Suara raungan tangis memenuhi ruang rawat. Hazel yang berada di dekat Arthur terus memukuli ayahnya itu. Hazel—satu-satunya anak perempuan di keluarga Afford, dan belum menikah. Tidak bisa ditemani oleh sang ayah di altar pernikahan adalah penderitaan baginya.Hazel membayangkan kehilangan sosok ayahnya yang hebat, membuatnya sangat sesak. Hazel terus meracau berteriak meminta ayahnya untuk bangun. Sergio yang melihat itu membiarkan kekasihnya itu meluapkan kesedihan.“Arthur bangun, jangan tinggalkanku dan anak-anak.” Bianca menatap rapuh sang suami yang terbaring lemah di ranjang. “Hazel belum menikah. Cucu-cucu kita juga masih kecil, Sayang. Aku mohon bangun.” Lanjutnya menangis.Justin meneteskan air mata dengan terus memeluk Bianca. Pun Nathan dan Joseph memeluk ibu mereka. Tiga pria tampan itu meneteskan air mata bersamaan. Athena, Aubree, dan Isabel saling berpelukan dalam tangis mereka.“Dad, bangun, aku mohon. Sergio mengajakku menikah. Kau tidak boleh pergi meninggalkanku. B
Satu minggu berlalu kabar pernikahan Hazel masih belum terdengar. Hazel memang meminta keluarganya untuk tidak mengumumkan tentang rencana pernikahannya dengan Sergio di hadapan media. Semua demi karena Hazel tak ingin diusik oleh media.Seluruh keluarga Hazel telah kembali ke New York. Pun Joseph dan Isabel selama tiga bulan ini akan tinggal di New York. Isabel menjalani masa hukuman, dan Joseph sebagai suami Isabel—memutuskan membawa istri dan anak-anaknya kembali ke New York. Joseph dan Isabel tinggal di Madrid. Sebab Isabel adalah satu-satunya keturunan di Kerajaan Spanyol.Hazel sangat berterima kasih pada Isabel yang merelakan dihukum, agar bisa dirinya selamat dari Harry Shum. Entah bagaimana Hazel, jika Isabel tidak datang tepat waktu dalam membantu hubungannya dengan Sergio.Saat ini kondisi Arthur sudah membaik. Dua hari lalu, Arthur telah keluar dari rumah sakit. Dokter mengatakan keajaiban benar-benar telah terjadi. Arthur yang sudah berada di ambang kematian berhasil sela
Suara teriakan Sandra membuat dua perawat sigap menahan tangan Sandra. Tampak Hazel iba melihat keadaan Sandra. Alih-alih takut, malah Hazel menunjukkan rasa ibanya pada Sandra—yang kini menjerit-jerit.“Hazel, kau tidak apa-apa?” tanya Sergio khawatir.Hazel tersenyum. “Aku baik-baik saja, Sergio. Jangan mencemaskanku.”Sergio membelai pipi Hazel, menatap wanita itu dengan tatapan penuh rasa bersalah. “Kau tunggu di sini sebentar. Aku ingin berusaha menenangkan adikku.”Hazel mengangguk merespon ucapan Sergio. Detik selanjutnya, Sergio melangkah mendekat pada Sandra yang duduk di lantai. Adiknya itu sedang menjerit-jerit. Dua perawat menahan tangan Sandra, tapi tetap tidak membuat Sandra menjadi tenang.“Sandra …” Sergio memanggil lembut, dan berjongkok di depan sang adik.“Tidak! Jangan!” isak Sandra menangis sesenggukan.Sergio menatap kedua perawat itu. “Lepaskan adikku. Biarkan aku yang berusaha menenangkannya.”“Tuan, tapi—”“Adikku tidak akan mungkin melukaiku. Lepaskan dia,” u
Pagi menyapa di kota Bern, Hazel membuatkan sarapan untuk sang kekasih. Musim telah berganti menjadi musim semi. Cuaca sangat cerah dan segar, tapi tentunya masih dingin menyelimuti.“Good morning.” Sergio memeluk Hazel dari belakang, dan menciumi tengkuk leher sang kekasih.Hazel tersenyum mendapatkan pelukan dari Sergio. “Good morning, Sayang.”“Aku tidak ingin kau lelah. Harusnya kau biarkan pelayan saja yang membuatkan sarapan untuk kita.” Sergio mengecup bahu sang kekasih.“Hanya membuatkan sarapan tidak akan membuatku lelah, Sayang.” Hazel berbalik, menghadap Sergio dengan tatapan penuh cinta. “Duduklah. Tunggu aku menyelesaikanku membuat sarapan untuk kita.”Sergio mengalah dan memilih menuruti ucapan sang kekasih. Dia mengecup bibir Hazel, dan berjalan menuju ke kursi meja makan. Dia duduk di kursi meja makan—dan Hazel melanjutkan masaknya.Tak selang lama, Hazel sudah selesai membut pancake dan sandwich daging cincang. Wanita cantik itu langsung memberikan pancake madu, dan s
“Akh—” Hazel merintih kesakitan di kala Sergio melepaskan cengkraman tangannya. Tampak jelas kemarahan di wajah pria tampan itu. Hazel menahan air matanya. Wanita itu terluka karena Sergio bersikap kasar. Namun, sebisa mungkin Hazel berusaha mengerti alasan kemarahan sang kekasih. “Hazel, apa yang sudah kau lakukan?! Kenapa kau bertindak nekat, tanpa memberitahuku?!” seru Sergio dengan nada tinggi. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Hazel. Bisa-bisanya Hazel berniat membeli penthouse dan apartemen yang akan dia jual, tanpa sama sekali memberi tahu dirinya.Hazel menatap Sergio dengan mata yang sudah memerah, akibat menahan air mata. “Kenapa kau semarah ini padaku, Sergio?”Sergio mengusap wajahnya kasar dengan telapak tangan kokohnya. “Hazel, kau mengambil keputusan sendiri tanpa bilang padaku. Aku tahu kau memiliki banyak uang, tapi aku tidak suka caramu seperti ini!”Hazel tak langsung menjawab. Dia memutuskan untuk mengalah. Dia tidak mau membuat sang kekasih marah padanya
Pertengkaran kecil antara Sergio dan Hazel sudah berdamai. Mereka saling meminta maaf satu sama lain. Dua insan saling mencintai itu pastinya akan terus berusaha memperjuangkan hubungan mereka untuk tetap bisa bersatu. Tidak akan mudah memisahkan ikatan cinta antara Sergio dan Hazel. “Sergio, kapan kita menjemput Sandra?” tanya Hazel seraya menatap Sergio yang tengah fokus pada iPad di tangannya.Sergio melirik arloji di pergelangan tangannya. “Sebentar lagi kita akan menjemput Sandra. Kau bersiaplah.”Hazel menghela napas dalam sambil mendekat ke arah Sergio. “Sekarang kau lihatlah diriku. Jangan lihat terus menerus iPad-mu. Aku sudah selesai berias, Tuan Blanco.”Mendengar ucapan Hazel, membuat Sergio meletakan iPad di tangannya ke atas meja, dan menatap sang kekasih yang sudah tampil sangat cantik. Hari ini dia dan Hazel akan menjeput Sandra ke rumah sakit. Dokter sudah mendaatkan izin dari dokter yang nenjaga, memperbolehkan Sandra keluar dari rumah sakit jiwa.“Kalau begitu kau
New York, USA.Perjalanan cukup panjang, membuat Hazel kelelahan. Sepanjang perjalanan, Hazel lebih banyak istirahat. Berbeda dengan Sandra yang lebih banyak main di pesawat. Sandra begitu riang gembira diajak naik pesawat. Kondisinya sudah tidak diikat. Tidak seperti dulu yang selalu diikat. Sebelum Hazel beristirahat, dia menyempatkan waktu bermain sebentar dengan Sandra.Hadirnya Hazel di hidup Sergio benar-benar memberikan ketenangan dan kedamaian jiwa. Hidup Sergio tidak akan pernah benar-benar lengkap dan untuh jika tanpa hadirnya Hazel di hidupnya. Hazel mau menerima Sergio apa pun keadaannya. Bahkan kondisi keluarga yang kacau, Hazel dengan tangan terbuka menerima dirinya.Saat mobil yang membawa Hazel, Sergio dan Sandra, tatapan mata adik Sergio itu terus terperangah kagum. Mansion baru milik Sergio di New York sangatlah indah dan menawan. Sandra tersenyum-senyum sambil bertepuk tangan.“Kak, apakah ini rumahmu?” tanya Sandra antusias.“Rumah kita.” Sergio membelai pipi Sandr
Hazel dan Sandra tampil cantik dengan gaun yang telah disiapkan oleh Sergio. Malam itu Hazel memakai dress berwarna merah menyala dengan model tali spaghetti. Sandra memakai dress berwarna hijau emerald dengan model kemben. Dua perempuan cantik itu sama-sama menggerai rambut panjang indah mereka.Hanya satu yang menjadi permasalahan yaitu Sandra tidak percaya diri untuk berpergian bersama Hazel dan Sergio. Gadis itu sempat menolak karena malu bertemu dengan banyak orang. Namun, untungnya Hazel berhasil membujuk Sandra.“Kak Hazel, kenapa kau tidak pergi berdua saja dengan Kak Sergio?” tanya Sandra pelan seraya menatap Hazel.Hazel membelai pipi Sandra lembut. “Aku dan Sergio akan makan malam bersama dengan keluargaku. Aku ingin kau juga ikut. Aku memiliki tiga kakak ipar yang sangat baik. Ada Kak Athena, Kak Aubree, dan Isabel. Kau pasti akan senang bertemu dengan mereka.”“Tapi aku kan tidak sempurna.” Sandra menunduk lesu.Hazel menangkup kedua pipi Sandra. “Hey, siapa yang bilang k