Ternyata Yunita menelfon Angga setelah dari rumah Angga. "Halo, Pak Angga. Saya tadi ke rumah Anda. Saya bertemu dua istri anda," kata Yunita. "Ada apa, Bu?" tanya Angga. "Mengantar undangan pernikahan adik saya. Sayangnya saya kecewa dengan istri kedua anda," jawab Yunita. "Memang dia bicara apa, Bu?" tanya Angga. "Dia menyinggung saya yang menikah dengan Mas Jaka yang mandul. Tolong peringatkan istri kedua anda," kata Yunita lalu menutup panggilannya. Yunita merupakan orang penting bagi perusahaan Angga. Dia tidak mau jika masalah ini akan menyangkut ke perusahaan. Angga langsung pulang dan menemui Luna. "Luna apa yang kamu lakukan pada Bu Yunita?" tanya Angga. "Tidak ada, Mas. Dia ngadu apa sama kamu?" tanya Balik Luna. "Masa iya jadi orang ngaduan," kata Luna. "Dia itu orang penting Luna, kalau kamu bikin masalah sama dia bisa saja perusahaan kita gulung tikar. Kamu sudah bikin aku malu," kata Angga. "Kamu harus meminta maaf sama dia
Bimo bukan membebaskan Keira tetapi menerima Keira di penjara. Sinta tidak habis pikir dengan jalan pikiran Bimo yang tega terhadap anaknya sendiri. "Mas, kenapa kamu tidak bebaskan Keira?" tanya Sinta. "Biarkan saja, biar dia jera," jawab Bimo. "Ayo kita pulang!" ajak Bimo. "Itupun kalau kamu masih mau menjadi istriku," kata Bimo. Sinta terpaksa pulang bersama Bimo. Dia akan berusaha untuk membebaskan Keira dengan caranya sendiri.** Setelah resmi bercerai Santo dan Aminah tidak lagi bertemu. Kali ini mereka menjalani hidup mereka masing-masing. Ternyata Santo bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Sementara Aminah numpang di rumah Rani dengan makan dan tidur gratis. "Bu, Bapak akan ke sini. Dia bilang akan bawa calon Ibu buat Rani dan Fatimah," kata Rani di telfon. "Benarkah? Fatimah dan Angga juga akan datang?" tanya Aminah. "Iya, Bu. Aku sudah menelfon Fatimah," jawab Rani. Aminah langsung gugup saat tahu Santo akan datang membawa pasan
Aminah harus memberikan jawaban agar Rani tidak curiga. "Oh itu, Ibu melakukan investasi," kata Aminah. "Investasi apa, Bu?" tanya Rani. "Kenapa sebanyak itu?" tanya Rani. "Nanti Ibu jelaskan, Ibu harus pergi untuk membeli baju pengantin," kata Aminah. Aminah dan Rido membeli cincin dan baju pengantin. Mereka akan menikah dua hari lagi. Tiga hari sebelum pernikahan Santo dan Siti. "Ini bagus sayang," kata Aminah. "Iya kamu pilih saja," kata Rido. "Oh ya keluarga kamu yang di luar kota beneran akan datang? Aku mau kita menikah diketahui keluarga kamu," kata Aminah. "Kamu tenang saja, mereka akan segera datang," ucap Rido meyakinkan Aminah. Sepulang dari membeli gaun pengantin, Di rumah Rani sudah ada Fatimah dan keluarga Adam. Mereka sedang mempersiapkan pernikahan Aminah. Acaranya tidak mewah hanya mengundang para tetangga saja. Namun, Rani justru tampak berbeda. "Mbak, kamu kenapa?" tanya Fatimah. "Apa Mbak Rani nggak suk
Semenjak ditipu Rido, Aminah tidak keluar rumah. Dia banyak dibicarakan para tetangga. Bahkan Aminah juga jarang ke rumah Adam. Rani sesekali menanyakan Aminah pada pembantunya. "Mbok, gimana keadaan Ibu?" tanya Rani . "Keadaannya masih sering murung dan bicara sendiri, Non. Terkadang juga marah-marah tidak tentu," jawab Pembantu Rani. "Aku rasa Ibu sudah depresi, Non. Memang tidak membahayakan orang lain tetapi dia kadang suka kencing di celana. Bila ditegur marah-marah," tutur Pembantu Rani. "Nanti saya diskusikan dengan Fatimah, Mbok. Lagi pula Bapak juga akan menikah, jadi kita fokus ke pernikahan Bapak dulu," ucap Rani lalu mengakhiri panggilannya. Pembantu Rani jarang sekali mendekati Aminah. Dia takut jika Aminah marah dan mengamuk. "Aku ditipu, wkwkwk." Aminah berbicara dan tertawa sendiri. "Aku gagal menikah, aku ditipu," ucap Aminah. Sesekali dia melihat keluar jendela. Aminah tersenyum sendiri di dalam kamar. "Dia jahat, dia menipu aku. U
Luna terpaksa dipulangkan, Angga tidak mau ambil resiko dipermalukan lagi. "Aku sudah melarang dia ikut, kamu sih malah bolehin dia ikut," kata Angga menyalahkan Fatimah. "Kamu kaya nggak tahu mulut Luna saja," lanjut Angga. "Maafkan aku, Mas," ucap Fatimah. Mereka lalu berangkat ke KUA, butuh waktu 10 menit untuk sampai di KUA. Sampai di sana mereka masuk dan langsung melakukan ijab qobul. Rani datang agak terlambat, dia yang hamil besar seperti sudah malas keluar rumah. "Alhamdulillah sudah sah," kata Fatimah. "Iya, udah Sah," ucap Siti. Setelah itu mereka ke rumah Santo ada jamuan ala kadarnya di rumah Santo. "Ran, bagaimana kabar Ibumu?" tanya Santo. "Ya masih sama, Pak. Setelah ini kami akan bawa Ibu ke rumah sakit. Kami tidak mau jika Ibu terus begitu," jawab Rani. "Kasihan sekali Aminah," kata Santo. Siti yang mendengar hal itu langsung cemberut. Dia kesal karena Santo memikirkan Aminah. "Pak, Bapak sekar
Adam dan keluarganya tengah menemani Rani yang tengah berjuang di ruang bersalin. Adam merasa kasihan melihat Rani kesakitan. "Sabar sayang, kamu pasti bisa," kata Adam. Rani beberapa kali mengejan, dan akhirnya terdengar tangis bayi laki-laki yang sangat tampan. Perawat membawa bayi untuk di mandikan. Sementara Dokter mengurus Rani setelah persalinan. "Pak, anaknya silahkan di adzani," kata Perawat. Adam mengadzani putranya yang masih merah itu. Keluarga Adam menyambut gembira kelahiran cucu laki-laki mereka. "Selamat Adam kamu menjadi seorang ayah," kata Mama Adam. "Terima kasih, Ma," ucap Adam. Rani masih dalam perawatan, keadaan Rani sedikit lemah sehingga harus menghina di rumah sakit. Fatimah dan Angga datang, mereka senang melihat Rani sudah melahirkan dengan selamat. Bayi Rani tengah digendong oleh Mama Adam. Dia senang sekali mempunyai cucu laki-laki. "Selamat ya, Kak," ucap Fatimah. "Iya, terima kasih sudah datang,
Fatimah tidak menyangka, Adam berpikir seperti itu. Fatimah tidak mau berkomentar hal ini karena memang dia tidak tahu menahu. "Maaf, Mas. Kalau masalah itu kami tidak tahu," jawab Fatimah. Mereka telah sampai di rumah sakit. Fatimah mengajak Aminah untuk mendaftar. Setelah itu Aminah melakukan beberapa pemeriksaan. "Ibu harus menginap di sini. Supaya kami mudah memantaunya," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Adam. "Ibu tinggal di sini, temannya banyak. Ibu akan cepat sembuh jika di sini," bujuk Fatimah. "Iya, Ibu mau," kata Aminah. Setelah Aminah mau di tinggal, Fatimah, Angga dan Adam pulang. Mereka merasa lega karena Aminah tidak mengamuk. "Fatimah, pertanyaan aku di mobil tadi jangan sampai Rani tahu," kata Adam. "Alu takut dia tersinggung, dia kan baru melahirkan." Adam khawatir dengan keadaan Rani. "Iya, Mas. Mas Adam tenang saja," kata Fatimah. Mereka pamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Adam tidak langsung ke rumah.
Rani mengajak Adam berbicara setelah Bimo pulang. Dia merasa aneh jika Adam dan Bimo baik-baik saja. "Mas, apa maksud kamu memberitahu Bimo aku sudah melahirkan?" tanya Rani. "Dia pantas melihat anaknya," jawab Adam. "Maksud kamu apa, Mas?" tanya Rani heran. "Aku tahu Lana adalah anaknya Bimo bukan anakku," jawab Adam. "Siapa yang memberitahu kamu? Bimo?" tanya Rani. "Aku tahu sendiri, Ran. Sebenarnya aku juga menyembunyikan sesuatu padamu dan keluargaku," jawab Adam. "Apa yang kamu sembunyikan?" tanya Rani penasaran. "Aku sebenarnya mandul, Ran. Makanya pernikahan pertama istriku tidak kunjung hamil. Dan keluargaku menuduh istriku yang mandul. Aku merahasiakan ini semua pada keluargaku," jawab Adam. "Maka sebelum kita menikah aku sudah tahu kamu hamil, dan aku sengaja mau menikahi kamu agar keluargaku yakin aku tidak mandul," lanjut Adam. "Lalu untuk darah kenapa bisa cocok dengan Lana?" tanya Rani. "Aku meminta bantuan Bimo, awal