"Kak ... Kakak yakin pacar Kakak itu bakal tanggung jawab atas bayi yang Kakak kandung?" tanya Lya yang menatap perut Miska yang sudah mulai terlihat seperti wanita hamil.
"Dia harus tanggung jawab, Kakak nggak bakal lepasin dia sampai kapan pun," ungkap Miska sembari memilih baju tidur yang cocok untuk bentuk tubuhnya saat ini yang sudah naik 7 kilo semenjak ia hamil.
"Tapi, Kak ... perut Kaka udah gede banget dan sampai detik ini pacar Kaka belum datang buat nemuin Mama sama Papa? Kak, Mama udah curiga karena Kaka selalu pakai baju kebesaran dan menolak untuk datang ke rumah." Lya mengingatkan Miska dengan situasi yang menurut Lya sudah sangat genting ini, ia tidak ingin Kakaknya di sia-siakan oleh kekasihnya yang sampai detik ini belum pernah Lya lihat batang hidungnya.
Tangan Miska terhenti saat sedang memilih pakaian untuk ia kenakan, pikirannya melayang pada pertemuan terakhir dirinya dan Emir yang entah sudah bera
Tiara membuka pintu kamar dengan cepat karena sudah merasakan tangan Emir menyentuh bagian-bagian sensitif di tubuhnya. Lelaki itu benar-benar memiliki nafsu yang sangat tinggi bila sudah mulai bercinta, tangannya akan dengan kasar menggerayangi tubuhnya yang mulus.Emir adalah seseorang sosok sempurna bagi Tiara, ia sangat gampang memberikan uang dan suka memberikan kenikmatan bagi Tiara walaupun terkadang saat bercinta dengan Emir, Tiara sangat jarang sekali mendapatkan pelepasan karena Emir adalah sosok pria egois yang tidak mau memanjakan dirinya."Sebentar Emir," bisik Tiara yang sudah merasakan jemari Emir di ceruk kenikmatan miliknya, mengusapnya dengan kasar hingga membuat Tiara mengaduh kesakitan.Tiara membuka pintu dan masuk, sedetik ia menutup pintu Tiara merasakan tubuhnya ditekan ke arah pintu hingga membuat, pintu
“Iya, halo Pak Emir.”“Nathan ….” Emir langsung memanggil nama pengacaranya itu sesaat ia mendengar suaranya di telepon. “Iya, ada yang bisa saya bantu Pak Emir?” tanya Nathan yang waswas dengan permintaan apa lagi yang akan kliennya ajukan ini. Rasanya umur makin pendek saat menangani klien satunya ini, andai dia bukan junior di biro pengacaranya dan ia bisa menolaknya mungkin dia sudah tolak klien bernama Emir ini.“Kamu bisa tolong saya untuk mengusir orang yang mendiami apartemen saya? Dan tolong saya untuk menjualnya?” tanya Emir sembari mengacak isi laci meja kerjanya untuk mencari surat apartemen milik Miska. Ia benar-benar ingin sesegera mungkin mengenyahkan wanita itu dari kehidupannya. Dia muak.“Bisa Pak, untuk kapan dan apartemennya di mana?” tanya Nathan sembari menghela napasnya sepelan mungkin karena saat ini pekerjaannya makin banyak. “Segera mungkin, pagi ini kalau bisa,” ucap Emir sembari mengambil surat apartemen yang
Sonya memulas bibirnya dengan lipstik berwarna nude, ia sekali lagi mengamati pantulan bayangannya di cermin berusaha untuk melihat apakah ada cela di riasannya hari ini. Hari ini adalab hari di mana ia harus kembali ke persidangan dan menghadapi Emir, memberikan kunci mobilnya pada Emir karena lelaki gila itu menginginkan segalanya milik Sonya.Kelakuan Emir membuat Sonya sadar kalau mantan suaminya itu sangat menginginkan dirinya terlunta-lunta dan sengsara setelah meninggalkan Emir, untungnya rumah yang saat ini Sonya tempati dibeli Kakek Awan dan seluruh perhiasannya juga. "Sonya ...." Suara bariton terdengar dari arah pintu kamar Sonya membuat Sonya menoleh melewati bahunya dan mendapati Awan sedang menatapnya."Awan, kamu kok bisa masuk?" Sebuah pertanyaan bodoh Sonya lontarkan, padahal ia sendiri yang memberikan nomer kombinasi pintu rumahnya pada Awan, tentu saja Awan bisa masuk ke dalam rumahnya dengan sangat leluasa tanpa perlu meminta izin pada
"Awan?" Sonya hanya bisa mengedipkan kelopak matanya dan melihat tidak percaya saat melihat Awan keluar dari mobil Tesla. "Udah? Pulang sekarang atau makan dulu?" tanya Awan santai sembari berjalan keluar mobil dan mendekati Sonya. Sonya hanya bisa melihat Awan dengan pandangan tidak percaya dan belum sanggup berkata apa pun juga, rasanya ia ingin mencubit pahanya sendiri karena bila ini hanya mimpi maka cubitannya itu tidak akan menyakiti dirinya sama sekali. "Sonya ...." Awan melambaikan tangannya di depan wajah Sonya karena wanita itu tidak membalas panggilannya sama sekali. "Sonya kamu kenapa?" "Hah ... apa?" tanya Sonya kaget sembari bergidik pelan, berusaha mengembalikan kesadarannya. "Udah? Mau pulang atau mau makan?" tanya Awan santai sambil berjuang untuk tidak melirik Emir yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan bingung dan kaget.
Sepanjang jalan Awan tertawa terbahak-bahak dengan perkataan Sonya yang menganggap dirinya menjual ginjal, "Kamu kok bisa mikir aku jual ginjal?"Sonya mengerucutkan bibirnya sembari memilin pakaiannya salah tingkah karena tebakannya salah, "Ya ... habis, aku anggap kamu jual ginjal karena nggak masuk akal, dengan pekerjaan kamu yang penata anestesi kamu beli mobil seharga rumah, Wan.""Hahaha ... emang kalau penata anestesi nggak boleh punya Tesla? Aku harus punya mobil apa?" tanya Awan sembari tertawa, rasanya lucu dengan pikiran Sonya, memang apa salahnya seorang penata anestesi memiliki mobil Tesla? Selama dia mampu membelinya kenapa nggak."Yah, mobil normal ... kaya mobil aku atau mobil itu," ucap Sonya sembari menunjuk mobil sejuta umat yang sedang melewati mereka."Hahaha ... nggak enak pakai mobil kaya gitu, nggak bisa gini," ucap Awan sembari menekan tuas di bagian kanan atas setir mobil mi
Sonya menatap Miska yang sedang duduk di hadapannya, ia melihat wanita muda yang terlihat kuyu dan tidak bercahaya lagi, seolah kecantikan miliknya ditarik entah ke mana. Loyo, mungkin hanya itu kata yang bisa mendeskripsikan Miska saat ini.Entah apa yang membuat wanita itu tampak tidak bersemangat dan kelelahan, seingatnya Miska sangat cantik dan selalu membuat dirinya rendah diri tapi, sekarang? Dirinya yakin bila ada pria acak yang ditanya siapa yang paling cantik semuanya akan menjawab Sonya karena Miska terlihat sangat loyo dan entahlah ... aneh."Kamu mau ngomong apa? Apa yang mau kamu ceritai?" tanya Sonya.Miska melirik Nathan dengan pandangan takut, jantungnya seolah berdetak lebih cepat karena akan memberitahukan sebuah kebenaran yang sangat berpeluang untuk dirinya diamuk oleh Sonya. Miska yakin kalau Sonya akan memaki bahkan mencekiknya bila ia beritahukan apa yang sebenarnya terjadi pada Janu.
Miska berjalan ke arah Emir dan duduk di antara kaki lelaki yang saat ini sedang mengacak pucuk kepalanya dengan kasar dan menarik kepalanya mendekati bagian pribadi milik Emir. Tangan Miska meraih ujung celana Emir dengan pelan, jemarinya mengait di sana dengan pelan ia menurunkan celana itu hingga menunjukkan batang kenikmatan Emir yang sudah mengeras sempurna. "Isap ...." Satu kata perintah yang langsung Miska patuhi, wanita itu dengan cepat memenuhi bibirnya dengan batang kenikmatan Emir. Emir mengerang saat merasakan kecupan dan liukkan lidah Miska di batang kenikmatan miliknya, kepala Miska naik dan turun, lidahnya menyentuh setiap inci bagian pribadinya yang terus berkedut memecut gairahnya. Tangan Emir menekan bagian kepala Miska dengan keras, memaksa wanita itu memasukkan lebih banyak batang kenikmatan miliknya, desahan Miska terdengar di kuping Emir seolah memecut birahi Emir. Kedua
“Kamu butuh berapa?” tanya Emir sembari mengecup bagian belakang kepala Miska pelan, ia benar-benar merasa puas setelah melakukan hubungan badan dengan Miska. Wanita ini tidak seliar Sonya tapi, bisa memanjakan Ego Emir hingga ke nirwana.Miska berbalik dan mengecup dada Emir, kecupannya terus naik ke atas ke bagian rahang lalu berakhir di bibir Emir. Miska meliukkan lidahnya di dalam mulut Emir, menggoda lelaki itu dengan berbagai macam cara untuk menggelontorkan uang untuk dirinya, sebanyak bahkan kalau bisa lebih dari pada yang ia inginkan.“Berapa?” ulang Emir disela-sela ciumannya dengan Miska, tangannya menyusup ke bagian bokong wanita itu dan mencubitnya pelan.“Kaya yang aku chat,” ucap Miska sembari menggesekkan kakinya di antara sela-sela paha Emir, menyenggol bagian pribadi Emir yang sudah memasuki dirinya tadi.“Oke.” Emir mengambil ponselnya dan beranjak dari tidurnya, Ia berdiri kemudian mentransfer sejumlah uang pada rekening Miska.
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan