Keduanya keluar dari pasar setelah membeli aneka sayur dan bumbu dapur. Marta juga membeli bahan makanan lain agar sekalian dibuat stok satu minggunya.Martha melihat Cahya yang sedang menunggu seseorang di depan sebuah toko yang tutup bersama dengan wanita kuno di sebelahnya. Setelah semua belanjaan masuk ke dalam mobil taksi yang dipesan, Marta dan Silvia yang tadinya hendak menghampiri Cahya untuk memberikan pelajaran justru melihat Cahya yang sedang dijemput oleh lelaki tampan dan rapi, dengan senyum yang menawan.Sempat kaget namun Martha dan Silvia tidak urung untuk mendekati Cahya dan ingin membuatnya malu."Kan kan, Bu. Ternyata Cahya ini kerjaannya sebagai wanita simpanan bos bos kaya. Hahaha, pantes aja gayaknya sok-sokan belanja jutaan. Kerjaannya haram begitu," sindir Silvia.Arfan mengerutkan keningnya bingung melihat Silvia dan juga Marta yang tiba-tiba datang dan berbicara asal kepada Cahya."Anda siapa?" tanya Arfan tak suka."Pak Arfan, udah nggak usah diladenin. Mere
"Kamu kenal orang tadi, Ya?" tanya Arfan yang penasaran dengan dua wanita yang ditemuinya di pasar dan membuat keributan dengan Cahya."Gak terlalu dan gak penting. Nggak usah dibahas, A," ucap Cahya."Sepertinya ada dendam tersendiri antara kamu dan mereka. Kenapa?""Bukan aku, tapi mereka. Kalau aku mah, santai. Semua orang tidak ada yang aku anggap musuh. Kalau mereka membenci aku, itu tandanya hati mereka yang bermasalah."Bibi yang menemani Cahya hanya menyimak. Di umurnya yang tidak lagi muda, mendengarkan masalah seperti itu sepertinya sudah sangat tidak menarik."Jadi kepo sama mereka. Kek nggak suka banget sama kamu."Cahya hanya tersenyum simpul dan tidak menjawab. Dia enggan mengorek luka lama dan enggan pula membicarakan hal itu pada sembarang orang.Mereka udah sampai di rumah Hasbi. Cahya tadi dimintai untuk berbelanja oleh Ratri untuk keperluan dapur. Karena Cahya memang pandai dan tahu di mana mendapat langganan sayur yang segar dan bagus. "Sudah, Bu."Cahya melapor
Ke mana ya? Ke taman," jawab Naura antusias."Ke taman? Baiklah. Tanya sama Papa, boleh atau tidak Kita pergi ke taman berdua," ucap Cahya."Oke."Naura turun dari pangkuan Cahya dan mendekat ke arah Hasbi yang pura-pura sibuk dengan file di depannya."Pa, Nau ke taman boleh? Please, Naura hanya sebentar saja kok. Janji nggak lama-lama. Ya?" rengek Naura."Taman samping kantor saja ya? Nanti kalau Papa sudah selesai Papa nyusul," jawab Hasbi."Ye ... ayo, Ma. Papa bolehin Kita pergi berdua. Nanti main ayunan di sana ya, Ma.""Siap!"Cahya langsung beranjak dan membawa Naura tanpa meminta izin ulang kepada Hasbi, membuat Hasbi rasa jik Cahya sedang tidak baik-baik saja.***Cahya kini berada di taman sekitar kantor. Ia dan Naura bermain dan tak sengaja menangkap netra, melihat Hardian yang sedang berdiri di depan mobilnya. Cahya yakin, mobil Hardian sedang mengalami masalah. Namun, ia enggan bertanya dan memang sudah enggan berurusan dengan Hardian."Sial! Mana ini udah siang lagi. Bis
"Papa," teriak Naura saat melihat Hasbi datang ke rumah sakit. Hasbi langsung menggendong Naura dan membawanya mendekat ke arah Cahya."Kamu bikin aku panik. Kenapa bisa sampai pingsan?" tanya Hasbi datar."Hanya pingsan, bukan mati, Pak," jawab Cahya singkat. Jujur, ia tak suka jika kondisi hati sedang buruk, tapi ia dimaki-maki. Lebih tepatnya, diinterogasi yang dia sendiri tidak suka mendengarnya."Saya hanya tanya. Lain kali, jaga kesehatan. Jika kamu saja tidak bisa menjaga kesehatanmu sendiri, bagaimana kamu bisa menjaga anak saya, hm?" "Bapak tenang saja. Bahkan aku sudah rela mati untuk menjaga anak Bapak ini. Jadi, ketakutan Bapak akan kesehatan saya ini tidak ada landasan karena sejatinya saya akan tetap baik-baik saja meskipun dalam keadaan sakit," ucap Cahya.Hasbi merasa jika wanita di depannya ini sedang marah kepadanya. Namun, ia memang mempunyai sikap gengsi yang cukup besar dan enggan untuk mengakui kesalahannya."Pah, kata Om baik tadi Mama butuh istirahat. Jadi,
"Mau ....""Di ponsel ayah juga bisa download game belajar ngaji. Mau Mama bantu download?""Iya, Ma. Bisa?""Mama coba ya?"Wajah Naura amat senang. Ia kemudian memberikan ponsel Hasbi dan membukanya. Saat baru membuka, terlihat foto profil ibu kandung Naura. Cantik dan sekilas memang mirip Naura, tapi hanya hidung dan bibirnya saja. Lainnya, sangat mirip dengan Hasbi.Ternyata ponsel Hasbi tidak dikunci layar. Ia langsung membuka playstore dan mendownload aplikasi mengaji untuk Naura."Mau yang mana?" tanya Cahya menawarkannya pada Naura."Ini. Yang ada gambar buahnya. Kok ngaji malah ada mainan gambar buah, Ma?""Itu hanya biar Naura gak bosen kalau lagi belajar mengaji di ponsel. Kalau nanti mama sudah sembuh, Mama kasih hadiah Iqro buat belajar kamu.""Yee ..."Naura tampak senang mendengar Cahya memberikan dan menunjukkan bagaimana cara membaca huruf hijaiyah. Ia sangat tidak sabar menunggu cahaya sembuh agar bisa mendapatkan hadiah itu."Ma, Naura ngantuk.""Mau tidur?" "Boleh
Ancaman"Kenapa?" tanya Hasbi saat Deni menelponnya."Gawat, Pak.""Gawat?""Perusahaan cabang di Bogor, dibakar. Entah siapa pelakunya, ini seperti sebuah kesengajaan," lapor Deni."Cek CCTV," perintah Hasbi kalap."Tidak bisa. CCTV semuanya dihancurkan. Sepertinya ini adalah sebuah kesengajaan. Kita selesaikan sekarang, Pak?""Ya. Kamu ke sana dulu. Nanti saya menyusul.""Baik, Pak."Hasbi nampak berpikir keras, ancaman saingan bisnis lumayan berat karena dia yang merupakan pebisnis baru mampu menyaingi saingan bisnis yang lain.Hasbi kembali ke ruang inap Cahya, menatap wanita yang sedang lelap bersama anaknya itu lekat. Ia tak mungkin membangunkannya untuk pamit pergi kali ini. Ia menelpon Arfan, dan memintanya untuk datang ke rumah sakit menemani Cahya selama dirinya tidak ada di sana.***"A."Cahya terbangun. Saat ia membuka mata, ia melihat Arfan yang sedang duduk di sofa ruangannya."Sudah bangun? Nyenyak banget tidurnya, sampai aku masuk nggak kedengeran ,ya?" tanya Arfan te
36Pergi Saja"Cahya, Ibu senang kamu sangat bisa diandalkan untuk mengasuh Naura. Bahkan, sangat jarang seorang wanita bisa sangat dekat dengan cucuku yang introvert itu. Namun, saya tidak senang kamu dekat-dekat dengan anak saya. Baik Hasbi, maupun Arfan. Saya harap kamu bisa bekerja secara profesional, jika kamu tidak bisa melakukannya, baik kamu meminta mundur dari pekerjaan ini. Saya tidak ingin memecat kamu karena pastinya anak-anak akan menyalakan saya atas perbuatan itu. Maka dari itu, Saya hanya bisa menegaskan hal itu dan saya harap kamu cukup mengerti dengan maksud yang saya lontarkan tadi," ucap Ratri."Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Saya bekerja secara profesional. Bahkan, pekerjaan yang bukan tanggung jawab saya, pun saya lakukan. itu semua bukan keinginan saya, tetapi anak-anak ibu yang meminta. Saya akan mencoba menjaga jarak, namun jika nanti saya tidak sanggup pasti saya sudah mengundurkan diri."Meski banyak pertanyaan yang Cahya ingin tanyakan, tetapi ia meras
37Jangan Ganggu DuluSetelah mengirim pesan pada Arfan tentang alamat laundry yang selama ini menjadi tempat usaha Cahya, Hasbi dibuat kaget dengan pesan dari nomer Cahya. Pesan Cahya yang sudah dikirim siang tadi, baru ia buka karena tertimbun pesan yang lain.'Pak Hasbi yang terhormat, terima kasih atas segala waktunya dan kesempatan buat saya bekerja di tempat Bapak. Namun, sehubungan kondisi saya yang tidak fit, saya memutuskan untuk resign dan mengundurkan diri sebagai baby sitter Naura. Maaf jika terkesan tidak sopan, tetapi saya benar-benar tidak bisa lagi bekerja di tempat Bapak. Bapak cukup baik memperlakukan saya dan saya juga sangat terbantu dengan gaji yang Bapak berikan selama beberapa bulan ini. Mohon untuk tidak menjadi masalah serius, saya mohon pamit. Untuk gaji bulan ini, tidak usah dibayarkan. Anggap sebagai rasa terimakasih saya karena sudah pernah numpang hidup di keluarga Bapak.'Hasbi begitu kaget. Pesan yang Cahya kirimkan, langsung membuat otaknya buntu. Acar