Ancaman"Kenapa?" tanya Hasbi saat Deni menelponnya."Gawat, Pak.""Gawat?""Perusahaan cabang di Bogor, dibakar. Entah siapa pelakunya, ini seperti sebuah kesengajaan," lapor Deni."Cek CCTV," perintah Hasbi kalap."Tidak bisa. CCTV semuanya dihancurkan. Sepertinya ini adalah sebuah kesengajaan. Kita selesaikan sekarang, Pak?""Ya. Kamu ke sana dulu. Nanti saya menyusul.""Baik, Pak."Hasbi nampak berpikir keras, ancaman saingan bisnis lumayan berat karena dia yang merupakan pebisnis baru mampu menyaingi saingan bisnis yang lain.Hasbi kembali ke ruang inap Cahya, menatap wanita yang sedang lelap bersama anaknya itu lekat. Ia tak mungkin membangunkannya untuk pamit pergi kali ini. Ia menelpon Arfan, dan memintanya untuk datang ke rumah sakit menemani Cahya selama dirinya tidak ada di sana.***"A."Cahya terbangun. Saat ia membuka mata, ia melihat Arfan yang sedang duduk di sofa ruangannya."Sudah bangun? Nyenyak banget tidurnya, sampai aku masuk nggak kedengeran ,ya?" tanya Arfan te
36Pergi Saja"Cahya, Ibu senang kamu sangat bisa diandalkan untuk mengasuh Naura. Bahkan, sangat jarang seorang wanita bisa sangat dekat dengan cucuku yang introvert itu. Namun, saya tidak senang kamu dekat-dekat dengan anak saya. Baik Hasbi, maupun Arfan. Saya harap kamu bisa bekerja secara profesional, jika kamu tidak bisa melakukannya, baik kamu meminta mundur dari pekerjaan ini. Saya tidak ingin memecat kamu karena pastinya anak-anak akan menyalakan saya atas perbuatan itu. Maka dari itu, Saya hanya bisa menegaskan hal itu dan saya harap kamu cukup mengerti dengan maksud yang saya lontarkan tadi," ucap Ratri."Kenapa Ibu berbicara seperti itu? Saya bekerja secara profesional. Bahkan, pekerjaan yang bukan tanggung jawab saya, pun saya lakukan. itu semua bukan keinginan saya, tetapi anak-anak ibu yang meminta. Saya akan mencoba menjaga jarak, namun jika nanti saya tidak sanggup pasti saya sudah mengundurkan diri."Meski banyak pertanyaan yang Cahya ingin tanyakan, tetapi ia meras
37Jangan Ganggu DuluSetelah mengirim pesan pada Arfan tentang alamat laundry yang selama ini menjadi tempat usaha Cahya, Hasbi dibuat kaget dengan pesan dari nomer Cahya. Pesan Cahya yang sudah dikirim siang tadi, baru ia buka karena tertimbun pesan yang lain.'Pak Hasbi yang terhormat, terima kasih atas segala waktunya dan kesempatan buat saya bekerja di tempat Bapak. Namun, sehubungan kondisi saya yang tidak fit, saya memutuskan untuk resign dan mengundurkan diri sebagai baby sitter Naura. Maaf jika terkesan tidak sopan, tetapi saya benar-benar tidak bisa lagi bekerja di tempat Bapak. Bapak cukup baik memperlakukan saya dan saya juga sangat terbantu dengan gaji yang Bapak berikan selama beberapa bulan ini. Mohon untuk tidak menjadi masalah serius, saya mohon pamit. Untuk gaji bulan ini, tidak usah dibayarkan. Anggap sebagai rasa terimakasih saya karena sudah pernah numpang hidup di keluarga Bapak.'Hasbi begitu kaget. Pesan yang Cahya kirimkan, langsung membuat otaknya buntu. Acar
Cahya menghidupkan ponselnya. Ia ingin melihat, berapa banyak pesan yang masuk setelah izin kepergiannya itu pada Hasbi.Ada 20 panggilan dari Arfan dan 6 pesan darinya. Serta 40 panggilan dari Hasbi dan 2 pesan darinya. Hasbi : "Saya tidak mengizinkan kamu keluar, Cahya. Jika gajimu kurang, katakan saja! Berapapun itu, saya bayar asal anak saya bisa bahagia dalam pengasuhanmu.""Saya tidak tahu apakah kamu sengaja pergi karena kenakalan Naura. Tapi yang saya sayangkan, kamu sama sekali tidak ada i'tikad baik membicarakan apa masalahmu meminta keluar dari pekerjaan ini."Arfan :"Cahya, dimana?""Cahya, Aa jemput di tempat laundry ya?""Kok kamu nggak ada di sana? Katakan di mana. Naura mencarimu.""Naura mencarimu, Ya. Aa bingung.""Apa ada masalah hingga kamu memutuskan pergi, Ya? Apakah kedekatan kita ini membuatmu tidak nyaman?""Bukanya kamu janji membantuku mengembangkan bisnis restoranku? Kabari Aa jika kamu sudah siap bertemu. Jangan datang, lalu pergi tanpa kabar. Ibarat mi
38Bertemu Dia"Ya," panggilan Tania membuat Cahya yang dari tadi merasa bingung dan selingkuhkan mencari keberadaan sahabat itu. "Cariin gue ya?""Ya. Kamu di WA nggak balas," sahut Cahya."Sorry, lagi siapin bahan di dalam. Yuk, masuk!"Cahya ikut masuk ke dalam universitas yang Tania maksud. Ya, Tania bekerja di sini. Lebih tepatnya, dia dosen di universitas ini. Tania cukup pandai, hingga saat SMP dia lompat kelas dan kini bisa menjadi dosen di usia yang hampir sama dengan Cahya."Tan, gue malu. Isinya anak muda semua," lirih Cahya."Kalau isinya aki-aki semua, namanya panti jompo, Cahya," ledek Tania.Cahya tersenyum kecut lalu duduk di meja tamu yang sudah disiapkan."Ini gue ngapain di sini?""Bantu gue buat jadi pembicara mengenai metode bisnis. Kamu bukak loundry yang di Mangga besar, bukan?""Kok tahu?""Tahu dong. Gue gitu loh.""Tahu dari siapa?""Ada deh. Pokoknya, nanti kamu cerita sama semua orang mengenai bisnis kecil-kecilan itu ya. Nanti akan banyak juga tamu yang la
39Ular Bertemu Naga"Bisa ambil cuti satu minggu, Yang? Istriku menelpon minta liburan," ucap Hardian."Satu minggu? Nggak bisa. Aku lebih membutuhkan kamu daripada dia. Lagian, ga ada hal buat dia minta liburan. Bahkan selama ini aku selalu memberikan apa yang dia mau. Lalu, mau minta waktu kamu juga? Gak!" sentak Shirya."Tapi aku ingin pulang. Please …"Shirya terdiam. Membiarkan Hardian di tempat kerja bersamanya setiap hari pastinya membuat Hardian bosan. Namun, berasa di samping Hardian membuat candu baginya dan perasaan tak rela berbagi kini mulai menghinggapi."Aku ikut," pungkas Shirya."Yang benar saja, mana mungkin aku mengajakmu ke rumah? Pastilah akan terjadi peperangan di rumah. Ayolah, Sayang. Aku hanya sebentar," bujuk Hardian."No! Kalau kamu nggak mau ajak aku, aku nggak izinkan kamu pergi. Bagaimana?"Hardian menggeram dalam hati. Perasaan jenuh dan bosan degan pekerjaannya ini, membuat ia ingin sekali menyudahi semuanya. Namun, jika berhenti sampai waktu yang dis
Shrya dan Hardian turun dari mobil. Silvia kaget melihat Hardian yang pulang bersama seorang wanita."Assalamualaikum," salam Hardian sambil tersenyum."Waalaikumsalam. Mas? Dia siapa?" tanya Silvia kaget."Perkenalkan, saya Shrya."Shrya mengulurkan tangannya namun Silvia acuh dan menatap suaminya tajam. Shrya kembali menarik tangannya dan menahan kesal dengan sikap diam dan tatapan tajam pada Hardian juga membuat Hardian bingung menghadapi dua wanitanya itu."Silvia, dia karyawan yang diminta kantor mewakili sidak rumah. Yok, masuk dulu. Kita berbicara di dalam," ajak Hardian.Silvia yang masih bingung memilih ikut masuk dan duduk di sofa. Bukannya membuatkan minum, ia justru menatap sengit pada Shrya. "Mas, jangan bercanda deh. Ini gak lucu!" seru Sivia."Kok melucu? Mas kan sudah bilang, Mas sibuk dan ada pekerjaan yang tidak bisa Mas tinggalkan. Shrya ini, perwakilan dari kantor yang bos sengaja kirimkan datang ke sini. Ayolah," bujuk Hardian. "Bikin minum, Sil," titah Hardian.
40One on One"Jangan tidur di kamar istrimu, ya? Aku tak berani tidur di kamar ini sendiri," lirih Shirya pada Hardian yang baru saja mengantarnya ke kamar. Meski ada Silvia yang tidak jauh dari sana, ia berusaha membuat Hardian tidak tunduk pada istrinya. Baginya, Hardian adalah miliknya dan tidak dapat diganggu oleh siapapun.Hardian hanya mengangguk pelan agar tidak terlihat oleh Silvia dan pergi meninggalkan kamar Shirya."Mas, kok kamu nggak bilang kalau yang mau dikirim bosmu itu wanita? Aku nggak suka," adu Silvia saat Hardian sudah sampai di kamar mereka."Nggak apa. Lagian, hanya sebuah formalitas saja. Siapa tahu setelah ini, Mas naik jabatan. Baik-baikin aja dia, dia karyawan kesayangan bos besar.""Tapi, Mas … aku nggak suka ada dia. Awas aja kalau sampai kamu kegoda sama dia. Ingat baby kita, Mas, kalau mau berbuat aneh-aneh.""Iya, sayang. Mas mau mandi, kamu siapin air hangat gih.""Mau Silvia bantuin mandi?" Dahi Hardian berkerut, namun sejurus kemudian dia paham den