“Sonya?!” Awan dengan cepat meloncat dari duduknya dan memeluk pinggang Sonya, berusaha untuk meredam amarah Sonya, namun terlambat Sonya sudah menggerakkan tangannya.
“Aw ....” Suara pekikkan Miska terdengar memenuhi ruang keluarga itu, daras segar dengan cepat mengalir dari lengan Miska, wanita hamil itu dengan cepat memundurkan tubuhnya menjauhi Sonya yang kembali mengangkat tangannya bersiap menghunuskan pisau dapur di tangannya untuk kedua kalinya.
“Sonya?!” teriak Awan sembari memeluk tubuh Sonya dan berusaha untuk menahan tangan Sonya yang kembali wanita itu gerakkan untuk mengenai Miska. “Sonya, Sayang sadar?!”
“Ibu Sonya harap tidak melakukan tindakan yang merugikan Anda, Anda bisa di penjara.” Nathan memperingatkan Sonya.
Sonya seolah tidak mendengar teriakkan Awan dan Miska juga ancaman yang Nathan berikan pada dirinya, kupingnya benar-benar menuli dan tidak mau mendengar apa pun lagi.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Awan sambil mengusap punggung Sonya yang dari tadi hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada Awan.Sonya sama sekali tidak menjawab pertanyaan Awan, ia hanya diam menatap dada Awan yang sudah basah karena air matanya yang terus bercucuran, hampir sepuluh menit Sonya menangis di dada Awan, ia menangis seperti orang gila dan berteriak ingin dibawa ke kamar Janu. Awan dengan cepat menggendongnya dan membawanya ke kamar Janu lalu memeluknya tanpa melepaskannya sama sekali.Sesekali Sonya merasakan kecupan di bagian pucuk rambutnya, ia merasakan tangan Awan yang hangat memeluknya dan membelai punggungnya, lelaki itu sama sekali tidak berkata apa pun kecuali kalimat yang baru saja ia tanyakan tadi. Selebihnya Awan hanya diam dan terus memeluknya, seolah paham kalau saat ini Sonya tidak membutuhkan apa pun selain keberadaannya yang memeluknya dengan erat.“Sonya, aku keluar sebentar, boleh?” tanya Awan sembari mendor
"Sonya, kamu ngapain?" tanya Awan panik saat melihat Sonya menarik selang dan menyalakan air untuk memenuhi isi kolam."Aku mau isi air kolam," ucap Sonya sembari melemparkan selang air ke dasar kolam dan mengambil ember.Sonya mengisi ember dengan air, setelah penuh ia masukan air kedalam kolam dan kembali mengisi air diember berkali-kali seperti orang kurang waras, bibirnya terus meracau berkali-kali, "Bentar, yah, Janu.""Sonya ... buat apa kamu isi kolam renangnya?" tanya Awan sembari mengikuti Sonya hilir mudik mengisi kolam dengan air. "Janu mau berenang, jadi, kolamnya harus diisi," ucap Sonya sembari mengambil ember secara serampangan hingga membasahi tubuhnya dan menuangkan air ke kolam terburu-buru.Awan menggeleng dan berusaha untuk mengambil ember dari tangan Sonya, "Sonya Janu nggak ada, Janu udah meninggal."Sonya tertawa pelan dan mengusap ujung hidungnya, ia berusaha untuk bernapas dengan susah payah, "Janu tadi bilang ke aku dia mau berenang sama aku, dia mau ajak ak
"Kamu nggak salah ngomong!?" teriak Lidya kaget.Sonya menggeleng pelan sembari menggenggam gelas berisikan teh hangat dengan kedua tangannya. Sudah hari kedua semenjak Miska mengatakan pengakuannya tentang apa yang terjadi pada Janu dan selama dua hari itu Sonya meminta izin untuk tidak bekerja dengan alasan sakit.Selama dua hari itu Awan selalu menemani dirinya dan memaksa Sonya tinggal di rumahnya yang tidak memiliki kolam renang, kebetulan hari ini Awan harus kembali bekerja dan ia meminta Sonya ditemani Lidya karena Awan yakin bila Sonya di tinggal sendirian Sonya akan kembali berhalusinasi dan mulai melakukan tindakan yang bisa membuat jantung Awan copot."Sonya, cerita kamu itu benar?" tanya Lidya yang kesal karena Sonya tidak menjawab pertanyaannya, malah menatap isi cangkir, "Sonya.""Nggak aku nggak bohong, itu yang Miska ceritain sama aku. Batute sialan itu ceritain semua yang terjadi di hari Janu meninggal. Sebuah fakta yang selalu Emir tutupi sampai hari ini." Sonya memi
Sonya diam menatap gedung pengadilan agama di hadapannya, ini adalah hari di mana Sonya melakukan sidang terakhir dan hari di mana ia mungkin akan mendapatkan status janda, itu juga bila pengadilan memutuskan ia bisa bercerai dengan Emir. Kalau tidak, dia harus berkutat dengan beberapa kali lagi pengadilan yang sangat melelahkan. "Sonya, Sayang ... ayo, turun," ucap Awan sambil membuka sabuk pengaman yang Sonya kenakan. "Oh ... ayo," jawab Sonya lemah sembari membuka pintu dengan wajah lesu. "Sonya kamu kenapa?" tanya Awan yang sadar kalau Sonya terlihat murung. "Kalau pengadilan nggak meluluskan semuanya gimana? Kalau aku masih harus nikah sama Emir gimana? Aku nggak mau," ucap Sonya sembari memainkan map cokelat di pahanya. Awan mengusap bagian belakang rambut Sonya pelan, berusaha menenangkan Sonya, "Aku yakin orang pengadilan juga sadar dan tahu mana yang baik dan mana yang buruk." Sonya mengangguk pelan, tubuhnya berbalik dan menarik kemeja Awan hingga mendekati dirinya. Son
"Ada yang ingin tertuntut sampaikan sebelum kami sampaikan hal lainnya?" tanya Hakim pada Sonya. Seumur hidupnya dia menjadi hakim baru kali ini yang datang ke sidang perceraian dengan membawa selingkuhannya seperti Sonya. Aneh tapi nyata.Sonya melirik Emir yang ternyata sedang melihat dirinya, spontan Sonya memberikan senyum terbaiknya untuk Emir. Sonya menoleh melewati bahunya melihat Parwati yang juga sedang melihatnya. Mata Sonya sama sekali tidak melepaskan tatapan mata Parwati, Sonya seolah mengunci tatapan mata Parwati. "Saya ingin menyampaikan sesuatu.""Apa? Anda ingin mengubah keputusan Anda dan tetap mempertahankan pernikahan?" tanya hakim.Tawa Sonya hampir meledak saat mendengar perkataan hakim, "Saya hanya ingin memberikan bukti-bukti perselingkuhan yang dilakukan oleh Emir Sulaiman jauh sebelum saya melakukan kesalahan." Sonya tersenyum manis melihat wajah Parwati yang tersentak kaget."Sonya!?" teriak Emir kaget karena mendengar perkataan Sonya, jantungnya bergetar h
"Celana dalam?" tanya Hakim bingung, intusia macam apa yang menitik beratkan pada celana dalam? Astaga ... kepalanya makin sakit mengurusi kasus perceraian ini, ada-ada saja pikiran wanita cantik di depannya ini. "Iya celana dalam, saya ini tipe yang menyiapkan semua pakaian suami saya setiap pagi. Dari ujung rambut sampai kaki dan saya hapal semuanya, itu kewajiban saya dulu sebelum lelaki di samping saya ini membuat ulah." Sonya menyelipkan rambutnya ke telinga."Lalu ...." Hakim makin penasaran dengan apa yang akan diceritakan oleh Sonya."Dan beberapa kali ... oh ... tidak, sering kali setiap dia pergi saya kasih celana dalam warna biru tapi, saat pulang celana dalamnya berubah warna jadi putih, hitam, cream, dipakai terbalik bahkan ... dia pernah pulang dalam keadaan tidak mengenakan celana dalam, bisa bapak bayangkan? Saya sebagai istrinya bagaimana tidak bingung, rasanya saya ingin berteriak kalau dia kurang ahli dalam menutupi ketololannya itu." Sonya menjelaskan dengan santa
"Ibu ... Ibu," teriak Sonya yang kaget karena melihat Parwati kehilangan kesadarannya dan saat ini sedang dimasukkan ke dalam mobil ambulans.Tubuhnya saat ini dipeluk dari belakang oleh Awan yang berusaha untuk menahan Sonya meloncat ke dalam mobil ambulans dan menemani Parwati yang hanya bisa terbujur kaku karena terlihat menahan rasa sesak dan sakit di dadanya."Ibu ... Ibu." Sonya terus memanggil Parwati dengan panik, rasa bersalah dengan cepat langsung menghinggapi diri Sonya, Sonya sadar kalau apa yang terjadi pada Parwati adalah kesalahannya yang mengungkapkan kenyataan yang ada. Mengungkapkan kelakuan busuk Emir yang sudah sangat menyakiti dirinya dan menghancurkan biduk pernikahan mereka."Udah ... Sonya," bisik Awan di belakang kepala Sonya, tangan Awan mengeras dan memaksa Sonya untuk diam di tempat, Awan tidak mau Sonya masuk ke dalam ambulans lalu menemani Parwati. Untuk apa? Nggak guna."Awan ... I-ibu," lirih Sonya sembari menunjuk mobil ambulans yang sudah tertutup rap
Emir berjalan hilir mudik di depan pintu ruangan UGD, tadi, dia baru mengurusi administrasi dan kaget karena tidak bisa mengakses asuransi milik Sonya dan bahkan menggunakan fasilitas apa pun dari rumah sakit itu, padahal dulu dia bisa mendapatkan fasilitas terbaik dari rumah sakit itu karena Sonya bekerja di sana.Bahkan dia bisa mengakses asuransi milik Sonya dengan mudah karena biasanya Sonya sudah memberikan instruksi pada bagian administrasi untuk membebaskan Emir menggunakannya selama itu untuk keperluan Ibu, tapi, saat ini bagian admin menolak dengan alasan tidak ada pemberitahuan dari Sonya.Sialan!? Ke mana Sonya saat dirinya membutuhkan bantuan untuk mengurus Ibu? Padahal dulu Sonya yang paling cekatan mengurus semuanya dan ia hanya tinggal ongkang-ongkang kaki saja dan setor muka ke hadapan Ibunya seolah dirinya yang mengurus semuanya padahal Sonyalah yang mengurusnya. Argh ... sial, sial, sial, hari ini benar-benar hari sial untuk dirinya.Emir bahkan kaget saat mendapati