Sampai di rumah sakit, Dokter langsung menangani Rani. Tidak berapa lama Rani sadar namun wajahnya masih terlihat pucat. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Adam khawatir. "Oh dia baik-baik saja. Selamat Bapak akan menjadi seorang Papa," ucap Dokter. "Apa? Rani hamil, Dok?" tanya Adam. "Betul, kehamilan di trisemester pertama memang begitu. Bahkan kadang ada yang lebih parah," jawab Dokter. Adam senang mendengar kehamilan Rani dia segera memberitahu Mama dan Papanya. "Mama sama Papa sebentar lagi akan punya cucu, Dokter bilang Rani hamil," ucap Adam. "Benarkah?" tanya Mama Adam. "Iya, Ma," jawab Adam. "Terima kasih Rani, kamu sudah membahawa kebahagiaan di keluarga kami," ucap Mama Adam memeluk Rani. Rani hanya tersenyum melihat keluarga Adam yang senang dengan kehamilannya. Tidak berapa lama, Aminah datang dengan supir Rani. "Jeng, kita akan punya cucu," kata Mama Adam. "Wah benarkah? Selamat ya untuk Adam dan R
Santo terus merengek meminta rujuk dengan Aminah. Dia bahkan bersimpuh di kaki Aminah. "Tolong maafkan aku!'' pinta Santo. "Tidak ada kata maaf. Aku tidak mau lagi rujuk dengan penghianat seperti kamu," ucap Aminah lantang. "Pergi kamu dari sini," bentak Aminah. Dia mendorong Santo dengan kasar. Namun, Santo tidak kunjung pergi. Aminah memilih masuk ke dalam kamar. Dia tidak mau berbicara dengan Santo lagi. "Aminah, jangan perlakukan aku seperti ini. Biar bagaimanapun aku adalah suami kamu. Kita belum berpisah," kata Santo. Hampir setengah jam di depan kamar Aminah. Namun, Aminah tak kunjung keluar. Santo tetap tinggal di rumah Rani demi membujuk Aminah. Hingga waktu makan siang, Aminah terkejut melihat Santo tidur di sofa. Dia tidak ada niatan untuk mengajak Santo makan siang. Bahkan dia enggan untuk membangunkan Santo. "Bik, kalau Santo minta makan suruh ambil sendiri. Jangan dilayani!" perintah Aminah. "Baik, Bu," jawab pambantu Rani. Se
Luna marah mendengar Shaka disalahkan. Dia bahkan mulai mengancam Aminah. "Shaka tidak bersalah," kata Luna. "Bu, sudah mendingan Ibu pulang,'' kata Angga. "Jangan buat Shaka ketakutan," cegah Angga. Aminah merasa geram atas perlakuan Angga. Dia meninggalkan Angga dan Luna. Semenjak itu Aminah memikirkan nasib Fatimah yang dimadu Angga. Dia tidak menyangka Aminah telah membuat Fatimah sedih. Fatimah sendiri semakin hari semakin dijauhi Shaka dan Angga. Padahal Fatimah berusaha untuk dekat dengan mereka. "Mas, jika Mas Angga sudah tidak percaya padaku, lebih baik Mas ceraikan saja aku." Fatimah sedih. "Aku sudah berkali-kali merasa sakit hati melihat kedekatan kalian. Bahkan Shaka sudah membenci aku. Kamu sendiri bilang tidak akan mencintai Luna lagi, nyatanya apa? Sekarang Mas lebih banyak menghabiskan waktu dengan dia dibandingkan aku dan Naura," lanjut Fatimah. "Ingat, Mas! Naura juga anak kamu, jangan sampai kamu anak tirikan. Kamu dan Shaka boleh membe
Memilih Luna atau Fatimah adalah hal yang Angga hindari. Pasalnya dia masih mencintai Fatimah. Namun, Luna juga sedang hamil. Jadi Angga tidak bisa memutuskan semuanya. "Aku tidak bisa memilih," jawab Angga. "Apa kamu sudah mencintai dia?'' tanya Fatimah. "Tidak, hanya saja dia sedang hamil," jawab Angga. "Aku tidak mungkin menceraikan dia yang tengah mengandung anakku," ucap Angga. "Terserah," ucap Fatimah meletakkan makanan begitu saja diatas meja lalu pulang. Luna tersenyum puas melihat Fatimah cemburu. Dia merasa menang karena Angga tidak mau menceraikan Luna. "Jangan senang dulu, setelah anak ini lahir kamu masih bisa aku ceraikan," kata Angga. "Mas, kamu jahat!" kata Luna. "Iya, aku jahat. Sama seperti kamu yang bisa meninggalkan Shaka di saat dia masih merah," bantah Angga. Luna terdiam, dia merasa bahwa Angga belum bisa memaafkan kesalahan dia.** Fatimah harus berbagi suami? Bukan hanya suami tetapi semua dari Angga harus dia bag
Sejak hamil Luna tidak lagi perhatian pada Shaka. Bahkan dia abaikan Shaka, Shaka lebih memilih Fatimah. "Mama Luna jahat, apa hamil emang begitu?" tanya Shaka. "Shaka nggak usah mikirin Mama Luna. Shaka fokus sekolah saja," kata Fatimah. "Iya, Ma," kata Shaka. Angga juga semakin kesal dengan Luna. Di selalu meminta ini itu pada Angga.** Amara sudah pulang, dia tinggal di apartemen. Dia tidak mau mengganggu Jaka dan Yunita. Sesekali dia ke rumah Yunita menemani keponakannya. "Mbak ada yang ngirim paket," kata resepsionis apartemen pada Amara. "Dari siapa?" tanya Amara. "Nggak tahu," jawab Resepsionis itu lalu Amara membawa paket itu ke kamar. Dia buka paket itu, ternyata isinya sebuah gaun yang sangat cantik.Buat AmaraAku ingin kamu datang malam ini pukul 19.17 di Restauran Y. "Siapa sih, tumben banget aku punya penggemar misterius?" tanya Amara sambil melihat gaun warna maroon itu. Amara memang penasaran tetapi dia enggan untuk
Semenjak kejadian itu banyak sekali Amara mendapatkan kiriman bunga atau makanan. Bahkan sehari bisa sampai dua kali. Amara bercerita pada Andi masalah kiriman itu. "Masa iya Mas Jaka yang ngirim?" tanya Andi. "Masalahnya Mas Jaka itu meragukan kamu. Sama seperti pengirim pesan itu, Ndi," bantah Amara. "Kalau kaya gini aku harus kasih tahu Kak Yunita," kata Amara. "Jangan dulu, kamu selidiki dulu nomor itu," kata Andi. "Apa benar itu nomor Mas Jaka atau justru orang lain yang melakukannya," kata Andi. "Aku tidak mau hubungan kamu dan Mbak Yunita menjadi kacau lagi," lanjut Andi. "Ada benarnya juga," kata Amara. Amara akan menyelidiki nomor tersebut. Amara tidak mau jika orang itu terus mengganggu Amara.** Hari ini Rani di rumah sendiri, Mama Adam sedang ada acara arisan sedangkan Siska mengantuk anaknya sekolah. "Bu, ada tamu," kata pembantu Rani. "Siapa, Mbak?" tanya Rani. "Namanya Pak Bimo," jawab Pembantu Rani. Rani segera ke ruan
Jaka mengikuti Yunita, dia tidak mau disalahkan atas masalah yang dia tidak tahu apapun. "Sayang, bukan aku pelakunya. Aku tidak tahu itu ponsel siapa," kata Jaka. "Mas, bukti sudah ada. Jangan mengelak, Mas. Kalau Mas masih mencintai Amara kenapa menikahi aku?" tanya Yunita marah. "Apa aku hanya pelampiasan mu saja?" tanya Yunita. "Sayang, aku tidak mencintai Amara. Pasti ada yang mengfitnahku," bantah Jaka. "Jangan terus mengelak, Mas. Kalau bukan kamu apa buktinya? Ponsel ini ada di kamar kamu, tapi kamu masih mengelak," kata Yunita. "Memang bukan aku yang punya ponsel itu," kata Jaka. "Sudahlah, Mas. Aku nggak percaya lagi sama kamu. Jangan ganggu Amara lagi kalau kamu masih ingin kita bersama," ancam Yunita. Jaka terlihat ketakutan dengan ancaman Yunita. Amara bingung, dia antara percaya dan tidak jika pelakunya adalah Jaka. Amara memilih pulang, dia tidak sanggup melihat Jaka dan Yunita terus bertengakar. Andi datang ke apartemen A
Yunita mendekati Jordi, dia langsung melayangkan tamparan untuk Jordi. Yunita tidak suka jika Jordi mengganggu dirinya. "Sekali lagi kamu mengganggu keluarga ku, aku tidak akan tinggal diam," ancam Yunita. "Jangan harap aku tidak sanggup untuk melawan kamu." ucap Yunita. "Dan kamu Sri, mulai sekarang kamu saya pecat," kata Yunita. "Bu, jangan pecat saya. Saya mohon maaf, Bu," ucap Sri. "Maaf tidak ada untuk seorang penghianat," kata Yunita lalu meninggalkan Sri dan Jordi. Yunita pulang dengan perasaan geram. Di kemas semua barang milik Sri, agar nanti setelah Sri pulang dia cepat pergi. "Bu, maafkan saya. Saya janji tidak akan mengkhianati Ibu lagi," kata Sri. "Tidak Sri, aku tidak mau kamu ada di sini lagi," kata Yunita. Amara dan Andi yang baru datang heran melihat Yunita mengusir Sri. "Ada apa, Mbak?" tanya Amara. "Ternyata pelakunya bukan Mas Jaka, Ra," jawab Yunita. "Lalu kenapa Mbak Yunita usir Sri?" tanya Amara. "Dia telah be