"Kamu kenal orang tadi, Ya?" tanya Arfan yang penasaran dengan dua wanita yang ditemuinya di pasar dan membuat keributan dengan Cahya."Gak terlalu dan gak penting. Nggak usah dibahas, A," ucap Cahya."Sepertinya ada dendam tersendiri antara kamu dan mereka. Kenapa?""Bukan aku, tapi mereka. Kalau aku mah, santai. Semua orang tidak ada yang aku anggap musuh. Kalau mereka membenci aku, itu tandanya hati mereka yang bermasalah."Bibi yang menemani Cahya hanya menyimak. Di umurnya yang tidak lagi muda, mendengarkan masalah seperti itu sepertinya sudah sangat tidak menarik."Jadi kepo sama mereka. Kek nggak suka banget sama kamu."Cahya hanya tersenyum simpul dan tidak menjawab. Dia enggan mengorek luka lama dan enggan pula membicarakan hal itu pada sembarang orang.Mereka udah sampai di rumah Hasbi. Cahya tadi dimintai untuk berbelanja oleh Ratri untuk keperluan dapur. Karena Cahya memang pandai dan tahu di mana mendapat langganan sayur yang segar dan bagus. "Sudah, Bu."Cahya melapor
Ke mana ya? Ke taman," jawab Naura antusias."Ke taman? Baiklah. Tanya sama Papa, boleh atau tidak Kita pergi ke taman berdua," ucap Cahya."Oke."Naura turun dari pangkuan Cahya dan mendekat ke arah Hasbi yang pura-pura sibuk dengan file di depannya."Pa, Nau ke taman boleh? Please, Naura hanya sebentar saja kok. Janji nggak lama-lama. Ya?" rengek Naura."Taman samping kantor saja ya? Nanti kalau Papa sudah selesai Papa nyusul," jawab Hasbi."Ye ... ayo, Ma. Papa bolehin Kita pergi berdua. Nanti main ayunan di sana ya, Ma.""Siap!"Cahya langsung beranjak dan membawa Naura tanpa meminta izin ulang kepada Hasbi, membuat Hasbi rasa jik Cahya sedang tidak baik-baik saja.***Cahya kini berada di taman sekitar kantor. Ia dan Naura bermain dan tak sengaja menangkap netra, melihat Hardian yang sedang berdiri di depan mobilnya. Cahya yakin, mobil Hardian sedang mengalami masalah. Namun, ia enggan bertanya dan memang sudah enggan berurusan dengan Hardian."Sial! Mana ini udah siang lagi. Bis
"Papa," teriak Naura saat melihat Hasbi datang ke rumah sakit. Hasbi langsung menggendong Naura dan membawanya mendekat ke arah Cahya."Kamu bikin aku panik. Kenapa bisa sampai pingsan?" tanya Hasbi datar."Hanya pingsan, bukan mati, Pak," jawab Cahya singkat. Jujur, ia tak suka jika kondisi hati sedang buruk, tapi ia dimaki-maki. Lebih tepatnya, diinterogasi yang dia sendiri tidak suka mendengarnya."Saya hanya tanya. Lain kali, jaga kesehatan. Jika kamu saja tidak bisa menjaga kesehatanmu sendiri, bagaimana kamu bisa menjaga anak saya, hm?" "Bapak tenang saja. Bahkan aku sudah rela mati untuk menjaga anak Bapak ini. Jadi, ketakutan Bapak akan kesehatan saya ini tidak ada landasan karena sejatinya saya akan tetap baik-baik saja meskipun dalam keadaan sakit," ucap Cahya.Hasbi merasa jika wanita di depannya ini sedang marah kepadanya. Namun, ia memang mempunyai sikap gengsi yang cukup besar dan enggan untuk mengakui kesalahannya."Pah, kata Om baik tadi Mama butuh istirahat. Jadi,
"Mau ....""Di ponsel ayah juga bisa download game belajar ngaji. Mau Mama bantu download?""Iya, Ma. Bisa?""Mama coba ya?"Wajah Naura amat senang. Ia kemudian memberikan ponsel Hasbi dan membukanya. Saat baru membuka, terlihat foto profil ibu kandung Naura. Cantik dan sekilas memang mirip Naura, tapi hanya hidung dan bibirnya saja. Lainnya, sangat mirip dengan Hasbi.Ternyata ponsel Hasbi tidak dikunci layar. Ia langsung membuka playstore dan mendownload aplikasi mengaji untuk Naura."Mau yang mana?" tanya Cahya menawarkannya pada Naura."Ini. Yang ada gambar buahnya. Kok ngaji malah ada mainan gambar buah, Ma?""Itu hanya biar Naura gak bosen kalau lagi belajar mengaji di ponsel. Kalau nanti mama sudah sembuh, Mama kasih hadiah Iqro buat belajar kamu.""Yee ..."Naura tampak senang mendengar Cahya memberikan dan menunjukkan bagaimana cara membaca huruf hijaiyah. Ia sangat tidak sabar menunggu cahaya sembuh agar bisa mendapatkan hadiah itu."Ma, Naura ngantuk.""Mau tidur?" "Boleh
Ancaman"Kenapa?" tanya Hasbi saat Deni menelponnya."Gawat, Pak.""Gawat?""Perusahaan cabang di Bogor, dibakar. Entah siapa pelakunya, ini seperti sebuah kesengajaan," lapor Deni."Cek CCTV," perintah Hasbi kalap."Tidak bisa. CCTV semuanya dihancurkan. Sepertinya ini adalah sebuah kesengajaan. Kita selesaikan sekarang, Pak?""Ya. Kamu ke sana dulu. Nanti saya menyusul.""Baik, Pak."Hasbi nampak berpikir keras, ancaman saingan bisnis lumayan berat karena dia yang merupakan pebisnis baru mampu menyaingi saingan bisnis yang lain.Hasbi kembali ke ruang inap Cahya, menatap wanita yang sedang lelap bersama anaknya itu lekat. Ia tak mungkin membangunkannya untuk pamit pergi kali ini. Ia menelpon Arfan, dan memintanya untuk datang ke rumah sakit menemani Cahya selama dirinya tidak ada di sana.***"A."Cahya terbangun. Saat ia membuka mata, ia melihat Arfan yang sedang duduk di sofa ruangannya."Sudah bangun? Nyenyak banget tidurnya, sampai aku masuk nggak kedengeran ,ya?" tanya Arfan te
36Pergi Saja"Cahya, Ibu senang kamu sangat bisa diandalkan untuk mengasuh Naura. Bahkan, sangat jarang seorang wanita bisa sangat dekat dengan cucuku yang introvert itu. Namun, saya tidak senang kamu dekat-dekat dengan anak saya. Baik Hasbi, maupun Arfan. Saya harap kamu bisa bekerja secara profesional, jika kamu tidak bisa melakukannya, baik kamu meminta mundur dari pekerjaan ini. Saya tidak ingin memecat kamu karena pastinya anak-anak akan menyalakan saya atas perbuatan itu. Maka dari itu, Saya hanya bisa menegaskan hal itu dan saya harap kamu cukup mengerti dengan maksud yang saya lontarkan tadi," ucap Ratri."Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Saya bekerja secara profesional. Bahkan, pekerjaan yang bukan tanggung jawab saya, pun saya lakukan. itu semua bukan keinginan saya, tetapi anak-anak ibu yang meminta. Saya akan mencoba menjaga jarak, namun jika nanti saya tidak sanggup pasti saya sudah mengundurkan diri."Meski banyak pertanyaan yang Cahya ingin tanyakan, tetapi ia meras
37Jangan Ganggu DuluSetelah mengirim pesan pada Arfan tentang alamat laundry yang selama ini menjadi tempat usaha Cahya, Hasbi dibuat kaget dengan pesan dari nomer Cahya. Pesan Cahya yang sudah dikirim siang tadi, baru ia buka karena tertimbun pesan yang lain.'Pak Hasbi yang terhormat, terima kasih atas segala waktunya dan kesempatan buat saya bekerja di tempat Bapak. Namun, sehubungan kondisi saya yang tidak fit, saya memutuskan untuk resign dan mengundurkan diri sebagai baby sitter Naura. Maaf jika terkesan tidak sopan, tetapi saya benar-benar tidak bisa lagi bekerja di tempat Bapak. Bapak cukup baik memperlakukan saya dan saya juga sangat terbantu dengan gaji yang Bapak berikan selama beberapa bulan ini. Mohon untuk tidak menjadi masalah serius, saya mohon pamit. Untuk gaji bulan ini, tidak usah dibayarkan. Anggap sebagai rasa terimakasih saya karena sudah pernah numpang hidup di keluarga Bapak.'Hasbi begitu kaget. Pesan yang Cahya kirimkan, langsung membuat otaknya buntu. Acar
Cahya menghidupkan ponselnya. Ia ingin melihat, berapa banyak pesan yang masuk setelah izin kepergiannya itu pada Hasbi.Ada 20 panggilan dari Arfan dan 6 pesan darinya. Serta 40 panggilan dari Hasbi dan 2 pesan darinya. Hasbi : "Saya tidak mengizinkan kamu keluar, Cahya. Jika gajimu kurang, katakan saja! Berapapun itu, saya bayar asal anak saya bisa bahagia dalam pengasuhanmu.""Saya tidak tahu apakah kamu sengaja pergi karena kenakalan Naura. Tapi yang saya sayangkan, kamu sama sekali tidak ada i'tikad baik membicarakan apa masalahmu meminta keluar dari pekerjaan ini."Arfan :"Cahya, dimana?""Cahya, Aa jemput di tempat laundry ya?""Kok kamu nggak ada di sana? Katakan di mana. Naura mencarimu.""Naura mencarimu, Ya. Aa bingung.""Apa ada masalah hingga kamu memutuskan pergi, Ya? Apakah kedekatan kita ini membuatmu tidak nyaman?""Bukanya kamu janji membantuku mengembangkan bisnis restoranku? Kabari Aa jika kamu sudah siap bertemu. Jangan datang, lalu pergi tanpa kabar. Ibarat mi
Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.
“Aku tahu kamu datang ke mari karena di suruh oleh Kak Hasbi, kan? Maafkan Aku karena malah membuatmu repot-repot menjenguk. Tapi, kalau boleh jujur aku memang sangat mengharapkan kedatanganmu, Ya.”“Untuk apa?” tanya Cahya cepat.“Untuk mengungkapkan perasaan aku ini. Aku mencintai kamu, Ya. Cinta sejak pertama memandang kamu.”Pengakuan Arfan sontak membuat Cahya mendongakkan kepala, menatap dengan kening mengernyit. Apa-apaan ini? Batinnya. Meski ia sering mendengar Arfan mengatakan hal ini, namun ia merasa berbeda dengan saat Arfan mengatakannya sekarang. Ia menyusuri lewat tatapan mata, berharap menemukan kebohongan. Namun, ia tidak berhasil menemukan itu, semua yang ia lihat adalah nyata. Mata sayu Arfan memancarkan sesuatu yang sangat kuat. “Cahya mungkin bagimu aku terlalu pengecut sebagai lelaki, hingga untuk menyatakan cinta pun harus menunggu kamu yang datang. Tapi, yang perlu kamu ketahui. Cinta Aa benar-benar tulus, aku tidak ingin menyesal dan mati sebelum mengungkapkan
Kedatangan Hasbi semata bertujuan untuk memberitahukan keadaan Arfan kepada Cahya. Setelah sesaat memberi waktu untuk putrinya bercengkerama dengan Cahya, ia pamit pulang. Sebelum pergi sekali lagi Hasbi meminta untuk Cahya sudi meluangkan waktu menjenguk Arfan. Setelah kepergian Hasbi kini Cahya duduk seorang diri di depan kios. Otaknya berfikir keras, ia bingung harus datang ke rumah sakit atau tidak? Selema ini ia sengaja menghindar dari keluarga Hasbi sebab tidak ingin dianggap biang masalah, usahanya pergi dan melupakan kedua pria itu berhasil dan pernyataan cinta Arfan yang diwakili oleh Hasbi barusan malah membuatnya bingung.Benarkah Arfan menyimpan rasa itu? Benarkah ia sakit sebab cintanya padaku tidak mendapat restu? Benarkah seorang Arfan jatuh cinta pada Cahya? Tanya Cahya dalam hati pada dirinya sendiri. Kemudian bibirnya melengkung, tersenyum. Jangan ke-PD-an Cahya, bisa saja ini hanya sandiara dan pemanis bibir mereka. Ingat siapa kamu! Bercerminlah sebelum memimpikan
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki