“Kamu butuh berapa?” tanya Emir sembari mengecup bagian belakang kepala Miska pelan, ia benar-benar merasa puas setelah melakukan hubungan badan dengan Miska. Wanita ini tidak seliar Sonya tapi, bisa memanjakan Ego Emir hingga ke nirwana.
Miska berbalik dan mengecup dada Emir, kecupannya terus naik ke atas ke bagian rahang lalu berakhir di bibir Emir. Miska meliukkan lidahnya di dalam mulut Emir, menggoda lelaki itu dengan berbagai macam cara untuk menggelontorkan uang untuk dirinya, sebanyak bahkan kalau bisa lebih dari pada yang ia inginkan.“Berapa?” ulang Emir disela-sela ciumannya dengan Miska, tangannya menyusup ke bagian bokong wanita itu dan mencubitnya pelan.“Kaya yang aku chat,” ucap Miska sembari menggesekkan kakinya di antara sela-sela paha Emir, menyenggol bagian pribadi Emir yang sudah memasuki dirinya tadi.“Oke.” Emir mengambil ponselnya dan beranjak dari tidurnya, Ia berdiri kemudian mentransfer sejumlah uang pada rekening Miska.“Sonya?!” Awan dengan cepat meloncat dari duduknya dan memeluk pinggang Sonya, berusaha untuk meredam amarah Sonya, namun terlambat Sonya sudah menggerakkan tangannya.“Aw ....” Suara pekikkan Miska terdengar memenuhi ruang keluarga itu, daras segar dengan cepat mengalir dari lengan Miska, wanita hamil itu dengan cepat memundurkan tubuhnya menjauhi Sonya yang kembali mengangkat tangannya bersiap menghunuskan pisau dapur di tangannya untuk kedua kalinya.“Sonya?!” teriak Awan sembari memeluk tubuh Sonya dan berusaha untuk menahan tangan Sonya yang kembali wanita itu gerakkan untuk mengenai Miska. “Sonya, Sayang sadar?!”“Ibu Sonya harap tidak melakukan tindakan yang merugikan Anda, Anda bisa di penjara.” Nathan memperingatkan Sonya.Sonya seolah tidak mendengar teriakkan Awan dan Miska juga ancaman yang Nathan berikan pada dirinya, kupingnya benar-benar menuli dan tidak mau mendengar apa pun lagi.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Awan sambil mengusap punggung Sonya yang dari tadi hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada Awan.Sonya sama sekali tidak menjawab pertanyaan Awan, ia hanya diam menatap dada Awan yang sudah basah karena air matanya yang terus bercucuran, hampir sepuluh menit Sonya menangis di dada Awan, ia menangis seperti orang gila dan berteriak ingin dibawa ke kamar Janu. Awan dengan cepat menggendongnya dan membawanya ke kamar Janu lalu memeluknya tanpa melepaskannya sama sekali.Sesekali Sonya merasakan kecupan di bagian pucuk rambutnya, ia merasakan tangan Awan yang hangat memeluknya dan membelai punggungnya, lelaki itu sama sekali tidak berkata apa pun kecuali kalimat yang baru saja ia tanyakan tadi. Selebihnya Awan hanya diam dan terus memeluknya, seolah paham kalau saat ini Sonya tidak membutuhkan apa pun selain keberadaannya yang memeluknya dengan erat.“Sonya, aku keluar sebentar, boleh?” tanya Awan sembari mendor
"Sonya, kamu ngapain?" tanya Awan panik saat melihat Sonya menarik selang dan menyalakan air untuk memenuhi isi kolam."Aku mau isi air kolam," ucap Sonya sembari melemparkan selang air ke dasar kolam dan mengambil ember.Sonya mengisi ember dengan air, setelah penuh ia masukan air kedalam kolam dan kembali mengisi air diember berkali-kali seperti orang kurang waras, bibirnya terus meracau berkali-kali, "Bentar, yah, Janu.""Sonya ... buat apa kamu isi kolam renangnya?" tanya Awan sembari mengikuti Sonya hilir mudik mengisi kolam dengan air. "Janu mau berenang, jadi, kolamnya harus diisi," ucap Sonya sembari mengambil ember secara serampangan hingga membasahi tubuhnya dan menuangkan air ke kolam terburu-buru.Awan menggeleng dan berusaha untuk mengambil ember dari tangan Sonya, "Sonya Janu nggak ada, Janu udah meninggal."Sonya tertawa pelan dan mengusap ujung hidungnya, ia berusaha untuk bernapas dengan susah payah, "Janu tadi bilang ke aku dia mau berenang sama aku, dia mau ajak ak
"Kamu nggak salah ngomong!?" teriak Lidya kaget.Sonya menggeleng pelan sembari menggenggam gelas berisikan teh hangat dengan kedua tangannya. Sudah hari kedua semenjak Miska mengatakan pengakuannya tentang apa yang terjadi pada Janu dan selama dua hari itu Sonya meminta izin untuk tidak bekerja dengan alasan sakit.Selama dua hari itu Awan selalu menemani dirinya dan memaksa Sonya tinggal di rumahnya yang tidak memiliki kolam renang, kebetulan hari ini Awan harus kembali bekerja dan ia meminta Sonya ditemani Lidya karena Awan yakin bila Sonya di tinggal sendirian Sonya akan kembali berhalusinasi dan mulai melakukan tindakan yang bisa membuat jantung Awan copot."Sonya, cerita kamu itu benar?" tanya Lidya yang kesal karena Sonya tidak menjawab pertanyaannya, malah menatap isi cangkir, "Sonya.""Nggak aku nggak bohong, itu yang Miska ceritain sama aku. Batute sialan itu ceritain semua yang terjadi di hari Janu meninggal. Sebuah fakta yang selalu Emir tutupi sampai hari ini." Sonya memi
Sonya diam menatap gedung pengadilan agama di hadapannya, ini adalah hari di mana Sonya melakukan sidang terakhir dan hari di mana ia mungkin akan mendapatkan status janda, itu juga bila pengadilan memutuskan ia bisa bercerai dengan Emir. Kalau tidak, dia harus berkutat dengan beberapa kali lagi pengadilan yang sangat melelahkan. "Sonya, Sayang ... ayo, turun," ucap Awan sambil membuka sabuk pengaman yang Sonya kenakan. "Oh ... ayo," jawab Sonya lemah sembari membuka pintu dengan wajah lesu. "Sonya kamu kenapa?" tanya Awan yang sadar kalau Sonya terlihat murung. "Kalau pengadilan nggak meluluskan semuanya gimana? Kalau aku masih harus nikah sama Emir gimana? Aku nggak mau," ucap Sonya sembari memainkan map cokelat di pahanya. Awan mengusap bagian belakang rambut Sonya pelan, berusaha menenangkan Sonya, "Aku yakin orang pengadilan juga sadar dan tahu mana yang baik dan mana yang buruk." Sonya mengangguk pelan, tubuhnya berbalik dan menarik kemeja Awan hingga mendekati dirinya. Son
"Ada yang ingin tertuntut sampaikan sebelum kami sampaikan hal lainnya?" tanya Hakim pada Sonya. Seumur hidupnya dia menjadi hakim baru kali ini yang datang ke sidang perceraian dengan membawa selingkuhannya seperti Sonya. Aneh tapi nyata.Sonya melirik Emir yang ternyata sedang melihat dirinya, spontan Sonya memberikan senyum terbaiknya untuk Emir. Sonya menoleh melewati bahunya melihat Parwati yang juga sedang melihatnya. Mata Sonya sama sekali tidak melepaskan tatapan mata Parwati, Sonya seolah mengunci tatapan mata Parwati. "Saya ingin menyampaikan sesuatu.""Apa? Anda ingin mengubah keputusan Anda dan tetap mempertahankan pernikahan?" tanya hakim.Tawa Sonya hampir meledak saat mendengar perkataan hakim, "Saya hanya ingin memberikan bukti-bukti perselingkuhan yang dilakukan oleh Emir Sulaiman jauh sebelum saya melakukan kesalahan." Sonya tersenyum manis melihat wajah Parwati yang tersentak kaget."Sonya!?" teriak Emir kaget karena mendengar perkataan Sonya, jantungnya bergetar h
"Celana dalam?" tanya Hakim bingung, intusia macam apa yang menitik beratkan pada celana dalam? Astaga ... kepalanya makin sakit mengurusi kasus perceraian ini, ada-ada saja pikiran wanita cantik di depannya ini. "Iya celana dalam, saya ini tipe yang menyiapkan semua pakaian suami saya setiap pagi. Dari ujung rambut sampai kaki dan saya hapal semuanya, itu kewajiban saya dulu sebelum lelaki di samping saya ini membuat ulah." Sonya menyelipkan rambutnya ke telinga."Lalu ...." Hakim makin penasaran dengan apa yang akan diceritakan oleh Sonya."Dan beberapa kali ... oh ... tidak, sering kali setiap dia pergi saya kasih celana dalam warna biru tapi, saat pulang celana dalamnya berubah warna jadi putih, hitam, cream, dipakai terbalik bahkan ... dia pernah pulang dalam keadaan tidak mengenakan celana dalam, bisa bapak bayangkan? Saya sebagai istrinya bagaimana tidak bingung, rasanya saya ingin berteriak kalau dia kurang ahli dalam menutupi ketololannya itu." Sonya menjelaskan dengan santa
"Ibu ... Ibu," teriak Sonya yang kaget karena melihat Parwati kehilangan kesadarannya dan saat ini sedang dimasukkan ke dalam mobil ambulans.Tubuhnya saat ini dipeluk dari belakang oleh Awan yang berusaha untuk menahan Sonya meloncat ke dalam mobil ambulans dan menemani Parwati yang hanya bisa terbujur kaku karena terlihat menahan rasa sesak dan sakit di dadanya."Ibu ... Ibu." Sonya terus memanggil Parwati dengan panik, rasa bersalah dengan cepat langsung menghinggapi diri Sonya, Sonya sadar kalau apa yang terjadi pada Parwati adalah kesalahannya yang mengungkapkan kenyataan yang ada. Mengungkapkan kelakuan busuk Emir yang sudah sangat menyakiti dirinya dan menghancurkan biduk pernikahan mereka."Udah ... Sonya," bisik Awan di belakang kepala Sonya, tangan Awan mengeras dan memaksa Sonya untuk diam di tempat, Awan tidak mau Sonya masuk ke dalam ambulans lalu menemani Parwati. Untuk apa? Nggak guna."Awan ... I-ibu," lirih Sonya sembari menunjuk mobil ambulans yang sudah tertutup rap
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan