“Persiapkan dirimu, Hazel. Besok adalah hari penentuan tanggal pertunanganmu dengan Harry.” Arthur masuk ke dalam kamar Hazel, memberitahukan kabar yang mengejutkan dirinya. Mata indah Hazel membulat sempurna, akibat rasa terkejutnya yang nyata.“Dad, are you kidding me?” Hazel menahan emosinya. Dia nyaris berteriak mendengar ucapan gila sang ayah. Mata indahnya sudah menajam dan memerah akibat menahan tangis.“Kau tahu dalam hal seperti ini Daddy tidak mungkin bercanda,” jawab Arthur dingin dan menegaskan.Hazel menggeleng tegas. “Tidak! Aku tidak mau dijodohkan! Dad, aku mencintai Sergio. Kau tahu dengan jelas bahwa pria yang aku cintai adalah Sergio Blanco, bukan Harry Shum!” Nada bicara Hazel meninggi di sini. Bulir air matanya terjatuh, membasahi pipi mulusnya.Bianca yang juga ada di sana tak tega melihat putrinya menangis. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu langsung memberikan pelukan hangat pada Hazel. Tangis Hazel mulai mendera di kala mendapatkan pelukan dari san
Mata dan bibir Hazel melebar akibat keterkejutannya melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Hazel berusaha meyakinkan bahwa di hadapannya adalah ilusi dari sebuah mimpi, tidaklah nyata. Namun rasanya mustahil. Aroma parfume maskulin milik Sergio telah tercium dan diindra penciuman Hazel. Ya, di hadapan Hazel saat ini adalah Sergio Blanco—kekasihnya.“S-Sergio?” gumam Hazel memanggil sang kekasih. Matanya sudah memerah ingin meneteskan air mata. Dia benar-benar sama sekali tidak menyangka melihat Sergio datang.Sergio tersenyum hangat menatap Hazel yang matanya sudah memerah. Ingin sekali dia memeluk kekasihnya itu, memberikan ketenangan, tapi sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu. Sekarang dia harus menghadapi keluarga besar Hazel lebih dulu.“Sergio …” Hazel ingin berlari ke pelukan Sergio, tapi sayangnya geraknya terhenti karena Arthur menarik tangan Hazel, tak mengizinkan Hazel menghampiri Sergio.“Dad,” lirih Hazel.Mata Arthur menatap tajam Hazel. “Aku tidak akan segan me
Penuturan Isabel sukses membuat semua orang di sana terkejut. Tampak Harry dan Danny memucat panik, sedangkan Sergio tersenyum penuh kemenangan. Ya, siapa yang bisa membantah? Isabel adalah calon ratu Kerajaan Spanyol. Tentunya Isabel memiliki akses apa pun di negaranya. “Bohong! Kau berbohong!” bentak Harry emosi dengan tatapan tajam pada Isabel.Isabel tersenyum anggun. “Tuan Shum, aku memiliki data tentangmu lengkap. Data itu valid. Tidak mungkin salah. Jadi jangan lagi mengelak.”Tangan Harry mengepal kuat penuh amarah. “Yang hanya memiliki akses membuka data adalah Raja atau Ratu yang bertakhta. Kau sama sekali tidak bisa! Berhenti menipu!”Isabel mendekati Harry tanpa rasa takut. “Kau benar. Ayahku masih hidup. Hanya dia yang bisa. Aku menggunakan wewenangku sebelum aku menjabat. Semua tindakan yang aku lakukan memang salah. Aku siap dihukum nanti. Tapi meskipun aku dihukum, aku bahagia bisa menyelamatkan saudaraku dari pria berengsek sepertimu.”“Wanita sialan! Ku bunuh kau!”
Sergio membawa Hazel ke taman belakang yang ada di rumah sakit. Dia sengaja mengajak Hazel ke taman belakang, karena dia tahu bahwa Hazel membutuhkan menghirup udara segar. Kondisi ayah Hazel sedang tidak baik-baik saja, pastinya membuat Hazel sangatlah terpukul dan sedih.“Minumlah.” Sergio menyodorkan segelas minuman segar yang dibeli oleh pengawalnya.Hazel menerima minuman itu dengan raur wajah muram. “Ayahku memang sangat keras, tapi aku sangat mencintai ayahku.”Sergio tersenyum mendengar apa yang dikatakan Hazel. Pria itu membelai rambut indah kekasihnya itu. “Aku tahu. Aku pun bisa melihat ayahmu sangat mencintaimu.”Hazel mengalihkan pandangannya, menatap Sergio dengan tatapan rapuh. “Kau tidak membenci ayahku?”“Pertanyaan bodoh.” Sergio mengecup bibir Hazel. “Mana mungkin aku membenci ayahmu.”Hazel terdiam dengan raut wajah semakin muram, mendengar jawaban Sergio. Dia pikir Sergio akan mengatakan membenci ayahnya. Setelah apa yang terjadi, seharusnya membuat Sergio membenc
Suara raungan tangis memenuhi ruang rawat. Hazel yang berada di dekat Arthur terus memukuli ayahnya itu. Hazel—satu-satunya anak perempuan di keluarga Afford, dan belum menikah. Tidak bisa ditemani oleh sang ayah di altar pernikahan adalah penderitaan baginya.Hazel membayangkan kehilangan sosok ayahnya yang hebat, membuatnya sangat sesak. Hazel terus meracau berteriak meminta ayahnya untuk bangun. Sergio yang melihat itu membiarkan kekasihnya itu meluapkan kesedihan.“Arthur bangun, jangan tinggalkanku dan anak-anak.” Bianca menatap rapuh sang suami yang terbaring lemah di ranjang. “Hazel belum menikah. Cucu-cucu kita juga masih kecil, Sayang. Aku mohon bangun.” Lanjutnya menangis.Justin meneteskan air mata dengan terus memeluk Bianca. Pun Nathan dan Joseph memeluk ibu mereka. Tiga pria tampan itu meneteskan air mata bersamaan. Athena, Aubree, dan Isabel saling berpelukan dalam tangis mereka.“Dad, bangun, aku mohon. Sergio mengajakku menikah. Kau tidak boleh pergi meninggalkanku. B
Satu minggu berlalu kabar pernikahan Hazel masih belum terdengar. Hazel memang meminta keluarganya untuk tidak mengumumkan tentang rencana pernikahannya dengan Sergio di hadapan media. Semua demi karena Hazel tak ingin diusik oleh media.Seluruh keluarga Hazel telah kembali ke New York. Pun Joseph dan Isabel selama tiga bulan ini akan tinggal di New York. Isabel menjalani masa hukuman, dan Joseph sebagai suami Isabel—memutuskan membawa istri dan anak-anaknya kembali ke New York. Joseph dan Isabel tinggal di Madrid. Sebab Isabel adalah satu-satunya keturunan di Kerajaan Spanyol.Hazel sangat berterima kasih pada Isabel yang merelakan dihukum, agar bisa dirinya selamat dari Harry Shum. Entah bagaimana Hazel, jika Isabel tidak datang tepat waktu dalam membantu hubungannya dengan Sergio.Saat ini kondisi Arthur sudah membaik. Dua hari lalu, Arthur telah keluar dari rumah sakit. Dokter mengatakan keajaiban benar-benar telah terjadi. Arthur yang sudah berada di ambang kematian berhasil sela
Suara teriakan Sandra membuat dua perawat sigap menahan tangan Sandra. Tampak Hazel iba melihat keadaan Sandra. Alih-alih takut, malah Hazel menunjukkan rasa ibanya pada Sandra—yang kini menjerit-jerit.“Hazel, kau tidak apa-apa?” tanya Sergio khawatir.Hazel tersenyum. “Aku baik-baik saja, Sergio. Jangan mencemaskanku.”Sergio membelai pipi Hazel, menatap wanita itu dengan tatapan penuh rasa bersalah. “Kau tunggu di sini sebentar. Aku ingin berusaha menenangkan adikku.”Hazel mengangguk merespon ucapan Sergio. Detik selanjutnya, Sergio melangkah mendekat pada Sandra yang duduk di lantai. Adiknya itu sedang menjerit-jerit. Dua perawat menahan tangan Sandra, tapi tetap tidak membuat Sandra menjadi tenang.“Sandra …” Sergio memanggil lembut, dan berjongkok di depan sang adik.“Tidak! Jangan!” isak Sandra menangis sesenggukan.Sergio menatap kedua perawat itu. “Lepaskan adikku. Biarkan aku yang berusaha menenangkannya.”“Tuan, tapi—”“Adikku tidak akan mungkin melukaiku. Lepaskan dia,” u
Pagi menyapa di kota Bern, Hazel membuatkan sarapan untuk sang kekasih. Musim telah berganti menjadi musim semi. Cuaca sangat cerah dan segar, tapi tentunya masih dingin menyelimuti.“Good morning.” Sergio memeluk Hazel dari belakang, dan menciumi tengkuk leher sang kekasih.Hazel tersenyum mendapatkan pelukan dari Sergio. “Good morning, Sayang.”“Aku tidak ingin kau lelah. Harusnya kau biarkan pelayan saja yang membuatkan sarapan untuk kita.” Sergio mengecup bahu sang kekasih.“Hanya membuatkan sarapan tidak akan membuatku lelah, Sayang.” Hazel berbalik, menghadap Sergio dengan tatapan penuh cinta. “Duduklah. Tunggu aku menyelesaikanku membuat sarapan untuk kita.”Sergio mengalah dan memilih menuruti ucapan sang kekasih. Dia mengecup bibir Hazel, dan berjalan menuju ke kursi meja makan. Dia duduk di kursi meja makan—dan Hazel melanjutkan masaknya.Tak selang lama, Hazel sudah selesai membut pancake dan sandwich daging cincang. Wanita cantik itu langsung memberikan pancake madu, dan s