem saraf AI."Kieran mencibir. “Mereka ingin menciptakan hi

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 186

    Fajar menyingsing perlahan ketika mobil taktis PBB menderu menjauhi dermaga tua. Di dalamnya, Kieran duduk berdampingan dengan Clara—kedua mata mereka memantulkan sinar remang lampu kabin. Di depan, Nathaniel mengawasi borgol di pergelangan tangan Victor Arman yang duduk di kursi belakang, tubuhnya terbungkus mantel panjang.Clara menengadah, menarik napas dalam. “Kita berhasil… tapi ini baru permulaan.”Kieran mengangguk tanpa bicara. Bayangan malam terakhir terus menghantui—detik ketika ia memutuskan untuk tidak menghabisi ayahnya, dan saat pintu rahasia terbuka untuk pertama kali. Kini, tanggung jawab baru menanti: Victor harus diadili, dan jaringan Leviathan yang tersisa harus dilenyapkan.— Sidang Kilat PertamaBeberapa jam kemudian, di ruang sidang darurat PBB, juri internasional berkumpul. Clara dan tim hukum menyiapkan stage: bukti forensik, rekaman duel, sampel biologis, dan pengakuan Victor sendiri. Ketika hakim ketua mengetuk palu, Victor berdiri—wajahnya tenang, meski d

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 185

    Kegelapan pagi itu masih menggantung ketika Kieran membuka pintu kamar belakang rumah tua. Ia menatap Clara dan Nathaniel yang menunggunya di ruang kerja; mata Nathaniel masih basah oleh kesedihan, sedangkan Clara meraih tangannya dengan teguh. “Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Kieran pelan—suara yang jauh lebih tenang daripada detak jantungnya. “Ayahku tidak akan menunggu.”Nathaniel mengangguk. “Aku sudah menyiapkan akses ke lorong bawah tanah—jalur rahasia yang dulu kami gunakan untuk mengangkut barang. Dari situ kita bisa menyusup ke markas Leviathan.” Ia meraih peta usang yang sudah ditandai beberapa titik; salah satunya tempat Victor Arman biasanya menonton operasi—ruang kendali pusat.Clara menarik napas. “Sebelum kita bergerak, aku mau tahu: apa rencana kita jika kita bertemu dia?”Kieran menatap sekilas foto tua yang menempel di dinding—Victor muda menatapnya penuh harap. “Aku tidak datang untuk membunuhnya,” gumamnya. “Aku datang untuk mengakhiri warisan kegelapan in

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 184

    Langit pagi itu mendung, seakan alam pun ikut merasakan tekanan yang menggelayuti hati Clara. Di balik jendela kamar hotel tua yang mereka tempati untuk bersembunyi, ia menatap jalanan yang sepi. Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Kieran dan Nathaniel, dan selama itu pula ia hidup dalam ketegangan yang menggigit.Nathaniel duduk di kursi dekat pintu, menyusun lembaran-lembaran dokumen yang dicuri dari markas musuh mereka. Wajahnya serius, kerutan di dahinya menunjukkan beban berat yang ia pikul. Sementara itu, Kieran berdiri di dekat meja kecil, jari-jarinya mengetik cepat di layar tablet yang terkoneksi dengan sistem jaringan rahasia mereka.Clara akhirnya bersuara. "Sampai kapan kita akan terus bersembunyi?"Kieran tak langsung menjawab. Nathaniel menoleh lebih dulu, tatapannya tajam namun mengandung kelembutan. "Sampai kita tahu siapa yang bisa kita percaya. Dan siapa yang benar-benar ingin membunuhmu."Clara menggertakkan gigi, mencoba menahan kemarahan da

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 183

    Pagi itu, suasana rumah terasa berbeda. Matahari yang menyelinap lewat jendela kaca besar di ruang tengah seolah enggan mengusik ketegangan yang sedang menggantung di udara. Clara duduk sendirian di meja makan, jemarinya menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Tatapannya kosong, pikirannya mengembara entah ke mana.Sudah tiga hari sejak Kieran menghilang setelah pertemuan rahasia itu. Tidak ada pesan, tidak ada kabar, hanya keheningan yang menusuk. Clara mencoba menghubungi orang-orang dekat Kieran, namun semuanya diam, seperti sudah mendapat instruksi untuk tidak membuka mulut.Clara bangkit dari kursinya dan berjalan ke balkon. Angin pagi menyentuh wajahnya lembut, tapi tak cukup untuk meredakan kekhawatiran yang terus menumpuk dalam dadanya. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari nomor tak dikenal.“Kalau kau ingin tahu di mana Kieran, datanglah sendiri. Jangan ajak siapa pun. Lokasi sudah dikirim.”Pesan itu disertai koordinat. Clara menatap layar ponsel, hatinya be

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 182

    Kabut tebal menutupi dermaga tua di pinggiran kota, hanya diterangi lampu kapal yang bergoyang pelan di atas air. Kieran dan Clara berdiri di ujung dermaga, mengenakan pakaian gelap dan peralatan intelijen lengkap. Di antara tumpukan kontainer berkarat, mereka tahu itulah sarang terakhir organisasi bayangan—pusat koordinasi distribusi senjata biologis yang gagal mereka bongkar.Clara menekan tombol di alat komunikasi: “Ari, status?”“Semua saluran aman, sensor gerak dan termal sudah aktif. Drone patroli berputar di atas, memperingatkan setiap pergerakan darah panas di atas dek,” jawab Ari. Kieran mengangguk, memeriksa peta holografik di tangannya. “Rute masuk lewat selokan saluran pembuangan di sebelah timur. Liora seharusnya ada di ruang kontrol atas, ruangan kaca yang menghadap dermaga. Dia tahu kita akan datang—jadi waspadai jebakan.”— Mencuri Malam —Mereka merayap melalui pintu baja kecil di ujung selokan, suara air menetes bergema di lorong beton. Setengah berlari, setengah

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 181

    Hujan turun deras malam itu. Langit kelabu seakan menjadi pertanda bahwa badai yang lebih besar sedang menanti Clara dan Kieran. Mereka duduk berdampingan di dalam mobil hitam yang terparkir di ujung jalan, tak jauh dari markas tersembunyi organisasi yang selama ini menghantui hidup Kieran.“Kamu yakin ingin melakukannya malam ini?” tanya Clara pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam suara rintik hujan di kaca depan.Kieran menoleh padanya. Mata pria itu menunjukkan tekad, tapi juga ada kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. “Kalau kita menunggu lebih lama, mereka akan bergerak lebih dulu. Dan kita tak akan sempat menyelamatkan apa pun.”Clara mengangguk, menggenggam tangan Kieran erat. “Kalau begitu, kita hadapi ini bersama.”Kieran menatap jemari mereka yang saling menggenggam, lalu mencium punggung tangan Clara dengan lembut. “Apa pun yang terjadi nanti, aku ingin kamu tahu… aku mencintaimu. Dan aku tidak menyesal telah membawamu sejauh ini.”Clara tersenyum, meski hatinya be

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 180

    Fajar keemasan menembus jendela aula pengadilan, menyinari wajah-wajah tegang yang masih terpaku menanti putusan. Clara berdiri di samping Kieran, Nadia, Marina, dan sejumlah saksi ahli, masing‑masing menyimpan harap bahwa seluruh rangkaian kejadian akan mendapatkan keadilan.— Pembacaan Putusan —Hakim mengetuk palu dengan suara mantap. “Setelah mempertimbangkan seluruh bukti dan kesaksian, Pengadilan Internasional menyatakan terdakwa—mantan pejabat X, CEO perusahaan farmasi bayangan, serta ilmuwan utama—bersalah atas tuduhan penggunaan senjata biologis, pengkhianatan,""dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Semua terdakwa dijatuhi hukuman penjara maksimal dan denda besar, serta aset mereka disita penuh untuk kompensasi korban.”Kerumunan meledak dalam tepuk tangan tertahan; beberapa delegasi saling menyalami, mata Clara berkaca-kaca karena lega. Kieran memeluknya sebentar, menegaskan, “Kebenaran menang.”— Pembebasan dan Pemulihan —Di luar gedung, tim Karbon menyaksikan Belanda—mar

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 179

    Kabut pagi masih menyelimuti jalanan ketika tim Karbon bersiap meninggalkan safehouse untuk menuju gedung Pengadilan Internasional. Rombongan mobil taktis meluncur perlahan, menyusuri jalan raya yang kini dijaga ketat pasukan PBB dan Europol. Di dalam mobil paling depan, Clara menatap cermin spion—melihat bayang-bayang pepohonan yang terangkat sejenak oleh lampu sorot lalu kendaraan rombongan. Ia menarik napas dalam, lalu menegaskan di hatinya: ini hari paling krusial.— Panggung Sidang Puncak —Di aula sidang, kursi-kursi tersusun rapi—barisan saksi ahli, delegasi negara, dan kerumunan jurnalis internasional sudah berkumpul. Clara melangkah mantap ke podium, di tangan kiri terdapat berkas dakwaan biologis yang tebal sekali. Di layar besar, grafis tentang rencana penyebaran virus, rekaman teknisi, hingga hasil uji lab independen semua menanti untuk diputar.Hakim ketua mengetuk palu, menandai dimulainya babak baru: dakwaan senjata biologis dan kejahatan kemanusiaan. Suara Clara m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status