2
"Pagi, Mbak Cahya. Saya Silvi," sambut wanita yang dibawa Hardian tadi malam."Pagi. Suami saya dah cerita tentang kamu. Saya turut prihatin, ya, atas apa yang menimpamu dan bayimu. Kamu dah enakan?""Alhamdulillah. Biar Silvi bantu masak ya?" tawar Silvi."Boleh. Kamu bisa masak apa?""Apa aja Silvi bisa. Asal jangan goreng ikan," ucap Silvi tersenyum."Kenapa? Takut kena minyak?" tanya Cahya."Hehehe. Iya soalnya aku pernah punya pengalaman buruk dengan minyak dan ikan sehingga membuat luka bakar yang sama saat ini tidak bisa hilang. Nih!" tunjuk Silvi pada lehernya.Silvia melihat ada bekas luka minyak memang di sana. Namun Ia juga menangkap sebuah bekas luka merah seperti gigitan manusia atau cupang yang biasa dilakukan oleh pasangan."Yang itu kenapa?" tanya Cahya menunjuk bekas merah di lehernya."Oh, ini. Semalam saya digigit kecoa kayaknya. Nggak sakit sih, hanya sedikit gatel dan aku garuk ternyata jadi merah," kilahnya.Cahya mengamuk percaya saja apa yang Silvia katakan. Ia kembali melakukan aktivitas memasaknya bersama dengan Silvia yang memang terlihat pandai memasak juga."Assalamualaikum," salam Marta--mertua Cahya."Waalaikumsalam." Cahya gegas meninggalkan dapur dan menghampiri kedatangan mertuanya pagi ini. Biasanya mertuanya akan datang jika anak laki-lakinya itu baru saja pulang dari dinas."Sendirian, Bu?" tanya Cahya sopan."Ya. Mana Hardian? Ibu bawakan makanan kesukaannya dan juga jamu kesehatan buat staminanya. Kamu hidangkan sana di piring, Ibu mau makan bareng Hardian nanti," perintah Marta."Baik, Bu."Cahya ke belakang membawa rantang susun yang dibawa oleh mertuanya untuk disajikan di meja makan. Sudah menjadi hal biasa jika mertuanya datang, maka makanan yang dimasak pasti akan disingkirkan dan lebih memilih masakan harta yang disantap hingga habis daripada mencoba makanan yang ia masak dengan penuh cinta.Terlihat Hardian turun bersama dengan sang ibu dan keduanya tampak begitu rukun dan bahagia."Kamu itu kerja terus, Hardian. Makanya kamu nggak sempat buat check up kesehatan rutin ke rumah sakit. Ibu loh sudah pengen cepet-cepatnya nimang cucu. Kapan?" omel Marta sepanjang mereka turun dari lantai atas."Sabar, Bu. Hardian juga sedang berusaha. Ibu kok tahu kalau harian sudah pulang dinas?""Anton bilang kemarin malam. Katanya dia mau pulang bareng kamu dari Tasik. Ya Ibu langsung kepikiran nyusul ke sini dan tengok anak ibu yang ganteng ini. Ibu bawakan jamu kesehatan dan makanan sehat buat kita makan, belum sarapan kan?" tanya Marta."Belum. ini kan masih jam 07.00 Cahya paling juga baru selesai masak.""Nanti makan makanan Ibu saja. Spesial kesukaan kamu, ya?""Semua masakan itu spesial dan nanti Hardian akan habiskan semuanya baik dari Ibu maupun masakan yang dibuat Cahya. Hehehe," ucap Hardian tersenyum senang.Semua makanan telah tersaji di atas meja makan. Cahya menarik kursi untuk suaminya duduk, begitu juga untuk mertuanya. Setelah itu barulah ia memutuskan duduk di samping kursi Hardian."Wah, banyak sekali makanannya. Kamu masak sendiri?" puji Hardian."Nggak, Mas. Cahya dibantu oleh Silvi.""Silvi?" tanya Marta bingung."Iya, Bu. Jadi kemarin itu Silvi tidak sengaja bertemu dengan Hardian dan kebetulan dia sedang mencari pekerjaan, jadi Ardian memintanya untuk menjadi asisten rumah tangga Cahya. Supaya bisa fokus untuk program kehamilan yang Ibu inginkan itu," terang Hardian."Tapi Ibu kok merasa nggak asing ya sama nama dia?" ujar Marta mengingatkan.Silvia datang dengan membawa sebuah teko berisi air ia mengisi cangkir yang ada di meja dan mempersilahkan Martha dan yang lain untuk meminumnya."Pagi Nyonya besar," sambut Silvia. Silvia sengaja memakai baju kaos dan celana kolor agar tidak terlalu dicurigai selama tinggal di sini."Oh ini yang namanya Silvia toh? Tapi Ibu merasa nggak asing sama dia. Dia ini siapa Hardian?"Hardian salah tingkah dia berharap sang Ibu tidak ingat dengan Silvia, wanita yang pernah ia bawa ke rumah untuk diperkenalkan dengan keluarganya."Teman masa kecil Hardian, Bu. Masa lupa," ucap Hardian penuh dusta."Iyakah? Iya, Ibu nggak ingat. Tinggal di mana?""Masih tinggal di kampung Ibu bukan? Yang di desa Sukosari itu."Martha tidak begitu paham namun Ia hanya mengeluarkan kalimat kaget dan kemudian melanjutkan makannya.Kegiatan makan berjalan dengan tenang karena Martha tidak pernah mengizinkan siapapun berbicara ketika sedang makan. Setelah makan Cahya membereskan meja makan dibantu oleh Silvia."Mas jadi ke Ancol?" tanya Cahya."Jadi. Kamu siap-siap gih. Aku mau minta ibu untuk ikut kita.""Baiklah. Aku kira kita panggilan berdua saja ke Ancol," ujar Cahya.oh"Kan ada Ibu, Sayang. Mas iya kita akan tega ninggalin Ibu cuma sama Silvi di rumah kita. Itu namanya nggak sopan dong kecuali kalau Ibu minta diantar pulang barulah kita bisa pergi berdua. Nggak apa-apa kan aku mau ngajak ibu? "Cahya tersenyum. "Nggak apa-apa dong. Masa sekarang liburan nggak boleh? Cahya justru merasa senang kalau ada Ibu ikut. Yuk!"Cahaya menggandeng tangan Hardian dan membawanya turun ke bawah bersama. Hanya Silvia yang tetap tinggal di rumah ini karena ia menolak untuk ikut dan ingin beristirahat saja di kamar."Yakin kamu mempekerjakan asisten rumah tangga seperti dia? Wajahnya itu loh Ibu kok kayak nggak asing. Pernah ketemu tapi kapan," gerundel Marta."Sudahlah, Bu, nggak usah mikirin Si Silvi. Dia itu sudah biasa kerja keras. Lagian kita ini mau liburan, kok malah jadi mikirin orang," protes Hardian.Marta langsung diam dan dia menikmati perjalanan liburan bersama anak dan menantunya ke Ancol. Tempat rekreasi terkenal di Jakarta yang sering ia datangi jika Hardian sedang libur bekerja. Meskipun Hardian sudah menikah, namun anaknya itu tidak pernah sekalipun melupakan kewajibannya untuk tetap memberinya nafkah dan membahagiakannya. Hal itu yang membuat Marta sangat menyayangi Hardian, bagaimana pun kondisi nya sekarang. Meski kadang ia kesal karena sudah 8 tahun menikahi Cahaya, ia belum juga dikarunia cucu dan kadang hal itu juga yang memicu kemarahan mata jika bertemu dengan cahaya.3Setelah 3 hari libur dan tidak bekerja kali ini Hardian sudah kembali melakukan aktivitasnya sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan pengiriman barang. Ketika ia sedang melakukan kunjungan ke luar kota ia akan meminta cuti beberapa hari untuk libur di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarganya."Biasanya liburan agak lama Mas kok ini hanya 3 hari?"tanya cahaya sendu."Mau gimana lagi, Mas ini bekerja di perusahaan orang. Kalau masih bikin perusahaan sendiri barulah bisa libur seenak hati. Ditinggal kerja 3 hari libur saja, pasti nanti kerjanya sudah numpuk.""Tapi nanti pulang ke rumah kan?""Pulang dong. Kemarin kan memang ada kunjungan ke luar kota. Kenapa sih tumben takut banget suaminya pergi?" ledek Hardian."Ya nggak takut banget, cuman kalau sampai nggak pulang, nanti Cahya kesepian lagi," ucap Cahya malu-malu."Duh gemesnya istri Mas yang mulai manja ini. Mas pergi dulu ya berlama-lama sama kamu bikin Mas pengen gigit aja."Cahya merona. Ia menerima uluran tangan
4Cahya memimpikan hal buruk malam ini hingga ia merasa gelisah dan terbangun tengah malam. Ia melihat suaminya yang terpejam di sampingnya dan ia merasa lega karena semua hanya sebuah mimpi di malam hari.Cahya turun dari ranjang dan mengambil air wudhu untuk menenangkan hatinya setelah mimpi buruk. Ia menggelar sajadahnya dan melakukan ibadah qiyamullail sebagai sarana pendekatan hati dengan Sang Pencipta.Cahya berdoa dengan khusuk, meminta dijauhkan hal buruk dari sang suami. Karena tujuh tahun menikah, rasanya berat jika belum diberikan amanah. Meski setiap berdoa dia tidak luput untuk meminta, namun tetap saja hatinya ada yang mengganjal.Cahya melakukan zikir sampai adzan subuh berkumandang. Bahkan sampai meneteskan air mata sampai hanyut dalam doa."Ya, kok nggak nungguin Mas sholat jama'ah bareng?" tanya Hardian."Tadi sekalian, Mas. Mas nanti kerja?" tanya Cahya terdengar aneh."Ya. Tumben nanya gitu?" "Habisnya Cahya tadi malam habis mimpi buruk.""Mimpi apa sih? Sampai t
5"Hari ini kamu pulang lebih awal lagi Mas?" tanya Cahya. "Kok tumben?"Mendapati suaminya yang satu minggu ini selalu pulang lebih awal dan juga menikmati kebersamaannya bersama dengan Cahya, membuat Cahya merasa aneh."Ya gak awal banget kan? Ini baru jam 7 malam loh. Memang Kan kemarin habis keluar kota, jadi pekerjaan di kantor tidak begitu banyak karena sudah ada yang menghandle. Ya jadi Mas hanya mengeceknya saja dan setelah itu boleh pulang. Daripada di kantor nggak ada kerjaan kan mending sama kamu. Ya nggak?" ucap Hardian mengusap rambut Cahya yang bersandar di bahunya namun mata Hardian melirik ke arah Silvia yang ada tak jauh dari sana. Silvia amat kesal saat Hardian selalu bermesraan di depannya dan ia selalu melakukan kegiatan yang bisa menjauhkan keduanya.Silvia memiliki ide untuk memberikan obat tidur untuk malam ini kepada Cahya agar ia bisa berduaan dengan Hardian tanpa harus terganggu oleh kemesraan Cahya bersama Hardian di kamar mereka. Silvia ingat jika ia memil
"Mas, maaf semalam Cahya ketiduran. Mas makan malam nggak?" tanya Cahya saat ia baru saja selesai mandi."Kamu ketiduran, ya Mas nggak makan malam. Eh, Mas ada acara besok di kantor. Camping gitu. Kata si bos, nginep 3 harian di puncak. Boleh nggak?" tanya Hardian."Kok lama? Cahya ikut ya?" rengeknya."Nggak bisa, Sayang. Yang ikut, semua karyawan kantor aja. Tanpa keluarga." Hardian sengaja mencari cara agar bisa mendapatkan waktu yang pas untuk memenuhi keinginan Silvia."Liburan macam apa yang tidak boleh membawa keluarga ikut? Aneh," decak Cahya kesal."Namanya juga bonus kantor. Nggak semua juga dapat jatah liburan. Boleh, ya?"Cahya diam sejenak dan berpikir untuk mengiyakan. "Baiklah. Setidaknya, aku tahu Mas memang ke puncak. karena ada acara kantor ya. Awas kalau kamu bohong, Mas," sungut Cahya. Perasaannya tak enak dan ia merasa khawatir jika suaminya akan lebih lama lagi perginya seperti kemarin-kemarin."Kapan Mas bohong? Lagian kalau kamu gak percaya, ya susah. Nanti ak
"Jadi gimana, Rio?" tanya Cahya setelah ia curhat panjang kali lebar apa yang ia curigai pada Hardian."Wah itu sih namanya udah nggak beres. Dia minta cuti katanya ada keluarga yang sakit. Aku pikir dia memang selama ini selalu bekerja dengan baik dan tidak pernah ada masalah dan begitu ia meminta cuti, si bos langsung mengizinkannya. Kalau begitu masalahnya, aku juga tidak begitu paham dunia berpelakoran karena aku kan belum menikah," seloroh Rio."Duh, bantu mikir dong," ucap Cahya.Dia sengaja meminta Rio untuk bertemu di sebuah cafe dan menceritakan semua keresahan hatinya pada Rio."Kamu pasang kamera CCTV di setiap sudut rumah termasuk kamar ARTmu itu. Siapa tahu, suamimu sering datang malam-malam ke sana," ucap Rio memanas-manasi."Jangan bikin aku tambah takut deh."Meski yang dikatakan Rio itu memang besar kemungkinan terjadi namun cahaya seperti takut untuk mengetahui kebenaran."Kok takut? Itu malah bagus dong bisa dijadikan senjata buat mengusir gudik suamimu itu.""Gundi
Semua sudah beres, kamera CCTV sudah terpasang dan Cahya juga menunggu suami dan ART nya pulang."Mas, Cahya lagi gak di rumah. semalam sayang ini di rumah Bude Ilyas di Kemang. Kemungkinan pulangnya lusa, Mas masih lama nggak pulangnya?" tanya Cahya."Yah, padahal Mas niatnya pulang hari ini. Tapi ya nggak apa deh. Silvi dah balik mudik belum?""Kayaknya belum. Kemarin sih, dia bilang hari ini.""Oh, baiklah. Mas akan usahakan pulang secepatnya. Kamu juga, jangan lama-lama di sana. Mas besok mulai kerja lagi. Dah lama minta cutinya.""Ok," jawab Cahya singkat. Semua rencananya tidak boleh ada yang gagal. Ia harus memastikan kalau suaminya pulang hari ini terlebih dahulu sebelum ia pulang dari rumah sahabatnya. Ia kemudian mengirim pesan pada Silvi dan menanyakan perihal kepulangannya kembali ke rumah."Sore, Bu. Tumben nelpon? Nggak kirim pesan kayak biasanya," tanya Silvia."Nggak. Kamu di mana, Sil?" tanya Cahya memastikan."Saya masih di kampung, Bu. Kenapa?""Oalah. Sayang sekal
"Kita grebek sekarang?" tanya Mentari semangat.Cahya tersenyum. "Nggak usah. Tunggu saja tanggal mainnya. Harus ada bukti yang kuat untuk memberikan efek jera pada kedua manusia yang tidak tahu dosa itu," ucap Cahya. meski dalam hatinya begitu geram namun ia tidak bisa berbuat banyak jika bukti yang ia dapatkan hanya satu atau dua. Dia akan mencari bukti yang lebih kuat agar Hardian mau mengakui semuanya."Tapi ini sudah kebangetan loh, Ya. Memangnya kamu nggak marah apa?" tanya Mentari."Wanita mana yang dimadu tidak marah? Tapi percuma saja jika memang keduanya sudah terlanjur menikah. Kita hanya butuh waktu dan situasi yang tepat untuk membuat kedua orang itu mati kutu dengan apa yang kita lakukan. Tidak ada pembalasan yang sangat menyakitkan selain ditinggal orang terkasih," ucap Cahya."Maksudnya? Lo bakal bunuh Hardian?"Pletak!Cahya memukul kening sahabatnya lirih. "Aw! Kok dijitak?" protes Cahya."Kagak lah! Emangnya aku ini pembunuh apa? Tampang kalem dan baik ini masa mela
"Rio kali ini kamu harus membantuku lagi," ucap Cahya saat menelpon Rio di jam istirahat nya."Apalagi yang harus aku lakukan?" tanya Rio semangat."Bolehkah kamu berikan video ini kepada atasanmu, atau enggak kamu kirimkan saja nomor atasanmu padaku. Aku ingin melihat respon bosmu ketika melihat karyawannya melakukan hal ini," ucap Cahya sambil menjalankan rencananya untuk membuat suaminya dipecat dari perusahaan tempat bekerja."Video apa lagi sih? Bikin aku jadi tambah penasaran. Eh, yang kemarin itu ada lanjutannya nggak?" tanya Rio terlihat antusias menangani masalah Cahya dengan Hardian.Kemarin Cahya sempat mengirimkan sebuah video singkat di mana Hardian pulang bekerja dan langsung memeluk Silvi di saat dirinya tidak berada di rumah namun video itu hanya berdurasi 3 menit dan membuat Rio semakin penasaran."Kalau video itu masih belum bisa meyakinkan, Rio. Tapi, kalau yang ini sudah pasti meyakinkan Dan kamu kirimkan saja nomor bosmu itu kepadaku, karena aku tidak ingin kamu t