Saat Zhao Xueyan terus memacu kudanya, pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang Tian Ming. Kenapa pria itu pergi tanpa memberitahunya langsung? Bukankah mereka sudah banyak melewati hal bersama?Niuniu yang berada di belakangnya sesekali melirik majikannya, mengetahui kalau Zhao Xueyan sedang memikirkan sesuatu. “Nona, apa Anda baik-baik saja?” tanyanya hati-hati.Zhao Xueyan tidak langsung menjawab. Matanya tetap fokus ke jalan di depan, tapi bibirnya sedikit melengkung. “Aku hanya berpikir, Tian Ming pergi terlalu tiba-tiba.”Wu Liang yang mendengar itu hanya diam, tapi Zhao Xueyan bisa merasakan pria itu sedikit menegang. Sepertinya dia tahu sesuatu, tapi tidak bisa mengatakannya.“Apa dia dalam bahaya?” Zhao Xueyan akhirnya bertanya, suaranya tenang tapi tajam.Wu Liang tetap diam sejenak, lalu akhirnya menjawab singkat. “Tuan bisa menjaga dirinya sendiri.”Jawaban itu membuat Zhao Xueyan mendengus pelan. “Bukan itu pertanyaanku, Wu Liang.”Namun, Wu Liang tidak menjawab lagi. Seper
Setelah berjam-jam menunggangi kuda, akhirnya Zhao Xueyan, Niuniu dan Wu Liang tiba di desa Yingshi. Udara di desa Yingshi terasa lebih sejuk dibandingkan ibu kota. Pepohonan hijau membentang di sepanjang jalan setapak, dengan ladang gandum yang menguning di kejauhan. Rumah-rumah kayu berjejer rapi, menandakan desa ini adalah tempat yang makmur, meski jauh dari pusat kekuasaan. Zhao Xueyan menatap sekeliling dengan tatapan tenang. Jubah sutra ungu lembut yang dikenakannya berkibar perlahan tertiup angin. Dia menurunkan kerudung tipis yang menutupi sebagian wajahnya, memperlihatkan kecantikan dingin yang menawan meski telah berpenampilan pria. Di sisinya, Niuniu, sang pelayan setia, dengan sigap memperhatikan setiap langkah majikannya. Di belakang mereka, seorang pria bertubuh tegap dengan jubah hitam khas pengawal kekaisaran berdiri tegak, matanya waspada mengamati sekitar. Wu Liang, tangan kanan Kaisar Tian Ming, ditugaskan untuk menjaga Zhao Xueyan dalam perjalanannya ke desa ini
Langit malam menggantung kelam di atas desa Yingshi. Cahaya bulan menerangi jalanan yang sepi, hanya suara jangkrik dan desir angin yang terdengar samar. Di dalam rumah kayu sederhana tempat Zhao Xueyan, Niuniu, dan Wu Liang menginap, suasana terasa tenang, meski ada ketegangan yang sulit dijelaskan. Ketukan pelan terdengar di pintu. Wu Liang, yang sejak tadi duduk dengan waspada di sudut ruangan, segera menoleh tajam. Namun, sebelum dia bergerak, Zhao Xueyan memberi isyarat agar dia tetap tenang. Niuniu dengan ragu berjalan ke pintu dan membukanya perlahan. Di luar, beberapa penduduk desa berdiri dengan senyum ramah, membawa nampan kayu berisi makanan. "Tuan Muda, kami membawa makanan untuk kalian," ujar seorang wanita paruh baya dengan nada lembut. Zhao Xueyan bangkit dari duduknya, melangkah dengan tenang ke depan pintu. Matanya meneliti wajah-wajah mereka. Tidak ada yang aneh jika dilihat sekilas—mereka tersenyum, bersikap sopan, dan menawarkan hidangan dengan tulus. Namun, se
Suasana di aula utama terasa mencekam. Para pejabat berdiri dengan kepala tertunduk dalam, wajah mereka pucat pasi. Tidak ada yang berani mengangkat kepala, apalagi menatap pria yang duduk di singgasana emas dengan ekspresi dingin membekukan.Kaisar Tian Ming menatap tajam ke arah bawahannya, matanya menyala penuh amarah. Jubah hitam berlapis emas yang dikenakannya berkibar pelan, memancarkan aura kekuasaan yang tak terbantahkan."Sekali lagi .…" suaranya bergema dingin, "Siapa yang mengusulkan perjodohan itu?"Tidak ada yang berani menjawab. Beberapa pejabat bahkan terlihat gemetar ketakutan.Akhirnya, salah satu menteri tertua yang berdiri di barisan depan memberanikan diri bicara, suaranya gemetar. "Yang Mulia … kami hanya berpikir … sudah waktunya Yang Mulia memiliki permaisuri dan keturunan untuk menjaga kestabilan kekaisaran."Tian Ming menyipitkan matanya, tatapannya menusuk seperti pedang tajam. "Menjaga kestabilan kekaisaran, katamu?" desisnya. "Apakah kalian meragukan kekuas
Para pejabat keluar dengan wajah tidak puas, terlihat mata mereka memancarkan kegeraman dan juga obsesi akan sebuah jabatan tinggi. Tentu mereka sangat geram dengan penolakan yang dilakukan oleh kaisar Tian Ming. Di dalam hati mereka berkata, apa salahnya mencoba. Bukankah putriku gadis yang paling cantik dan berbakat di kekaisaran Tianyang. ‘Dasar kaisar sialan! Kau terlalu sombong untuk menolak putriku yang cantik jelita,’ rutuk menteri kiri yang bernama Bao Ling. Bukan hanya Bao Ling yang memaki kaisar Tian Ming dalam hati. Tapi hampir sebagian para pejabat melakukan hal yang sama. *****Angin berhembus pelan, menggoyangkan tirai sutra yang menjuntai di paviliun megah itu. Kaisar Tian Ming berdiri dengan tegak, punggungnya lurus, dan kedua tangannya disilangkan di belakang punggung. Matanya yang dingin menatap jauh ke arah taman bunga teratai yang tenang di bawah sana.Langkah kakinya mantap saat meninggalkan aula istana, amarahnya masih terasa membara setelah pertemuan dengan
Zhao Xueyan merapikan pakaiannya dan memasukkan beberapa alat kecil ke dalam kantong di pinggangnya. Matanya yang tajam menyapu seluruh halaman, lalu beralih pada Wu Liang dan Niuniu yang berdiri tak jauh darinya.“Aku akan menyelidiki desa ini malam ini,” ujar Zhao Xueyan dengan suara tegas namun tenang. “Ada sesuatu yang aneh di sini. Senyuman penduduk terlihat dipaksakan, dan jumlah anak-anak di desa ini tidak wajar. Seolah-olah mereka menyembunyikan sesuatu.”Niuniu mendekat, ekspresi khawatir tergambar jelas di wajahnya. “Nona, biarkan aku ikut dengan Anda. Aku tidak ingin Anda pergi sendirian.”Wu Liang mengangguk setuju. “Saya juga akan ikut menjaga Anda, Nona Zhao. Desa ini terlalu tenang di permukaan, dan itu justru yang paling mencurigakan.”Zhao Xueyan menggeleng pelan, tatapannya tegas dan penuh keyakinan. “Tidak, kita tidak bisa bergerak dalam kelompok. Terlalu mencolok. Jika memang ada yang mencurigakan di desa ini, kita tidak boleh membuat mereka curiga.”Zhao Xueyan me
Zhao Xueyan mundur perlahan, tidak ingin keberadaannya terdeteksi. Setelah berada cukup jauh dari rumah itu, Zhao Xueyan berhenti sejenak di bawah pohon besar yang teduh. Pikirannya berpacu cepat, merangkai potongan informasi yang ia dapatkan.Anak-anak yang hilang … warga desa yang lenyap … ancaman misterius .…Zhao Xueyan mengepalkan tangannya. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Siapa yang cukup kuat dan berkuasa hingga mampu membuat seluruh desa hidup dalam ketakutan?Matanya menatap lurus ke arah pusat desa. Malam ini, ia belum selesai menyelidiki.Dengan tekad bulat, Zhao Xueyan kembali bergerak, melangkah dalam keheningan, membiarkan bayang-bayang malam menyelimutinya. Rahasia kelam Desa Yingshi harus terungkap.Desa Yingshi – Bagian Utara, Dekat Jurang TerjalWu Liang bergerak cepat dalam kegelapan, menyelinap di antara pepohonan yang rimbun. Dengan keahlian yang dimilikinya sebagai tangan kanan Kaisar Tian Ming, gerakannya begitu ringan dan nyaris tanpa suara. Ia tiba di bagi
Niuniu berjalan mondar-mandir di dalam rumah kayu sederhana itu. Malam semakin larut, tapi baik Zhao Xueyan maupun Wu Liang belum juga kembali. “Nona, anda kemana?” gumam Niuniu. Hatinya mulai dipenuhi kecemasan, meskipun dia tahu bahwa majikannya bukan orang sembarangan. Namun, tetap saja, perasaan gelisah itu tak bisa ditepis begitu saja.Tok!Tok!Tok! Tiba-tiba, suara ketukan pintu menggema di keheningan malam, membuat Niuniu refleks berhenti bergerak. Jantungnya berdegup kencang, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Dia menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri.Perlahan, Niuniu melangkah menuju pintu dan membukanya dengan hati-hati. Di balik pintu, terlihat beberapa warga desa berdiri, membawa nampan kayu berisi makanan, seperti yang mereka lakukan kemarin malam. Senyum mereka tetap ada, namun Niuniu menangkap sesuatu yang berbeda dalam tatapan mereka kali ini—lebih tajam, lebih mengawasi.“Selamat malam, Tuan Muda,” ujar salah seorang warga, seorang pria paruh baya yan
Malam itu begitu sunyi, langit di atas Kekaisaran Heifeng diselimuti awan kelabu yang berat, seolah menggambarkan suasana dalam istana yang penuh tekanan. Di lorong panjang istana, langkah-langkah tenang Putra Mahkota Hei Long menggema, menyusuri jalan menuju kediaman sang ayah, Kaisar Hei Zhang.Di depan pintu, beberapa prajurit berjaga dengan ekspresi dingin. Seragam mereka memang seragam istana, namun Hei Long tahu dengan pasti—mereka adalah orang-orang Selir Yu, mata dan telinga yang mengawasi setiap gerakannya. Tatapan mereka mencurigakan, namun tak satu pun berani menghentikan langkahnya.Hei Long berhenti sejenak, menatap mereka tanpa ekspresi. “Aku ingin menemui Ayahanda Kaisar.”Para prajurit saling pandang, lalu salah satunya mengangguk. “Silakan, Yang Mulia.”Tanpa berkata-kata lagi, Hei Long melangkah masuk ke dalam ruangan. Udara di dalamnya terasa dingin dan lembap. Aroma obat-obatan tradisional bercampur dengan wangi kayu cendana memenuhi udara. Di atas ranjang megah de
Setelah mereka selesai menikmati makanan hangat di kedai yang tenang itu, suasana menjadi sedikit hening. Hanya suara denting pelan cangkir dan aroma teh yang tersisa di antara mereka. Zhao Xueyan meletakkan cangkirnya perlahan, lalu mengalihkan pandangan ke arah Hei Long yang duduk bersandar dengan wajah lelah namun tetap tegar.“Aku ingin tahu,” ucap Zhao Xueyan akhirnya, “Penyakit apa yang sebenarnya diderita oleh Kaisar Hei Zhang?”Hei Long menoleh padanya, matanya tampak suram. “Aku juga tidak terlalu mengerti,” jawabnya lirih. “Semuanya terlalu tertutup. Sejak Ayahanda jatuh sakit beberapa bulan lalu, hanya tabib istana tertentu yang boleh memeriksanya. Dan ... semua tabib itu berada di bawah kendali ibu tiriku.”Zhao Xueyan menyipitkan mata. “Jadi tak ada satu pun laporan medis yang jelas? Tak ada satu pun tabib yang kau percaya yang bisa kau kirim untuk memeriksanya secara langsung?”Hei Long menggeleng pelan. “Aku pernah mencoba mengutus orangku diam-diam. Tapi... dia tidak p
Gadis kecil itu mengangguk perlahan, meski masih tampak gugup. Zhao Xueyan menggandengnya dengan hati-hati, berjalan menyusuri jalanan kota menuju sebuah area kumuh yang tersembunyi di balik bangunan tua. Di sepanjang perjalanan, Zhao Xueyan menyelipkan sepotong roti hangat, sebutir permen, dan susu hangat ke tangan si gadis. Gadis itu menatap bingung, lalu tersenyum kecil dan memeluk makanan itu erat-erat.“Kau harus makan yang cukup, supaya kuat dan tidak gampang sakit,” ujar Zhao Xueyan dengan senyum tipis.Sesampainya di sebuah rumah reyot yang tampak seperti akan roboh kapan saja, Zhao Xueyan mengantar si gadis sampai ke depan pintu. Tak lama, pintu dibuka oleh seorang wanita tua yang langsung memeluk gadis itu sambil menangis haru. “Xiao Yu! Kau dari mana saja, Nak?” tanya wanita tua itu menangis haru. “Salam Bibi. Aku menemukan gadis kecil ini di sana.” Zhao Xueyan memberi salam singkat sambil menjelaskan. Zhao Xueyan kemudian berpamitan dengan tenang. Namun sebelum pergi
Pagi itu, cahaya matahari yang lembut menyinari jalanan kota Kekaisaran Heifeng. Zhao Xueyan dan Kaisar Tian Ming berjalan santai di antara keramaian pasar. Keduanya mengenakan pakaian rakyat biasa, dan Zhao Xueyan bahkan menyamar sebagai seorang pria dengan jubah longgar, rambut disanggul seperti pemuda biasa, serta topi lebar yang menutupi sebagian wajahnya.“Pasar ini ramai, tapi hawa yang kurasakan tidak tenang,” gumam Zhao Xueyan lirih.Kaisar Tian Ming yang berjalan di sampingnya menyisir kerumunan dengan pandangan tajam. “Kau pikir mereka akan melakukan penculikan di siang hari seperti ini?”“Kalau berani menculik di malam hari, mereka juga bisa di siang hari. Apalagi saat orang-orang lengah,” balas Zhao Xueyan dengan nada tenang namun waspada.Tiba-tiba, pandangan mereka tertarik pada seorang pria berpakaian rakyat biasa yang berjalan cepat dan gelisah. Sesekali pria itu menoleh ke belakang, seolah memastikan dirinya tidak diikuti. Gerak-geriknya mencurigakan.“Itu dia?” bisik
Wu Liang tahu, bunga Lotus Merah Darah hanya mekar selama satu jam saat purnama. Jika dia gagal melewati makhluk ini, nyawa Niuniu bisa jadi tidak terselamatkan.“Aku harus segera mengambilnya sebelum bulan purnama selesai.” Mata Wu Liang menajam. Ia meraih kantung kecil di pinggangnya, mengeluarkan beberapa jarum berlapis energi spiritual, lalu melemparkannya ke titik lemah di sekitar leher ular. Salah satu kepala mengaum kesakitan, tubuh besar itu menggeliat liar hingga pepohonan yang tumbuh di sisi gunung hancur berantakan.Kesempatan itu tak disia-siakan. Wu Liang menjejakkan kakinya di salju, melesat cepat ke arah sisi tebing menuju tempat bunga itu mekar. Namun kepala keempat menghadangnya dan memuntahkan kabut hitam pekat, racun mematikan yang bisa membusukkan darah dalam hitungan menit.Wu Liang segera memutar tubuhnya, menghindar, lalu melemparkan tabung api spiritual yang dibuat Zhao Xueyan sebelumnya. Tabung itu meledak, menghasilkan nyala api biru yang mengusir kabut bera
Zhao Xueyan masuk ke dalam kamarnya dengan langkah pelan namun terburu-buru. Wajahnya masih bersemu merah, bayangan kejadian tadi masih terpatri kuat di pikirannya—kontak tak terduga antara dirinya dan Kaisar Tian Ming. Ia menutup pintu perlahan, menyandarkan punggungnya di sana sambil menarik napas panjang."Aku harus fokus," gumamnya, mencoba mengusir kegaduhan hatinya.Setelah beberapa saat menenangkan diri, Zhao Xueyan mengalihkan perhatiannya pada hal yang lebih penting—Niuniu. Ia menatap gelang giok hijau yang melingkar di pergelangan tangannya, dan dengan satu kibasan ringan, seketika tubuhnya menghilang dari kamar penginapan.Dalam sekejap, Zhao Xueyan telah berada di dalam ruang dimensi miliknya.Udara di sana jauh berbeda, terasa segar dan penuh energi spiritual. Langit-langit tiruan di atasnya berwarna biru tenang dengan sinar matahari lembut yang tampak seperti sungguhan. Zhao Xueyan melangkah pelan di atas jalan setapak yang terbuat dari batu putih yang halus, di sekelil
Zhao Xueyan dan Kaisar Tian Ming terus membuntuti pria bertato itu dari kejauhan, menelusuri lorong-lorong gelap yang hanya diterangi cahaya remang lampu minyak. “Kemana mereka akan pergi?” bisik Zhao Xueyan penasaran. Langkah mereka ringan, penuh kehati-hatian. Hingga akhirnya, pria bertato itu berhenti di depan sebuah bangunan tua dan kumuh yang tampak terbengkalai. Bangunan itu berada di ujung gang sempit dan nyaris tak pernah dilewati orang-orang.Pelayan wanita yang sejak tadi mendampinginya memberi salam singkat, lalu berbalik meninggalkan pria bertato itu. Dari dalam bayang-bayang, muncul seorang pria berjubah hitam pekat dengan wajah yang hampir tak terlihat karena tertutup tudung kain."Apakah kau yakin tidak diikuti?" tanya pria berjubah hitam, suaranya berat dan penuh kecurigaan.“Tidak. Aku sudah memastikan itu,” jawab pria bertato dengan cepat.Pria berjubah hitam mengangguk pelan. "Aku butuh beberapa gadis lagi. Usia di bawah lima belas. Pastikan mereka masih perawan."
Di dalam penginapan, suasana cukup sepi. Seorang pria paruh baya berjanggut tipis menyambut mereka dari balik meja."Selamat pagi, butuh kamar?" tanyanya ramah.“Kami hanya pengembara kecil,” ujar Tian Ming dengan suara yang dibuat lebih dalam. “Kami butuh dua kamar yang tenang untuk beberapa hari.”Pria itu mengangguk, lalu mengamati mereka sebentar sebelum memberikan kunci. “Kamar lantai dua, paling pojok. Lebih tenang dan jauh dari dapur.”Tian Ming membayar dengan beberapa koin perak. Setelah mereka naik dan masuk ke kamar, Zhao Xueyan segera memeriksa ruangan secara menyeluruh—dari jendela, sudut-sudut atap, hingga bagian bawah ranjang.“Kau mengira tempat ini dipasangi alat pelacak atau semacamnya?” tanya Tian Ming sembari duduk di kursi rotan.“Tidak ada salahnya waspada,” jawab Zhao Xueyan sambil menutup tirai jendela. “Kita berada di pusat kekuasaan musuh.”Tian Ming tertawa pelan. “Kau semakin terlihat seperti mata-mata handal.”Zhao Xueyan melirik sekilas, lalu duduk di tep
Zhao Xueyan dan Kaisar Tian Ming turun dari kudanya saat mereka telah cukup dekat dengan gerbang Kekaisaran Heifeng. Meskipun waktu masih menunjukkan pagi buta, suasana di depan gerbang kekaisaran telah ramai. “Ayo! Kita antri!” Kaisar Tian Ming menarik tangan Guo Mei. Zhao Xueyan mengangguk. “Hmm!” Beberapa pedagang kecil, pelancong, dan rakyat jelata tampak mengantri untuk masuk. Di sisi lain, sejumlah penjaga kekaisaran berdiri tegak dengan tombak di tangan, wajah mereka serius dan tanpa senyum.Semua orang yang hendak masuk tampaknya harus melewati pemeriksaan ketat dan membayar satu koin emas sebagai biaya masuk. Tidak ada pengecualian. Beberapa orang terlihat merogoh kantong mereka dengan gelisah, berusaha menemukan koin terakhir yang mereka miliki.“Apa kau memiliki koin?” bisik-bisik terdengar dari para pedagang kecil. Di tengah antrean itu, sepasang suami istri tua tampak mencoba masuk dengan gerobak sayur mereka. Wajah mereka lelah, kulit mereka tampak terbakar matahari,