Share

Desahan Madu Suamiku
Desahan Madu Suamiku
Author: Maey Angel

ular

1

Cahya mengintip dari jendela. Mobil suaminya sudah masuk ke halaman rumahnya. Gegas ia turun dan ingin menyambut kepulangan suaminya dengan suka cita. Seminggu sudah suaminya pergi ke luar kota untuk dinas pekerjaannya. Cahya pun senang karena akhirnya rindu itu terobati kala sang suami pulang tanpa mengabari.

Suara bel pintu membuat Cahya berlari dan membuka dengan segera. "Assalamu_"

Cahya tercekat kala mendapati suaminya pulang dengan membawa seorang wanita pingsan yang dibopongnya.

"Waalikumsalam. Siapkan kamar tamu, Ya," ujar Hardian.

Cahya gegas membuka pintu kamar tamu, tanpa ingin bertanya dahulu siapa wanita itu. Setelah memastikan wanita itu beristirahat di kamar, Hardian mengajak Cahya keluar.

"Maaf, Sayang. Kamu pasti kaget waktu Mas bawa Silvia ke rumah. Dia anak tetangga Ibu yang tinggal di kampung. Tadi Mas lihat dia mau bunuh diri dan melompat ke jembatan. Waktu Mas lihat, tadinya Mas kira dia mau ngapain. Tahu-tahu dia ternyata menyusul kekasihnya dan yang lebih menyakitkannya, dia hamil dan si lelakinya itu tidak mau bertanggung jawab."

"Terus, kamu kasihan, Mas?" tanya Cahya tampak tidak habis pikir dengan apa yang suaminya lakukan. Dia bahkan belum bertanya apapun dan Hardian sudah lebih dulu bercerita.

"Ya kasihan lah, Ya. Dia ini gadis yang ditipu dan dihamili tanpa mau si lelakinya bertanggung jawab. Brengs*k banget kan?"

"Terus? Kamu mau ambil alih tanggung jawab itu?" Cahya bersedekap sambil menatap lekat wajah suaminya yang terlihat salah tingkah.

"Eh, ya nggak begitu, Sayang. Gini gini. Jangan emosi dulu. Kita duduk dulu dan kita rundingkan berdua. Silvia ini gadis desa. Dia belum berpengalaman hidup di kota dan kamu nanti bisa lihat langsung kalau dia sudah siuman. Dia ini polos, Mas paham sekali sama Sivia ini. Dia anaknya Paijan, orang dusun yang kerjaannya hanya angon kambing. Bagaimana Mas nggak simpati dan kasihan. Kalau dia kembali ke desa, bukan hanya cibiran tetangga yang didapat. Malunya itu loh … kasihan kan? Bagaimana kalau kita adopsi anak dia yang ada dalam rahimnya, setelah itu kita biarkan dia pergi setelah memberikan anak itu pada kita. Anggap aja, ini pancingan biar kamu cepat hamil. Siapa tahu, dekat dengan Silvia kamu bisa ketularan."

Manik mata Cahya memancarkan kemarahan nyata. Hardian harus memikirkan banyak cara agar istrinya mau memahami keinginannya.

"Maksud Mas apa?" teriak Cahya.

"Sayang. Mas itu sayang sama kamu, sama ibu, sama emak juga. Kita nikah udah 8 tahun. Usaha dari yang herbal sampai medis sudah, nyatanya Tuhan belum juga kasih anak sama kita. Siapa tahu dengan membantu Silvia melahirkan anak tak diharapkan itu, hidup kita akan sempurna. Mas janji nggak akan macam-macam. Cinta Mas tulus sama kamu, serius dah. Swerr … kan kamu tahu sendiri. Ibu suka ngomel sama kamu kalau berkunjung dan nanyain anak. Mas nggak tega kalau harus ngeliat kamu dibentak atau dimarahi ibu. Nanti Mas akan minta Silvia jadi asisten rumah tangga kita selama tinggal di sini. Biar kamu nggak curiga sama Mas dan menganggap Mas ada perasaan sama Silvia itu."

"Nggak ada. Kagak jamin Mas nggak kegoda sama dia," tolak Cahya.

"Kok kagak jamin? Baiklah. Mas jamin, kagak tergoda. Lagian, Mas kan jarang pulang ke rumah. Nanti kamu bisa ngontrol sendiri pergerakan Silvia dan kamu pasti nggak akan curiga deh. Kasih kesempatan Silvia buat hidup dan merasa tidak sendiri. Ya?"

Hardian menghiba. Bahkan matanya yang sangat mengharapkan keturunan, membuat Cahya tak tega. Ia memikirkan ulang kata-kata Hardian mengenai anak pancingan.

"Baiklah. Selama tinggal di sini, dia ini aku awasi. Awas aja kalau Mas macam-macam."

Hardian segera memeluk tubuh Cahya yang sangat wangi. Sengaja Cahya menyambut kepulangan suaminya dengan cinta, walau ada sedikit rasa kecewa namun sikap Hardian yang lembut membuatnya luluh.

"Kamu tetap cantik dan mempesona, Sayang. Mas kangen banget," bisik Hardian saat merebahkan badan Cahya ke atas ranjang.

"Mas mandi dulu gih. Masa habis kerja nyosor aja," protes Cahya. Namun karena terlanjur berminat, Hardian langsung membawa Cahya dalam pelukannya.

"Mas udah kangen sama kamu. Mandinya nanti saja, kalau sudah mandi keringat sama kamu. Kamu cantik pake lingerine merah itu. Baru ya?" tanya Hardian lembut sembari memainkan jarinya di bagian tubuh Cahya yang terbuka.

"Nggak. Ini kan hadiah hantaran Mas waktu itu. Baru Cahya buka karena kasihan kalau kelamaan dianggurin," terang Cahya.

"Baiklah. Biar nggak lama nganggur, langsung dipake aja seisi-isinya."

Hardian langsung tancap gas. Menyalurkan hasrat yang sengaja ia keluarkan pada sang istri, setelah ia membawa Silvia ke dalam rumahnya.

Cahya merasa suaminya begitu bergairah, hingga ia kewalahan dan tertidur pulas setelahnya. Hardian mencium kening sang istri dan menutupi tubuh yang sudah ia sentuh lalu ia beranjak pergi setelah memakai semua pakaiannya. Hardian pergi ke luar dan mengecek keadaan Silvia yang tadi sempat pingsan karena terlalu lama menangis di dalam mobil.

Silvia Angeline. Mantan kekasih Hardian yang kembali dekat setelah wanita itu dipertemukan dalam sebuah keadaan yang sulit dijelaskan. Silvia yang memintanya bertanggung jawab atas perbuatan khilafnya saat itu dengan Hardian. Hardian yang memang masih memiliki sedikit empati, tak tega melihat Sivia yang menangis tersedu di depannya dan Silvia yang memohon agar dia mau membawanya pulang. Bahkan Silvia berjanji tidak akan menyakiti keluarganya dan tidak akan meminta anaknya nanti jika dia sudah dilahirkan.

Krek!

Hardian melihat Silvia yang masih terpejam. Melihat selimut yang sudah tersingkap, Hardian membantu menutupnya kembali.

"Mas … jangan! Jangan!" racau Sivia.

Sivia mimpi buruk dan bahkan sampai meracau. Hardian yang bingung, mencoba membangunkannya.

"Sil, hey. Kamu mimpi buruk, kah?"

Hardian yang memang cenderung penyayang itu, tidak tega melihat kegelisahan Silvia meski sedang dalam keadaan terpejam. Silvia yang tersadar dan terbangun, segera bangkit dan langsung memeluk Hardian.

"Kamu mimpi buruk?" tanya Hardian.

Sivia mengangguk sambil meneteskan air mata. "Sudahlah. Itu hanya mimpi. Lupakan mimpi burukmu itu dan jangan lupa berdoa sebelum tidur. Ya?"

Hardian hendak beranjak namun tangan Silvia mencegatnya. "Jangan pergi. Aku takut sendiri. Please…"

"Baiklah. Aku tunggu kamu terpejam tapi jangan lama-lama. Istriku ada di kamarnya," ucap Hardian pasrah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status