Keesokan paginya, matahari baru saja naik ketika Zhao Xueyan dan ketiga temannya—Tian Ming, Wu Liang, dan Niuniu—telah bersiap di depan penginapan. Ya, Zhao Xueyan sudah menganggap mereka teman. Kuda-kuda mereka meringkik pelan, seolah merasakan semangat pemiliknya yang ingin segera melanjutkan perjalanan. Desa yang sebelumnya dipenuhi hiruk-pikuk para sekte kini mulai kembali tenang. Beberapa sekte lain juga terlihat bersiap meninggalkan tempat itu, membawa nama besar mereka setelah kompetisi yang penuh ketegangan. Namun dari semua yang hadir, nama Zhao Xueyan kini bergema paling kuat, menjadi simbol kemenangan dan keberanian. Tatapan kagum dari penduduk desa mengiringi langkah mereka. "Itu dia! Zhao Xueyan yang mengalahkan Tetua Sekte Bulan Darah!" bisik seorang pria dengan mata berbinar. "Dia hebat sekali, aku belum pernah melihat pertarungan seindah itu," tambah seorang wanita tua sambil mengangguk puas. Beberapa anak kecil bahkan berlari mengikuti mereka dengan antusias, me
Air sungai yang jernih beriak lembut di bawah sinar matahari senja. Gemericiknya berpadu dengan tawa riang Niuniu dan Wu Liang yang tengah bermain air sambil sesekali mencoba menangkap ikan kecil untuk makan malam mereka."Aku dapat satu!" seru Niuniu dengan gembira, menunjukkan ikan yang melompat-lompat di tangannya.Wu Liang terkekeh sambil menyibakkan air ke arahnya. "Kau hanya beruntung. Lihat saja, aku pasti menangkap yang lebih besar."Di tepi sungai, sedikit menjauh dari riuh mereka berdua, Zhao Xueyan dan Tian Ming duduk bersebelahan di atas batu besar yang datar. Angin sore berhembus lembut, menerbangkan beberapa helai rambut panjang Zhao Xueyan yang tertata rapi meski menyamar sebagai pria.Tian Ming melirik sekilas ke arah Zhao Xueyan yang tampak tenang seperti biasanya. Dia menghela napas pelan sebelum akhirnya memecah keheningan."Nona Xueyan," panggilnya dengan suara datar namun serius."Hm?""Aku tahu ini mungkin bukan urusanku," Tian Ming melanjutkan sambil menatap ke
Malam semakin larut. Hanya suara gesekan dedaunan dan gemericik sungai yang memecah kesunyian. Api unggun yang mulai meredup memancarkan cahaya oranye redup, memberikan kehangatan terakhir sebelum benar-benar padam.Niuniu dan Wu Liang telah tertidur lelap dengan dengkuran pelan yang sesekali terdengar. Zhao Xueyan pun berbaring tenang, napasnya teratur seiring dengan damainya tidur yang jarang ia nikmati. Wajahnya yang biasanya terlihat tegar dan penuh tekad kini tampak lembut di bawah cahaya samar malam.Tian Ming duduk bersandar di sebuah pohon, matanya tak lepas dari sosok Zhao Xueyan. Kilauan api yang tersisa memantulkan bayangan wajahnya yang tetap tenang namun penuh pemikiran.Dalam hatinya, Tian Ming bertanya-tanya, sebuah pertanyaan yang terus menggantung sejak pertama kali mereka bertemu. ‘Kenapa hanya dia yang bisa menyentuhku?’Tian Ming adalah sosok yang tak tersentuh, baik oleh dunia maupun manusia lainnya. Sejak kecil, tidak ada yang mampu mendekat tanpa merasakan kesak
Matahari pagi mulai merayap naik, menyinari jalan setapak yang mereka lalui. Zhao Xueyan dan ketiganya melanjutkan perjalanan, kuda-kuda mereka melangkah mantap melewati jalur yang dikelilingi pepohonan hijau. Angin berhembus lembut, membawa kesejukan yang menyegarkan setelah malam yang panjang.Di sela-sela perjalanan, Tian Ming sesekali melirik ke arah Zhao Xueyan yang menunggangi kudanya di depan. Punggungnya tegap, gerakannya anggun meski sederhana.Namun, bukan itu yang mengganggu pikirannya.Pikiran Tian Ming masih tertuju pada kejadian semalam—momen di mana dia hampir kehilangan kendali, hampir mencium Zhao Xueyan tanpa sadar.Tian Ming menelan ludah, merasa wajahnya sedikit memanas. ‘Apa yang merasukiku semalam?’Tian Ming mengingat betapa dekatnya dia dengan Zhao Xueyan, bagaimana aroma lembut yang khas dari gadis itu begitu jelas di indra penciumannya. Dan saat Zhao Xueyan membuka matanya, jantungnya nyaris berhenti karena panik.‘Kalau saja dia bangun sedikit lebih lambat .
Wu Liang mencabut pedangnya, mengayunkannya ke samping dengan santai. "Oh, tentu saja. Itu bukan pertanyaan yang sulit." Tian Ming hanya berdiri diam dengan ekspresi tenang, namun aura berbahaya menguar darinya. Niuniu tersenyum tipis. "Kasihan sekali. Sepertinya hari buruk kalian baru saja dimulai." Pemimpin bandit menggeram. "Bunuh mereka!" Zhao Xueyan dan Tian Ming tetap berdiri di sisi jalan setapak, menonton dengan tenang saat Niuniu dan Wu Liang maju ke tengah pertempuran. Wu Liang menghunus pedangnya dengan gerakan santai, mata elangnya menyapu para bandit yang kini mulai menyadari bahwa mereka bukan sekadar pengembara biasa. Niuniu, di sisi lain, tersenyum manis sambil mengeluarkan dua belati kecilnya kali ini. Tatapannya tampak polos, tetapi ada kilatan bahaya di matanya. "Tuan," kata Wu Liang tanpa menoleh ke arah Zhao Xueyan, "Serahkan saja mereka pada kami. Ini bukan pertarungan yang sepadan untukmu." Niuniu mengangguk setuju. "Benar, Nona. Biarkan aku dan Wu Liang
Wanita yang tadi menangis, kini menatap Zhao Xueyan dengan mata berkaca-kaca. "T—tuan, tidak perlu repot-repot … Kami bisa pergi ke desa terdekat .…""Kalau kau pergi dalam keadaan seperti ini, suamimu bisa mati kehabisan darah sebelum sampai ke desa," potong Zhao Xueyan datar.Wanita itu langsung membungkam mulutnya, ketakutan, tetapi lebih dari itu, dia tahu orang di depannya benar.Zhao Xueyan berlutut di samping pria yang terluka, lalu membuka baju bagian atasnya untuk melihat luka lebih jelas. Robekan pedang di bahunya cukup dalam, darah masih mengalir, dan luka itu sudah mulai tampak membiru karena kontaminasi kotoran.Wu Liang yang melihat itu bersiul pelan. "Lumayan dalam. Kalau bukan karena darah yang masih mengalir, aku sudah mengira dia tidak akan bertahan lama.""Diam," Zhao Xueyan berkata singkat, lalu mengeluarkan jarum dan benang operasi dari kotaknya.Tian Ming yang memperhatikan itu mengangkat alis. Dia sudah melihat Zhao Xueyan melakukan banyak hal luar biasa, tetapi
Tian Ming menatap Zhao Xueyan dengan serius. "Kau bilang ini bisa disembuhkan. Apa kau benar-benar bisa melakukannya?"Zhao Xueyan terdiam sejenak, menatap bocah kecil yang masih memandangnya dengan mata polos. Anak sekecil ini sudah menanggung beban berat hanya karena ketidaktahuan orang-orang di sekitarnya.Orang tua bocah itu juga menatap Zhao Xueyan dengan penuh harapan. Mata mereka yang tadi dipenuhi kesedihan, kini berkilat dengan sesuatu yang langka—harapan.Zhao Xueyan menghela napas. "Aku bisa."Wanita itu langsung menutup mulutnya dengan tangan, matanya berkaca-kaca. "Benarkah, Tuan Muda? Anak saya bisa disembuhkan?"Zhao Xueyan mengangguk. "Aku memiliki cara."Tian Ming mengangkat alis, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. Dia tahu Zhao Xueyan memiliki banyak rahasia, tapi ini pertama kalinya dia melihat gadis itu benar-benar bersedia menunjukkannya di depan orang lain."Aku bisa menyembuhkannya," kata Zhao Xueyan akhirnya, "Tapi tidak di tempat seperti ini. Aku butuh te
Matahari mulai condong ke barat, menyisakan semburat jingga di langit saat Zhao Xueyan dan rombongannya mengikuti pasangan yang mereka selamatkan menuju kediaman mereka.Di atas kudanya, pria yang terluka namun masih berusaha tegak, menoleh ke arah Zhao Xueyan dan yang lainnya. "Kami sangat berterima kasih atas bantuan kalian. Namaku Gu Nam, dan ini istriku, Gu Liu."Gu Liu yang duduk di pelana kuda bersama anak kecil di pangkuannya, tersenyum lembut meskipun wajahnya masih menyiratkan kelelahan. "Dan ini putra kami, Gu Shi."Zhao Xueyan melirik bocah kecil itu, yang masih memeluk ibunya erat. Tatapannya penuh rasa ingin tahu, tapi tidak lagi setakut sebelumnya.Zhao Xueyan sedikit mengangguk. "Zhao Xueyan," katanya memperkenalkan diri. Lalu ia menoleh ke ketiga orang di belakangnya. "Ini Tian Ming, Wu Liang, dan Niuniu."Wu Liang yang selalu santai melambai kecil. "Kalian bisa memanggilku Wu Liang. Beliau ini," katanya sambil menunjuk Tian Ming. "Dia adalah majikan saya, seorang Tuan
Zhao Xueyan melangkah cepat, gaunnya berkibar tertiup angin pagi. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi emosi yang campur aduk—marah, kecewa, sedih. Ia melewati para pelayan yang membungkuk memberikan hormat, tapi ia tak menyahut. Di koridor luar, Wu Liang dan Yu Qie—yang sejak tadi masih penasaran—hanya bisa saling melirik ketika melihat sosok Zhao Xueyan berjalan dengan pandangan kosong. Wajahnya merah, bibirnya sedikit gemetar, dan sorot matanya penuh luka.Wu Liang mengangkat alis, berbisik pada Yu Qie, "Ada apa itu?"Yu Qie menelan ludah. “Kelihatannya … tidak baik.”Keduanya menoleh ke arah pintu ruang kerja sang kaisar. Ada rasa khawatir dan ragu di wajah mereka. Namun akhirnya, mereka memutuskan masuk kembali setelah mengetuk perlahan.“Yang Mulia .…” ucap Wu Liang pelan sambil sedikit membungkuk, diikuti Yu Qie yang ikut menunduk hormat.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, suasana ruang kerja benar-benar berubah. Tidak lagi penuh wibawa, tapi berat dan muram. Di b
Tian Ming melangkah lebih dekat, setiap langkahnya terasa berat, membawa gelombang tekanan yang membuat dedaunan bergetar. Ia berdiri di antara mereka, meraih tangan Zhao Xueyan dan menariknya ke belakangnya.“Kau mungkin lupa, tapi Zhao Xueyan yang ini bukan milikmu lagi. Bahkan ... mungkin tidak pernah,” suara Tian Ming rendah, penuh amarah yang ditahan.“Apa maksudmu Kaisar Tian Ming? Tentu dia pernah menjadi milikku, karena dia mantan istriku,” sarkas Kaisar Zheng Yu. Kaisar Tian Ming mendengkus. “Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Zhao Xueyan. Jadi berhentilah berharap, karena dari awal dia hanya milikku.” Zhao Xueyan berdiri diam di belakangnya, matanya mengeras namun tetap tenang.Zheng Yu menatap keduanya, ekspresinya gelap. Namun ia akhirnya mengendurkan genggamannya dan tersenyum miring.“Kita lihat saja, apakah perasaan yang pernah ada ... benar-benar telah mati.”Tanpa menunggu jawaban, Zheng Yu berbalik pergi. Matanya tajam, menyiratkan kebencian dan obsesi pada Zhao
Di dalam paviliun timur yang hangat dan harum oleh wangi teh, para pelayan berdiri rapi dengan kepala menunduk. Niuniu dengan sigap menuangkan teh ke dalam cangkir porselen di depan Jenderal Zhao Yun.“Silakan, Jenderal,” ucap Niuniu dengan sopan.Zhao Yun menerima cangkir itu, menatap pelayan muda tersebut sejenak, lalu mengangguk dalam.“Niuniu! Terima kasih karena telah menjaga Xueyan,” ucapnya, tulus.Niuniu buru-buru menggeleng, wajahnya sedikit merah. “Jenderal Zhao ... bukan saya yang menjaga nona, justru nona yang melindungi saya. Berkali-kali.”Zhao Yun melirik putrinya, senyumnya tipis dan hangat. “Ya ... itu memang sifatnya sejak kecil.”Zhao Xueyan duduk dengan anggun di sisi ayahnya, menatap wajah yang sangat dirindukannya itu. Suaranya lembut saat bertanya, “Ayah ... kenapa Ibu tidak ikut bersamamu? Bagaimana kabarnya?”Jenderal Zhao Yun menghela napas pelan, matanya menerawang sejenak. “Ibumu ... tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Belakangan ini tubuhnya mudah lelah.
Setelah para tamu dan jenderal keluar satu per satu dari Balairung Kekaisaran, Zhao Xueyan berdiri dari kursinya dan berjalan cepat menghampiri seorang pria paruh baya yang berdiri tenang di dekat tiang batu. Matanya yang biasanya dingin kini terlihat hangat.“Ayah .…” panggilnya pelan namun penuh rindu.Jenderal Zhao Yun menoleh dan menatap putrinya dengan senyum tipis. “Xueyan.”Zhao Xueyan langsung menunduk memberi hormat, tapi sang ayah menahan gerakannya dan menepuk ringan pundaknya.“Sudah, tak perlu formal padaku.”“Terima kasih … karena Ayah masih hidup dan sehat. Aku benar-benar lega,” gumam Zhao Xueyan dengan suara bergetar.Zhao Yun tertawa kecil. “Kau pikir aku akan mati semudah itu? Ayahmu ini dilatih di medan perang, bukan taman bunga.”Zhao Xueyan tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca.“Ayah, bagaimana kalau ikut aku ke paviliun timur? Aku punya kamar lebih di sana, lebih nyaman daripada barak istana.”Zhao Yun mengangguk. “Baiklah, kalau itu membuatmu tenang.”Namun
Suasana Balairung Kekaisaran Tianyang kini dipenuhi ketegangan yang kental. Para jenderal duduk berjajar, mata mereka fokus ke arah peta besar yang terbentang di atas meja kayu panjang. Di sisi kanan dan kiri, para utusan dari Kekaisaran Changhai, Zhengtang, dan Heifeng turut hadir, masing-masing mengenakan jubah resmi mereka, wajah-wajah serius menggambarkan urgensi situasi.Kaisar Tian Ming duduk di kursi utama, mata tajamnya menatap peta yang menunjukkan lima titik portal iblis. Empat di antaranya telah disegel oleh pasukan elit Tianyang.Seorang jenderal berdiri, melapor dengan nada tegas.“Yang Mulia, empat portal telah berhasil kami segel. Namun ... satu portal terakhir berada di Lembah Hujan Darah, dan saat ini lembah tersebut telah sepenuhnya dikuasai oleh bangsa iblis. Mereka menjadikan tempat itu markas utama mereka.”“Lembah Hujan Darah .…” gumam kaisar Tian Ming. “Bukan tempat yang mudah untuk ditembus.”Semua mata tertuju padanya, menanti keputusan. Tapi tiba-tiba, sebuah
Setelah jamuan makan selesai dan musik pelan berhenti mengalun, para pejabat dan jenderal satu per satu bangkit dari tempat duduk mereka. Mereka mulai bergerak menuju Balairung Kekaisaran Tianyang, tempat diadakannya rapat militer untuk membahas strategi pertahanan terhadap serangan dari utara.Zhao Xueyan berdiri anggun, mengikuti langkah para pria tersebut tanpa ragu. Tapi baru beberapa langkah, langkahnya dihentikan oleh suara nyaring yang penuh sindiran."Eh, mau ke mana, Nona Zhao?" tanya Nona Xiao Zhen sambil menyipitkan mata."Balairung Kekaisaran bukan tempat jalan-jalan, apalagi untuk seorang wanita," tambah Nona Lin dengan senyum mengejek."Benar," sela Nona Yu. "Kau itu hanya seorang gadis dari desa yang kebetulan dibawa masuk ke istana oleh Yang Mulia. Jangan pikir hanya karena makanan tadi enak, kau bisa ikut campur dalam urusan negara."Beberapa gadis bangsawan lainnya tertawa pelan, menutup mulut dengan kipas sambil saling menatap penuh kemenangan.“Memang benar, ya! Se
Setelah para tamu duduk di tempat masing-masing, suasana aula utama Kekaisaran Tianyang terasa lebih hangat. Pelayan-pelayan berdiri berjajar, menyajikan anggur dalam cawan giok bening dan piring-piring indah berisi hidangan yang baru saja diangkat dari dapur istana.Di tengah aula, musik lembut mulai mengalun. Para penari istana dengan kostum anggun berwarna merah muda dan emas menari mengikuti irama, mempercantik suasana.Namun tak lama, wajah para tamu, pejabat, jenderal, bangsawan, termasuk kaisar Tian Ming dan Ibu Suri Gao, mulai menunjukkan ekspresi heran. Bukan karena tarian, melainkan makanan yang tersaji di hadapan mereka.“Makanan apa ini?” tanya salah satu pejabat tua sambil menatap bingung ke arah piringnya.“Mengapa bentuknya seperti ini … tidak seperti hidangan kekaisaran biasanya,” gumam seorang gadis bangsawan.Di hadapan mereka tersaji ayam teriyaki dengan saus kental yang harum, kentang goreng tipis garing seperti lidi emas, salad sayur segar dengan saus creamy dari
Langkah kaki rombongan bangsawan dan pejabat istana terdengar beriringan saat mereka berjalan menuju aula utama Kekaisaran Tianyang. Dentingan perhiasan dan suara bisik-bisik para nona bangsawan menggema di sepanjang koridor, diselimuti rasa penasaran dan juga … sindiran.Di barisan belakang, Nona Xiao Zhen menyibak lengan bajunya dengan angkuh, lalu berbisik cukup keras agar bisa didengar oleh para pengikutnya.“Huh, kita lihat saja nanti,” ujarnya sambil mendengus, “Apa yang bisa dilakukan seorang gadis yang hanya dipungut oleh kaisar?”Nona Yu terkekeh, “Apalagi dia menerima tantangan kita untuk ikut serta dalam dekorasi aula. Apa dia pikir bermain-main di taman obat membuatnya tahu cara menghias aula kekaisaran?”Nona Lin menambahkan dengan suara mencibir, “Mungkin dia akan menggantung gulungan ramuan di langit-langit! Ha!” Nona Shen menambahkan. “Kau benar! Kali ini gadis desa itu akan tahu tempatnya di mana. Hanya seorang gadis desa ingin menjadi Phoenix. Sungguh malang sekali!
Saat semua tamu resmi telah tiba dan turun dari kereta serta kuda masing-masing, suara gong pelan menggema menandakan penyambutan dimulai secara resmi. Para pejabat, bangsawan, serta jenderal dari Kekaisaran Tianyang serempak membungkuk hormat ke arah tamu-tamu agung dari tiga Kekaisaran: Changhai, Heifeng, dan Zhengtang.“Selamat datang di kekaisaran Tianyang, Benua Yunzhu!” Dengan gerakan penuh wibawa, perwakilan dari tiga Kekaisaran itu pun membalas dengan hormat yang sama, penuh kesopanan dan kebesaran.Di tengah deretan para tokoh penting itu, tatapan Jenderal Zhao Yun tak pernah lepas dari putrinya. Ia tersenyum tipis, matanya menyiratkan kelegaan dan bangga yang mendalam.‘Xueyan-ku … syukurlah kau baik-baik saja. Lebih dari itu .…’ batinnya, nyaris menahan diri agar tidak langsung memeluk gadis kecil yang kini menjelma menjadi sosok yang luar biasa kuat dan anggun.Zhao Xueyan berdiri tenang di samping para petinggi, hanfu biru berhiaskan motif awan dan bunga salju berkibar