"Miska ...."Mendengar namanya dipanggil membuat Miska bergidik dan mengembalikan kesadarannya setelah tanpa sadar melamun."Miska ... hei.""Iya ... Ma, iya, gimana?" tanya Miska sembari mengambil minuman dan meminumnya sedikit. Rasa masam dengan cepat memenuhi mulutnya, tapi, semenjak hamil ia menyukai rasa masam mungkin bawaan bayinya.Selama kehamilan ini Miska bener-benar berjuang sendirian, pada awalnya keluarganya marah dan memaki, menangis juga mencaci tapi, akhirnya Asha dan Kemal mau menerima dirinya.Semenjak itu keluarganya lebih memperhatikan Miska dan mau mendengar apa yang Miska keluhkan, semua keuangan keluarga kembali di pegang oleh Asha. Keluarga Miska kembali ke kota kelahiran Kemal di salah satu kota di Jawab Barat, mereka mulai membuka pabrik produksi tahu kecil-kecilan. Adik Miska Lya, turut membantu usaha itu dan bekerja di salah satu minimarket di sana, Miska bahkan meminta Lya untuk berhati-hati agar tidak salah jalan seperti dirinya.Kemal ayah Miska mulai pu
Miska melemparkan berkas dan map yang sudah ia urus ke dalam mobil dengan kesal dan marah, ia sama sekali tidak peduli saat salah satu map yang ia lempar terbuka bagian atasnya hingga isi di dalamnya berceceran di seluruh mobil.Blam ....Miska membanting pintu mobil dengan keras hingga membuat tukang parkir kelurahan kaget karena berdiri tidak jauh dari mobil Miska. Tanpa memedulikan itu semua Miska memukuli setir mobilnya dengan kedua tangannya sekeras mungkin, berusaha untuk menyalurkan emosinya akibat perkataan Emir yang sudah menyakiti hatinya. Pedih.“Sialan kamu, Emir ... kurang ajar kamu, sialan!!!” jerit Miska sekeras mungkin hingga membuat suaranya serak. Dengan amarah yang masih tertumpuk di dalam dada Miska, ia mengenakan sabuk pengamannya dan memundurkan mobilnya tanpa melihat kanan dan kiri hingga membuat tukang parkir berteriak sangat keras.“Jancuk ... hati-hati, Mbak,” teriak tukang parkir tersebut sekeras mungkin sambil menggebrak bagian belakang mobil Miska.Miska s
Tit ....Tubuh Sonya hampir lunglai saat mendengar suara mesin jantung yang terdengar nyaring di kupingnya. "Henti jantung," ucap Sonya sembari menatap Rendi dan Ismi bergantian.“Code blue,” ucap Ismi.“Pacu jantung,” perintah Rendi pada perawat di sekitarnya dan dalam hitungan detik alat tersebut ada di sana. “Clear?” tanya Rendi pada orang-orang di sana, saat merasa sudah aman Rendi menempatkan alat pacu jantung di dada Miska dan menekan tombolnya.Seketika itu juga tubuh Miska bergerak karena kejutan listrik dari alat tersebut, Sonya menatap kembali monitor alat vital sembari berdoa di dalam hati dengan tulus. Entah kenapa melihat keadaan Miska seperti ini dan baru saja melahirkan seorang bayi membuat Sonya terenyuh. “Tuhan … selamatkan Miska, dia memang orang jahat tapi, dia sudah bertobat dan berjanji akan memperbaiki hidupnya. Kasihan anaknya Tuhan, aku yakin kalau Emir tidak akan mau mengurus anaknya itu, hanya Miska yang bisa mengurus anaknya, Tuhan,” batin Sonya sembari me
Sonya menatap bayi kecil yang berada di dalam inkubator, bayi itu sedang tertidur nyenyak tanpa mengetahui apa pun juga. Dia tidak tahu siapa ayahnya dan di tidak tau siapa ibunya, bayi murni tanpa dosa yang tidak meminta dilahirkan dari rahim siapa.Tangan Sonya menyentuh kaca inkubator seolah mengusap wajah bayi lelaki tersebut, hidungnya mirip dengan Emir dan bibirnya sangat mirip Emir juga Janu anaknya. Seketika itu juga rasa sesak seolah merayap ke dalam relung hatinya, ia rindu Janu. Janu anaknya yang selalu mengikutinya kemana pun juga saat di rumah, napasnya, mataharinya."Hai ... sehat-sehat, yah, Nak," bisik Sonya pelan sembari terus melihat bayi mungil tersebut yang terlihat tenang di dalam inkubator berjuang untuk hidup karena dilahirkan bukan diwaktu yang tepat.Seolah paham bayi itu tersenyum manis pada Sonya, seolah memberitahukan pada Sonya kalau dia adalah bayi yang sehat dan kuat juga mampu untuk menghadapi kekejaman duniawi."Dokter, saya permisi sebentar, kalau tid
"Mau aku? Di sini?" tanya Sonya sembari menunjuk lantai dan menatap kaget Awan. Terkadang dia suka bingung dengan keinginan Awan bercinta, masih ingat di ingatannya saat Awan memintanya bercinta di rooftop rumah sakit. Kaki Sonya bergetar dan putingnya mengeras saat mengingat sensasi mereka bercinta saat itu, nikmat dan penuh adrenalin. Apakah Sonya menginginkannya lagi? Entahlah ... sepertinya di tempat ini jantungnya bisa berdetak lebih keras karena ini tangga darurat dan siapa pun bisa masuk tiba-tiba ke sana tanpa bisa Sonya larang. Saat di rooftop, Sonya sudah mengunci pintunya dan tidak ada yang bisa melihat mereka berhubungan kecuali angin atau mungkin burung nyasar. Tapi, di sini? Tunggu dulu, Sonya harus berpikir berkali-kali lipat. "Kenapa? Nggak ada CCTV dan nggak ada orang lewat juga, dan ini lantai paling jarang orang lewat, Sonya," bisik Awan dengan suara paling sensual, Awan sengaja mengeluarkan suara itu di kuping Sonya berharap bisa merangsang Sonya melalui suara da
"Boleh aku nanya sesuatu?" tanya Sonya sambil mengenakan celana dan bajunya secara baik dan benar."Apa? Mau nanya apa?" Awan malah balik bertanya sembari mengenakan celananya dan menyuar rambutnya yang berantakan akibat ditarik oleh Sonya saat mereka bercinta tadi.Sonya melihat Awan tanpa berkedip, lelaki di hadapannya ini memiliki pesona yang tidak bisa dielakkan, Sonya tahu kalau Awan banyak yang menyukai dimulai dari perawat, dokter hingga adek-adek Koas hampir semuanya mengincar Awan. Lelaki yang walaupun bekerja hanya sebagai penata anestesi tetapi memiliki senyuman yang mampu menawan semua orang."Apa? Mau nanya apa? Kenapa ngeliatin mulu, suka?" tanya Awan sembari mendekati Sonya dan membantu wanita itu untuk mengenakan bajunya dengan benar. Jempolnya mengusap bibir bagian bawah Sonya, berusaha menyeka sisa-sisa miliknya yang dengan santainya Sonya telan. Liar namun sensual.Sonya menggigit jempol Awan sekeras mungkin hingga Awan menjerit keras."Sonya ... aw ... aw ... sakit
Sonya menyalakan lampu ruang keluarga, matanya sedikit memicing saat semua lampu ruang keluarga Awan menyala. Ia dengan cepat menghempaskan bokongnya di atas sofa dan menyandarkan tubuhnya, berusaha untuk menghilangkan rasa lelah.Hari ini adalah hari yang paling melelahkan bagi Sonya, di mana ia harus melakukan operasi yang sangat banyak dan salah satunya adalah mengoperasi Miska, lalu bercinta dengan jantung berdebar di tangga darurat dan berakhir dengan rasa malu karena dokter yang mengganggu mereka bercinta adalah Lidya dan Eka.“Astaga ... Sonya, kok kamu bisa sih seceroboh itu?” tanya Sonya sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya, rasa malu dengan cepat merayap ke seluruh tubuhnya. Membayangkan Lidya yang melihat dirinya sedang bercinta dengan Awan membuat Sonya kembali merutuki kebodohannya.“Argh ... bodoh kamu Sonya,” maki Sonya sembari memukuli kepalanya dengan kedua tangannya pelan.“Siapa yang bodoh?” tanya Awan yang sudah berdiri di belakang Sonya, ia baru sampai
Sonya menggerakkan tubuhnya, merenggangkan tubuhnya yang kaku karena sudah tertidur terlalu lama. Tangannya menggapai headboard dan kakinya ia regangkan sejauh mungkin, setelah puas ia menghela napas dan mengok ke samping lalu mendapati Awan yang sedang tertidur pulas menghadap dirinya.Tangan Sonya tanpa sadar menyentuh bulu mata Awan yang panjang, rasa iri dengan cepat memenuhi diri Sonya. Sebagai pria Awan sangat menawan, bulu matanya lentik, hidungnya mancung dan pipinya terasa kasar akibat bulu-bulu halus yang belum Awan pangkas."Kamu kenapa bisa suka sama aku, sih?" tanya Sonya pelan sembari mengusap pucuk hidung Awan, "aku janda tanpa anak yang nggak bisa kasih kamu anak, aku nyebelin dan suka bikin kamu pusing. Aku juga galak di tempt kerja, judes, dan suka marah-marah."Sonya mendekatkan tubuhnya lebih dekat dengan Awan, merapatkan tubuhnya dengan tubuh hangat Awan adalah hal paling menyenangkan bagi Sonya.Belakangan ini Sonya memang tinggal dengan Awan, tapi, dia sama seka