Berani berpoligami harus bisa adil, nyatanya Angga tidak bisa adil. Dia lebih memperhatikan Luna dibandingkan Fatimah. Angga berusaha untuk meyakinkan Fatimah jika dia mencintai Fatimah. Namun, usahanya sia-sia. Fatimah tetap bersikap dingin. "Aku sadar aku salah. Aku tidak akan melakukan itu lagi, Fatimah. Tolong jangan cuekin aku seperti ini," kata Angga. Fatimah tetap saja diam, Luna malah datang dan bersikap manja pada Angga di depan Fatimah. Fatimah merasa risi dan langsung pergi. Angga merasa tidak enak dengan Fatimah. Namun, dia tidak bisa menolak Luna. "Mas, ingat hidupku tidak lama lagi," kata Luna. "Sudahlah, apa mau kamu?" tanya Angga. "Iya, aku mau kamu mencintai aku," jawab Luna. Angga sedikit kesal, Luna tidak mempedulikan perasaan Fatimah yang sedang sakit hati dengan Angga.** Fatimah dan Naura pergi ke rumah Rani. Santo dan Aminah sudah resmi bercerai, jadi Fatimah ingin menemui Aminah. "Ibu sekarang tinggal di sini, ka
Sejak awal menikah Bimo tidak pernah memperlakukan Sinta dengan baik. Dia bahkan sering bersikap sinis pada Sinta. Bahkan saat di kamar berdua Bimo lebih sinis lagi. "Kei, rasanya aku nggak sanggup. Papa kamu cuek banget," kata Sinta. "Ma, Mama jangan menyerah. Ingat Mama adalah orang yang pantas mendampingi Papa. Mama yang sudah memberi kita kasih sayang," kata Keira. "Tapi melihat sikap Papa mu, aku jadi tidak bisa. Aku merasa tidak dihargai Papa kamu." Sinta pasrah dengan rumah tangganya. Keira lalu menyusul sang Papa, dia memarahi Bimo. "Pa, apa Papa tidak bisa menghargai Mama Sinta sedikitpun? Papa tidak pulang dia paling khawatir sama keadaan Papa. Tapi apa balasan Papa? Papa malah cuekin Mama," kata Keira. "Lalu apa mau kalian? Aku bersikap baik padanya? Sudah cukup aku menuruti apa mau kalian," bantah Bimo. "Salah siapa kalian paksa aku menikah dengan dia," lanjut Bimo. Sinta yang mendengar ucapan Bimo langsung menangis. Dia tidak diharapka
Ternyata Yunita menelfon Angga setelah dari rumah Angga. "Halo, Pak Angga. Saya tadi ke rumah Anda. Saya bertemu dua istri anda," kata Yunita. "Ada apa, Bu?" tanya Angga. "Mengantar undangan pernikahan adik saya. Sayangnya saya kecewa dengan istri kedua anda," jawab Yunita. "Memang dia bicara apa, Bu?" tanya Angga. "Dia menyinggung saya yang menikah dengan Mas Jaka yang mandul. Tolong peringatkan istri kedua anda," kata Yunita lalu menutup panggilannya. Yunita merupakan orang penting bagi perusahaan Angga. Dia tidak mau jika masalah ini akan menyangkut ke perusahaan. Angga langsung pulang dan menemui Luna. "Luna apa yang kamu lakukan pada Bu Yunita?" tanya Angga. "Tidak ada, Mas. Dia ngadu apa sama kamu?" tanya Balik Luna. "Masa iya jadi orang ngaduan," kata Luna. "Dia itu orang penting Luna, kalau kamu bikin masalah sama dia bisa saja perusahaan kita gulung tikar. Kamu sudah bikin aku malu," kata Angga. "Kamu harus meminta maaf sama dia
Bimo bukan membebaskan Keira tetapi menerima Keira di penjara. Sinta tidak habis pikir dengan jalan pikiran Bimo yang tega terhadap anaknya sendiri. "Mas, kenapa kamu tidak bebaskan Keira?" tanya Sinta. "Biarkan saja, biar dia jera," jawab Bimo. "Ayo kita pulang!" ajak Bimo. "Itupun kalau kamu masih mau menjadi istriku," kata Bimo. Sinta terpaksa pulang bersama Bimo. Dia akan berusaha untuk membebaskan Keira dengan caranya sendiri.** Setelah resmi bercerai Santo dan Aminah tidak lagi bertemu. Kali ini mereka menjalani hidup mereka masing-masing. Ternyata Santo bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Sementara Aminah numpang di rumah Rani dengan makan dan tidur gratis. "Bu, Bapak akan ke sini. Dia bilang akan bawa calon Ibu buat Rani dan Fatimah," kata Rani di telfon. "Benarkah? Fatimah dan Angga juga akan datang?" tanya Aminah. "Iya, Bu. Aku sudah menelfon Fatimah," jawab Rani. Aminah langsung gugup saat tahu Santo akan datang membawa pasan
Aminah harus memberikan jawaban agar Rani tidak curiga. "Oh itu, Ibu melakukan investasi," kata Aminah. "Investasi apa, Bu?" tanya Rani. "Kenapa sebanyak itu?" tanya Rani. "Nanti Ibu jelaskan, Ibu harus pergi untuk membeli baju pengantin," kata Aminah. Aminah dan Rido membeli cincin dan baju pengantin. Mereka akan menikah dua hari lagi. Tiga hari sebelum pernikahan Santo dan Siti. "Ini bagus sayang," kata Aminah. "Iya kamu pilih saja," kata Rido. "Oh ya keluarga kamu yang di luar kota beneran akan datang? Aku mau kita menikah diketahui keluarga kamu," kata Aminah. "Kamu tenang saja, mereka akan segera datang," ucap Rido meyakinkan Aminah. Sepulang dari membeli gaun pengantin, Di rumah Rani sudah ada Fatimah dan keluarga Adam. Mereka sedang mempersiapkan pernikahan Aminah. Acaranya tidak mewah hanya mengundang para tetangga saja. Namun, Rani justru tampak berbeda. "Mbak, kamu kenapa?" tanya Fatimah. "Apa Mbak Rani nggak suk
Semenjak ditipu Rido, Aminah tidak keluar rumah. Dia banyak dibicarakan para tetangga. Bahkan Aminah juga jarang ke rumah Adam. Rani sesekali menanyakan Aminah pada pembantunya. "Mbok, gimana keadaan Ibu?" tanya Rani . "Keadaannya masih sering murung dan bicara sendiri, Non. Terkadang juga marah-marah tidak tentu," jawab Pembantu Rani. "Aku rasa Ibu sudah depresi, Non. Memang tidak membahayakan orang lain tetapi dia kadang suka kencing di celana. Bila ditegur marah-marah," tutur Pembantu Rani. "Nanti saya diskusikan dengan Fatimah, Mbok. Lagi pula Bapak juga akan menikah, jadi kita fokus ke pernikahan Bapak dulu," ucap Rani lalu mengakhiri panggilannya. Pembantu Rani jarang sekali mendekati Aminah. Dia takut jika Aminah marah dan mengamuk. "Aku ditipu, wkwkwk." Aminah berbicara dan tertawa sendiri. "Aku gagal menikah, aku ditipu," ucap Aminah. Sesekali dia melihat keluar jendela. Aminah tersenyum sendiri di dalam kamar. "Dia jahat, dia menipu aku. U
Luna terpaksa dipulangkan, Angga tidak mau ambil resiko dipermalukan lagi. "Aku sudah melarang dia ikut, kamu sih malah bolehin dia ikut," kata Angga menyalahkan Fatimah. "Kamu kaya nggak tahu mulut Luna saja," lanjut Angga. "Maafkan aku, Mas," ucap Fatimah. Mereka lalu berangkat ke KUA, butuh waktu 10 menit untuk sampai di KUA. Sampai di sana mereka masuk dan langsung melakukan ijab qobul. Rani datang agak terlambat, dia yang hamil besar seperti sudah malas keluar rumah. "Alhamdulillah sudah sah," kata Fatimah. "Iya, udah Sah," ucap Siti. Setelah itu mereka ke rumah Santo ada jamuan ala kadarnya di rumah Santo. "Ran, bagaimana kabar Ibumu?" tanya Santo. "Ya masih sama, Pak. Setelah ini kami akan bawa Ibu ke rumah sakit. Kami tidak mau jika Ibu terus begitu," jawab Rani. "Kasihan sekali Aminah," kata Santo. Siti yang mendengar hal itu langsung cemberut. Dia kesal karena Santo memikirkan Aminah. "Pak, Bapak sekar
Adam dan keluarganya tengah menemani Rani yang tengah berjuang di ruang bersalin. Adam merasa kasihan melihat Rani kesakitan. "Sabar sayang, kamu pasti bisa," kata Adam. Rani beberapa kali mengejan, dan akhirnya terdengar tangis bayi laki-laki yang sangat tampan. Perawat membawa bayi untuk di mandikan. Sementara Dokter mengurus Rani setelah persalinan. "Pak, anaknya silahkan di adzani," kata Perawat. Adam mengadzani putranya yang masih merah itu. Keluarga Adam menyambut gembira kelahiran cucu laki-laki mereka. "Selamat Adam kamu menjadi seorang ayah," kata Mama Adam. "Terima kasih, Ma," ucap Adam. Rani masih dalam perawatan, keadaan Rani sedikit lemah sehingga harus menghina di rumah sakit. Fatimah dan Angga datang, mereka senang melihat Rani sudah melahirkan dengan selamat. Bayi Rani tengah digendong oleh Mama Adam. Dia senang sekali mempunyai cucu laki-laki. "Selamat ya, Kak," ucap Fatimah. "Iya, terima kasih sudah datang,