Silvia menyeka air matanya dan tersenyum. Dia memikirkan cara agar Hardian mau menemaninya lebih lama. Sungguh kehamilannya ini, membuat ia kehabisan akal dan memilih menggunakan simpati mantan kekasihnya itu demi bisa membuatnya bernasib lebih baik.
"Mas, kepalaku pusing," keluh Silvia. "Kayak ada pakunya di sini," tunjuk Silvia dan berdrama seperti memijat kepalanya."Sini, aku bantu pijatkan."Hardian duduk agak mendekat dan memijat dengan pelan kepala Silvia. Silvia membuat suara seperti sedang keenakan saat dipijat dan itu membuat Hardian sedikit merasa terpacu. Terlebih tangan Silvia yang mulai nakal dan sekilas menyentuh bagian Hardian yang tampak menegang."Maaf," ucap Silvia sengaja."O-h, nggak apa. Sudah enakkan?" tanya Hardian."Belum. Malah kayak masuk angin. Mungkin minta dikerok. Mas ada minyak angin? Silvi minta gosokkan ke punggung. Nanti bagian depan Silvi yang balurin. Nggak enak banget badannya," rintih Silvia.Hardian sedikit ragu. Namun, lagi-lagi wajah memelas Silvi membuatnya tak tega. Ia mengambil minyak kayu putih dan Silvia bangkit dengan membuka baju dressnya. Punggung putih bak susu tanpa noda, membuat jakun Hardian naik turun. Terlebih Silvi membuka seluruh baju bagian atas dan sengaja hanya menutupi tubuhnya dengan selimut."Mau dikerok apa dibalurin aja?""Balurin aja."Lagi-lagi Sivia mengeluarkan suara desahan khas, yang membuat Hardian merasa meremang. "Udah?" tanya Hardian memastikan. "Perutnya sekalian biar enakan," ucapnya."Biar Silvi sendiri. Bisa kok," kilah Slvia."Biar Mas sekalian."Hardian melihat ke arah bagian tubuh Silvia yang hendak dibalurkan. Ia sengaja tidak melihat ke arah wajah Sivia, takut khilaf mendera. Tangan Silvia mengulur ke panggul Hardian dan tersenyum."Makasih ya. Maaf merepotkan."Hardian hanya mengangguk dan meletakkan kembali minyak kayu putih itu. "Mas, tolong kancingkan BH-nya," ucap Silvia mendayu."O-h. Oke."Tangan Hardian terulur, hendak mengaitkan kancing BH yang Silvia minta. Tangan Silvia mencekal tangan Hardian dan membawa kedua tangannya untuk bisa menyentuh kedua gunung kembar miliknya."Mas, maafkan aku yang dulu pernah menyakitimu. Sungguh, aku merasa jika ini adalah karma karena sudah pernah meninggalkanmu. Maafkan aku, ya?"Silvia menatap manik Hardian lekat dan seperti terbius dengan ucapan dan tatapan mantan kekasihnya itu."Tak masalah. Aku sudah melupakan."Namun, bukan Silvia namanya jika ia tidak memiliki trik menjerat Hardian. Dia mendekatkan bibirnya dan menciumnya dalam. Meresapi nikmatnya cinta sesaat yang sudah membius akal nuraninya. Hardian pun tak kuasa menolak. Ia menikmati serangan cinta Silvia dan keduanya melakukan hubungan yang tidak semestinya yang sudah pernah ia lakukan sebelumnya.***Cahya meraba ke sekeliling. Melihat suaminya yang sudah tidak ada di kamarnya. Namun ia kembali tersenyum saat mendengar suara percikan air dari arah kamar mandi. Lima menit Cahya duduk di atas ranjang, menunggu suaminya selesai mandi dan mengedarkan pandangan melihat jam pukul 4 pagi."Sudah bangun?" tanya Hardian saat mendapati istrinya yang tersenyum saat ia baru keluar kamar mandi."Sudah dong. Masa dah senyum gini, belum bangun. Tumben awal? Biasanya kalau habis olahraga malam, bangunnya kesiangan," ucap Cahya."Itu kan biasanya. Malam tadi, luar biasa. Pelayananmu memuaskan. Mas suka dan makanya Mas bisa bangun lebih awal karena menginginkannya lagi," rayu Hardian."Dih. Nggak capek apa? Cahya aja belum mandi," protesnya."Hahaha, nggak, Sayang. Bercanda. Dah sana mandi. Hari ini Mas mau ajak kamu liburan ke Ancol.""Iyakah? Yee …"Sorakan Cahya membuat Hardian merasa lega. Beruntung setelah melakukannya dengan Silvia, ia buru-buru kembali ke kamar Cahya dan tidak ketiduran di sana. Ia akan membuat istrinya senang agar kelakuannya tidak dicurigai sang istri.2"Pagi, Mbak Cahya. Saya Silvi," sambut wanita yang dibawa Hardian tadi malam."Pagi. Suami saya dah cerita tentang kamu. Saya turut prihatin, ya, atas apa yang menimpamu dan bayimu. Kamu dah enakan?" "Alhamdulillah. Biar Silvi bantu masak ya?" tawar Silvi."Boleh. Kamu bisa masak apa?""Apa aja Silvi bisa. Asal jangan goreng ikan," ucap Silvi tersenyum."Kenapa? Takut kena minyak?" tanya Cahya."Hehehe. Iya soalnya aku pernah punya pengalaman buruk dengan minyak dan ikan sehingga membuat luka bakar yang sama saat ini tidak bisa hilang. Nih!" tunjuk Silvi pada lehernya.Silvia melihat ada bekas luka minyak memang di sana. Namun Ia juga menangkap sebuah bekas luka merah seperti gigitan manusia atau cupang yang biasa dilakukan oleh pasangan."Yang itu kenapa?" tanya Cahya menunjuk bekas merah di lehernya."Oh, ini. Semalam saya digigit kecoa kayaknya. Nggak sakit sih, hanya sedikit gatel dan aku garuk ternyata jadi merah," kilahnya.Cahya mengamuk percaya saja apa yang Silvia katakan
3Setelah 3 hari libur dan tidak bekerja kali ini Hardian sudah kembali melakukan aktivitasnya sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan pengiriman barang. Ketika ia sedang melakukan kunjungan ke luar kota ia akan meminta cuti beberapa hari untuk libur di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarganya."Biasanya liburan agak lama Mas kok ini hanya 3 hari?"tanya cahaya sendu."Mau gimana lagi, Mas ini bekerja di perusahaan orang. Kalau masih bikin perusahaan sendiri barulah bisa libur seenak hati. Ditinggal kerja 3 hari libur saja, pasti nanti kerjanya sudah numpuk.""Tapi nanti pulang ke rumah kan?""Pulang dong. Kemarin kan memang ada kunjungan ke luar kota. Kenapa sih tumben takut banget suaminya pergi?" ledek Hardian."Ya nggak takut banget, cuman kalau sampai nggak pulang, nanti Cahya kesepian lagi," ucap Cahya malu-malu."Duh gemesnya istri Mas yang mulai manja ini. Mas pergi dulu ya berlama-lama sama kamu bikin Mas pengen gigit aja."Cahya merona. Ia menerima uluran tangan
4Cahya memimpikan hal buruk malam ini hingga ia merasa gelisah dan terbangun tengah malam. Ia melihat suaminya yang terpejam di sampingnya dan ia merasa lega karena semua hanya sebuah mimpi di malam hari.Cahya turun dari ranjang dan mengambil air wudhu untuk menenangkan hatinya setelah mimpi buruk. Ia menggelar sajadahnya dan melakukan ibadah qiyamullail sebagai sarana pendekatan hati dengan Sang Pencipta.Cahya berdoa dengan khusuk, meminta dijauhkan hal buruk dari sang suami. Karena tujuh tahun menikah, rasanya berat jika belum diberikan amanah. Meski setiap berdoa dia tidak luput untuk meminta, namun tetap saja hatinya ada yang mengganjal.Cahya melakukan zikir sampai adzan subuh berkumandang. Bahkan sampai meneteskan air mata sampai hanyut dalam doa."Ya, kok nggak nungguin Mas sholat jama'ah bareng?" tanya Hardian."Tadi sekalian, Mas. Mas nanti kerja?" tanya Cahya terdengar aneh."Ya. Tumben nanya gitu?" "Habisnya Cahya tadi malam habis mimpi buruk.""Mimpi apa sih? Sampai t
5"Hari ini kamu pulang lebih awal lagi Mas?" tanya Cahya. "Kok tumben?"Mendapati suaminya yang satu minggu ini selalu pulang lebih awal dan juga menikmati kebersamaannya bersama dengan Cahya, membuat Cahya merasa aneh."Ya gak awal banget kan? Ini baru jam 7 malam loh. Memang Kan kemarin habis keluar kota, jadi pekerjaan di kantor tidak begitu banyak karena sudah ada yang menghandle. Ya jadi Mas hanya mengeceknya saja dan setelah itu boleh pulang. Daripada di kantor nggak ada kerjaan kan mending sama kamu. Ya nggak?" ucap Hardian mengusap rambut Cahya yang bersandar di bahunya namun mata Hardian melirik ke arah Silvia yang ada tak jauh dari sana. Silvia amat kesal saat Hardian selalu bermesraan di depannya dan ia selalu melakukan kegiatan yang bisa menjauhkan keduanya.Silvia memiliki ide untuk memberikan obat tidur untuk malam ini kepada Cahya agar ia bisa berduaan dengan Hardian tanpa harus terganggu oleh kemesraan Cahya bersama Hardian di kamar mereka. Silvia ingat jika ia memil
"Mas, maaf semalam Cahya ketiduran. Mas makan malam nggak?" tanya Cahya saat ia baru saja selesai mandi."Kamu ketiduran, ya Mas nggak makan malam. Eh, Mas ada acara besok di kantor. Camping gitu. Kata si bos, nginep 3 harian di puncak. Boleh nggak?" tanya Hardian."Kok lama? Cahya ikut ya?" rengeknya."Nggak bisa, Sayang. Yang ikut, semua karyawan kantor aja. Tanpa keluarga." Hardian sengaja mencari cara agar bisa mendapatkan waktu yang pas untuk memenuhi keinginan Silvia."Liburan macam apa yang tidak boleh membawa keluarga ikut? Aneh," decak Cahya kesal."Namanya juga bonus kantor. Nggak semua juga dapat jatah liburan. Boleh, ya?"Cahya diam sejenak dan berpikir untuk mengiyakan. "Baiklah. Setidaknya, aku tahu Mas memang ke puncak. karena ada acara kantor ya. Awas kalau kamu bohong, Mas," sungut Cahya. Perasaannya tak enak dan ia merasa khawatir jika suaminya akan lebih lama lagi perginya seperti kemarin-kemarin."Kapan Mas bohong? Lagian kalau kamu gak percaya, ya susah. Nanti ak
"Jadi gimana, Rio?" tanya Cahya setelah ia curhat panjang kali lebar apa yang ia curigai pada Hardian."Wah itu sih namanya udah nggak beres. Dia minta cuti katanya ada keluarga yang sakit. Aku pikir dia memang selama ini selalu bekerja dengan baik dan tidak pernah ada masalah dan begitu ia meminta cuti, si bos langsung mengizinkannya. Kalau begitu masalahnya, aku juga tidak begitu paham dunia berpelakoran karena aku kan belum menikah," seloroh Rio."Duh, bantu mikir dong," ucap Cahya.Dia sengaja meminta Rio untuk bertemu di sebuah cafe dan menceritakan semua keresahan hatinya pada Rio."Kamu pasang kamera CCTV di setiap sudut rumah termasuk kamar ARTmu itu. Siapa tahu, suamimu sering datang malam-malam ke sana," ucap Rio memanas-manasi."Jangan bikin aku tambah takut deh."Meski yang dikatakan Rio itu memang besar kemungkinan terjadi namun cahaya seperti takut untuk mengetahui kebenaran."Kok takut? Itu malah bagus dong bisa dijadikan senjata buat mengusir gudik suamimu itu.""Gundi
Semua sudah beres, kamera CCTV sudah terpasang dan Cahya juga menunggu suami dan ART nya pulang."Mas, Cahya lagi gak di rumah. semalam sayang ini di rumah Bude Ilyas di Kemang. Kemungkinan pulangnya lusa, Mas masih lama nggak pulangnya?" tanya Cahya."Yah, padahal Mas niatnya pulang hari ini. Tapi ya nggak apa deh. Silvi dah balik mudik belum?""Kayaknya belum. Kemarin sih, dia bilang hari ini.""Oh, baiklah. Mas akan usahakan pulang secepatnya. Kamu juga, jangan lama-lama di sana. Mas besok mulai kerja lagi. Dah lama minta cutinya.""Ok," jawab Cahya singkat. Semua rencananya tidak boleh ada yang gagal. Ia harus memastikan kalau suaminya pulang hari ini terlebih dahulu sebelum ia pulang dari rumah sahabatnya. Ia kemudian mengirim pesan pada Silvi dan menanyakan perihal kepulangannya kembali ke rumah."Sore, Bu. Tumben nelpon? Nggak kirim pesan kayak biasanya," tanya Silvia."Nggak. Kamu di mana, Sil?" tanya Cahya memastikan."Saya masih di kampung, Bu. Kenapa?""Oalah. Sayang sekal
"Kita grebek sekarang?" tanya Mentari semangat.Cahya tersenyum. "Nggak usah. Tunggu saja tanggal mainnya. Harus ada bukti yang kuat untuk memberikan efek jera pada kedua manusia yang tidak tahu dosa itu," ucap Cahya. meski dalam hatinya begitu geram namun ia tidak bisa berbuat banyak jika bukti yang ia dapatkan hanya satu atau dua. Dia akan mencari bukti yang lebih kuat agar Hardian mau mengakui semuanya."Tapi ini sudah kebangetan loh, Ya. Memangnya kamu nggak marah apa?" tanya Mentari."Wanita mana yang dimadu tidak marah? Tapi percuma saja jika memang keduanya sudah terlanjur menikah. Kita hanya butuh waktu dan situasi yang tepat untuk membuat kedua orang itu mati kutu dengan apa yang kita lakukan. Tidak ada pembalasan yang sangat menyakitkan selain ditinggal orang terkasih," ucap Cahya."Maksudnya? Lo bakal bunuh Hardian?"Pletak!Cahya memukul kening sahabatnya lirih. "Aw! Kok dijitak?" protes Cahya."Kagak lah! Emangnya aku ini pembunuh apa? Tampang kalem dan baik ini masa mela