Adam dan keluarganya tengah menemani Rani yang tengah berjuang di ruang bersalin. Adam merasa kasihan melihat Rani kesakitan. "Sabar sayang, kamu pasti bisa," kata Adam. Rani beberapa kali mengejan, dan akhirnya terdengar tangis bayi laki-laki yang sangat tampan. Perawat membawa bayi untuk di mandikan. Sementara Dokter mengurus Rani setelah persalinan. "Pak, anaknya silahkan di adzani," kata Perawat. Adam mengadzani putranya yang masih merah itu. Keluarga Adam menyambut gembira kelahiran cucu laki-laki mereka. "Selamat Adam kamu menjadi seorang ayah," kata Mama Adam. "Terima kasih, Ma," ucap Adam. Rani masih dalam perawatan, keadaan Rani sedikit lemah sehingga harus menghina di rumah sakit. Fatimah dan Angga datang, mereka senang melihat Rani sudah melahirkan dengan selamat. Bayi Rani tengah digendong oleh Mama Adam. Dia senang sekali mempunyai cucu laki-laki. "Selamat ya, Kak," ucap Fatimah. "Iya, terima kasih sudah datang,
Fatimah tidak menyangka, Adam berpikir seperti itu. Fatimah tidak mau berkomentar hal ini karena memang dia tidak tahu menahu. "Maaf, Mas. Kalau masalah itu kami tidak tahu," jawab Fatimah. Mereka telah sampai di rumah sakit. Fatimah mengajak Aminah untuk mendaftar. Setelah itu Aminah melakukan beberapa pemeriksaan. "Ibu harus menginap di sini. Supaya kami mudah memantaunya," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Adam. "Ibu tinggal di sini, temannya banyak. Ibu akan cepat sembuh jika di sini," bujuk Fatimah. "Iya, Ibu mau," kata Aminah. Setelah Aminah mau di tinggal, Fatimah, Angga dan Adam pulang. Mereka merasa lega karena Aminah tidak mengamuk. "Fatimah, pertanyaan aku di mobil tadi jangan sampai Rani tahu," kata Adam. "Alu takut dia tersinggung, dia kan baru melahirkan." Adam khawatir dengan keadaan Rani. "Iya, Mas. Mas Adam tenang saja," kata Fatimah. Mereka pamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Adam tidak langsung ke rumah.
Rani mengajak Adam berbicara setelah Bimo pulang. Dia merasa aneh jika Adam dan Bimo baik-baik saja. "Mas, apa maksud kamu memberitahu Bimo aku sudah melahirkan?" tanya Rani. "Dia pantas melihat anaknya," jawab Adam. "Maksud kamu apa, Mas?" tanya Rani heran. "Aku tahu Lana adalah anaknya Bimo bukan anakku," jawab Adam. "Siapa yang memberitahu kamu? Bimo?" tanya Rani. "Aku tahu sendiri, Ran. Sebenarnya aku juga menyembunyikan sesuatu padamu dan keluargaku," jawab Adam. "Apa yang kamu sembunyikan?" tanya Rani penasaran. "Aku sebenarnya mandul, Ran. Makanya pernikahan pertama istriku tidak kunjung hamil. Dan keluargaku menuduh istriku yang mandul. Aku merahasiakan ini semua pada keluargaku," jawab Adam. "Maka sebelum kita menikah aku sudah tahu kamu hamil, dan aku sengaja mau menikahi kamu agar keluargaku yakin aku tidak mandul," lanjut Adam. "Lalu untuk darah kenapa bisa cocok dengan Lana?" tanya Rani. "Aku meminta bantuan Bimo, awal
Semakin hari hubungan Angga dan Luna semakin dekat. Bahkan Angga tidak lagi perhatian pada Fatimah dan Naura. Setiap pulang kerja, Fatimah tidak pernah di sapa. Angga hanya menyapa Luna dan Shaka. Fatimah merasa Angga sudah berubah, dia tidak lagi seperti dulu. Namun, dia sadar bahwa semua ini juga salah dia yang dulu memaksa Angga menikahi Fatimah. "Mas, malam ini tidur sama aku ya," kata Fatimah. "Luna hamil besar, dia butuh aku di sampingnya." Begitulah jawaban Angga. Selalu saja menomor satukan Luna. "Baiklah," jawab Fatimah pasrah. Luna datang dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya. "Mas, kamu sayang aku, kan! Anak kita sebentar lagi lahir," kata Luna."Aku mohon, Mas! Nikahi aku secara resmi," ucap Luna. "Aku mau akte anakku ada nama kita berdua, biar besar nanti dia tidak dibully temannya," lanjut Luna. "Tapi...," ucap Angga melihat ke arah Fatimah. "Fatimah pasti setuju, iya kan? Lagi pula kalau aku melahirkan norma
Pertengkaran antara Mama Adam dan Adam berujung sedih. Mama Adam mengalah dari Adam. Bahkan dia memilih untuk meninggalkan rumah itu. "Adam, maafkan kita karena menuntut kalian. Mulai saat ini kami akan tinggal sendiri. Jadi kami tidak akan mengusir rumah tangga kalian lagi. Namun, Papa harap kalian jangan membenci Mama dan Papa," kata Papa Angga. "Pa, kenapa kalian harus pindah? Kalau memang tidak mau tinggal bersama kami, biar kami yang pindah," kata Rani. "Sudah, biar kami saja. Selama ini kita terlalu ikut campur dengan urusan kalian," kata Papa Adam. Papa dan Mama Adam keluar dari rumah itu. Itu juga di saksikan Siska dan suaminya. Adam sebenarnya tidak berniat mengusir, namun Papa Adam merasa malu karena selalu ikut campur rumah tangga Adam. Mama Adam hanya diam saja. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun sebelum pergi.** Luna dan Angga tengah membeli kebaya untuk pernikahan mereka. Luna tidak malu mengundang saudara dan temannya. "Akhirnya ak
Fatimah diam saja, dia tidak menanggapi ucapan Shaka. Dia memilih untuk acuh saja. Merasa dicuekin, Shaka kesal dan masuk ke kamarnya. "Maafkan Shaka, Bu," kata Baby sitter Shaka. "Tidak masalah," jawab Fatimah. Baby site Shaka menyusul Shaka ke kamar. Fatimah menidurkan Naura, dia tidak mau terbebani oleh apapun.** Angga dengan panik membawa Luna ke rumah sakit. Sampai di sana Dokter langsung menangani Luna. Angga mengurus administrasi sementara Luna di periksa oleh Dokter. Angga yakin Luna pendarahan akibat kelelahan kemarin melayani tamu undangan. "Semoga kalian baik-baik saja," kata Angga. Angga kembali menunggu Luna, Dokter mencari Angga. "Pak Angga, Bu Luna mengalami banyak pendarahan. Dia harus segera melahirkan, namun tidak bisa normal melihat kondisinya saat ini sangat lemah," kata Dokter. "Lalu harus bagaimana, Dok? Luna memaksa normal soalnya?" taya Angga khawatir. "Tadi Bu Luna sudah saya kasih arah, dia mau caesar," jawa
Beberapa hari setelah kamar Naura di pindah untuk Clarisa. Kini Luna membuat ulah lagi. "Mas, kamar kita kejauhan dari kamar Clarisa. Kalau dia nangis aku jadi tidak dengar," kata Luna. "Bagaimana kalau kamu suruh Fatimah pindah ke kamar ini. Dan kita tidur di kamar utama yang lebih dekat dengan kamar Clarisa," kata Luna. "Iya, nanti aku suruh Fatimah pindah. Tapi aku harus panggil orang buat pindahin almari milik Naura dan box Naura," kata Angga. "Tidak masalah. Yang penting kita pindah ke kamar utama." Luna tersenyum. Semenjak pulang dari rumah sakit Luna selalu meminta ini itu pada Angga. Semua keinginan dia tidak ada yang Angga tolak. "Fatimah, kamu pindah ke kamar Luna. Biar aku dan Luna pindah di kamar kamu," kata Angga. "Kamar kamu mana muat Mas untuk aku dan Naura?" tanya Fatimah. "Sudah jangan protes," jawab Angga. Angga meminta para pembantu untuk memindahkan barang-barang Fatimah ke kamar Luna. Begitu juga sebaliknya.
Luna memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat Angga membenci Fatimah. Dia ingin Fatimah meminta cerai dari Angga. "Fatimah, Fatimah untuk apa kamu masih di sini. Mas Angga sah sudah tidak peduli lagi dengan kamu. Jadi harusnya kamu sadar diri dan pergi dari sini. Kalau perlu malah kamu gugat cerai saja Mas Angga," kata Luna. "Aku tidak akan semudah itu kamu singkirkan, Luna," ucap Fatimah. "Hahahha baiklah, kalau gitu kamu siap saja merasakan sakit hati yang amat dalam," kata Luna. "Kamu tidak akan kuat bertahan," ucap Luna. "Kita lihat saja siapa yang akan tersingkir dari rumah ini. Aku atau justru kamu," tantang Fatimah. "Kamu tidak akan bisa menyingkirkan aku," kata Luna. Perang antara Luna dan Fatimah semakin sengit. Fatimah tidak lagi cuek pada Shaka dan Angga. Dia berusaha mati-matian mendapatkan hati mereka lagi. "Mas, ini ada teh buat kamu," kata Fatimah setelah melihat Angga pulang kerja. Angga meminum teh buatan Fatimah. "Teh