Satu nyawa telah direncanakan akan melayang malam ini. Siapakah yang akan menjadi korban diantara mereka? Untung saja sebelum itu terjadi, Justin langsung menghentikan mereka, dia datang terburu-buru untuk melerai peristiwa besar itu terjadi."HENTIKAN!"Sepasang suami istri itu tak sedikitpun teralihkan, kegigihan untuk melenyapkan satu sama lain tak berkurang sedikitpun.Cekikan semakin kuat, Vivian langsung menyayat leher Max semampunya, sampai darah mengalir, Max baru melepas cekikannya.Darah bercucuran mengalir dari leher pria itu, segera Max menutup lukanya menggunakan tangan. Sementara itu Vivian terbatuk-batuk akibat nafas yang tertahan selama beberapa menit. Justin segera membawa Max menjauh sementara Vivian dibiarkan untuk sementara, mereka berdua tidak boleh disatukan bagaimanapun caranya....Justin melakukan penanganan pertama, dia membalut luka untuk menahan darah keluar semakin banyak. Setelah memanggil seorang dokter untuk datang, Justin menghela nafas berat, menjag
"Berhenti!" Justin melerai. Max seperti ingin menghampiri Vivian untuk membuat keributan. Sama halnya dengan wanita itu, dia berniat kembali untuk menghadapi sang suami."Henry bawa dia!" Mendengar arahan itu, dengan wajah polos Henry segera membawa Vivian menjauh. Dia tidak tahu hubungan apa yang terjalin diantara pasangan suami istri itu, karena saat di pesta tak terlihat masalah sedikitpun dari keduanya....Vivian terhenti di taman belakang yang cukup jauh dari Vila, disana terdapat danau kecil dengan pepohonan rindang yang dihiasi lampu hias membuat suasana malam tak terlihat menyeramkan."Ada tempat seperti ini juga, luar biasa!" Henry terkagum-kagum, dia segera duduk ditepi danau sambil mendengarkan bisikan air yang menggelitik telinganya."Sini," Henry mengajak Vivian untuk duduk disampingnya.Pria itu tampak terpejam sambil merasakan sejuknya terpaan angin malam. Vivian duduk disampingnya masih dalam keadaan hati dibalut kesal."Ikuti aku seperti ini, kau akan merasa lebih te
Pagi telah menjemput, suara kicau burung berlantunan saling menyaut ditengah dinginnya angin fajar. Henry sejak pagi sudah berada ditepi danau, dia memainkan biola sambil menulis beberapa bait syair dalam buku catatan.Rambut hitam panjang tergerai, Henry sengaja tidak mengikat rambutnya, membiarkan terhempas oleh terpaan angin pagi. Bibirnya yang tipis tak serta merta diam, bait demi bait syair keluar dengan makna paling indah.Biola dimainkan menimbulkan suara yang menyejukkan. Disamping itu seorang wanita terlihat berlari dari kejauhan dengan menggaet tas yang sama seperti waktu kemarin."Vivian!" Panggil Henry, memberikan lambaian tangan.Merasa ada yang memanggil, Vivian terhenti, wanita itu menoleh, terlihat Henry sedang tersenyum melambai girang ke arahnya.Vivian hendak pergi, ada sesuatu yang harus dia berikan pada seseorang didalam hutan sana, namun saat dia pura-pura tidak mendengar, Henry semakin mengeraskan suaranya."Vivian!" dengan terpaksa, wanita itu menghampiri Henry
Sore telah menjemput, waktu Henry menginap sudah selesai, dia harus pulang untuk mempersiapkan album barunya. Mobil telah siap, namun Henry terlihat seperti menunggu seseorang."Apa yang kau tunggu?" Tanya Max ."Dimana istrimu, ada yang ingin aku sampaikan," jawab Henry jujur sambil menyimpan sebelah tangan di atas mobil.Max terlihat marah, sudah jelas Vivian tidak akan datang ke tempat dimana ada Max disana."Cepatlah masuk." Justin langsung mendorong Henry masuk, lalu menutup pintu mobil dengan keras."Sialan," gerutu Henry kesal, tampaknya dia tak akan sempat memberikan sebuah pesan pada Vivian. Henry membuka kaca jendela lalu menarik Justin untuk mendekat."Tolong sampaikan pesan ini padanya," bisik Henry. Setelah pesan tersampaikan dia memberikan senyum tanda terimakasih.Justin tak peduli, lalu si pemusik itu melajukan mobilnya tanpa berlama-lama lagi.Di sisi lain Max membeku, dia sama sekali tak menunjukan ekspresi apapun. Max langsung berbalik menuju Vila tanpa mengucapkan
Perjalanan berlangsung ramai, Ella dan Ruby berada di jok belakang, mereka tampak asyik berbincang kesana kemari tanpa tujuan.Setelah berhenti dimini market mereka menghabiskan waktu di taman bermain, banyak permainan yang mereka mainkan bersama dari mulai kincir, lempar bola, memancing dan lain sebagainya. Setelah puas, mereka akhirnya pulang, dan sebelum menuju rumah tempat pesta dirayakan, Ruby akan menemu Van terlebih dahulu untuk merayakan bersama."Papa, ke rumah Van dulu ya.""Baiklah, kencangkan sabuk kalian anak-anak."Di sore itu, jalanan tampak sepi. Ian, ayah Ruby, mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, sementara Ella dan Ruby tertidur pulas, lelah setelah bermain.Namun, di tengah keheningan jalanan tersebut, muncul sebuah mobil dari arah berlawanan. Mobil itu melaju dengan kecepatan penuh di tikungan terjal, seolah-olah tak peduli dengan keselamatan. Dedi mencoba menghindar, namun terlambat. Mobil itu menabrak mobil mereka dengan keras, membuatnya terpental beberapa
Setelah bercerita di Vila, Ruby merasa bosan. Vivian menghilang entah kemana, hanya pelayan saja yang berkeliaran kemana-mana."Moa apa Max tidak akan pulang?" tanya Ruby."Saya kurang tahu Nona," jawab Moa, pasalnya Max bukanlah orang yang terencana."Baiklah." Ruby benar-benar bosan, sebenarnya kedatangan dia kemari hanya untuk membuat keributan, namun tampaknya Max tak akan kembali entah sampai kapan."Justin, dia kemana?" tanya Ruby kembali."Tuan ada keperluan, mungkin tuan Justin tak akan kembali sampai malam," jawab Moa.Tak ada alasan lagi untuk Ruby tetap tinggal, daripada menghabiskan waktu dengan bosan, lebih baik dia menemui Sophie."Moa, tolong beritahu Justin dan Vivian aku pulang." Lantas Ruby segera mengemasi barang-barangnya lalu tancap gas pergi dari Vila menuju kediaman Windsor....Siang menjemput, Vivian sudah kembali dari hutan. Moa segera mendekati Vivian untuk memberikan sesuatu."Nona, apa anda sudah memakannya?" tanya Moa."Makan apa?" Vivian tampak bingung.
Siang menjemput, Vivian harus kembali ke Vila. Saat itu angin bertiup kencang membuat Vivian kesusahan mengatur rambutnya. Sembari berjalan menikmati indahnya taman dan semerbak bunga yang memabukkan, tanpa diketahui sebuah mobil hitam datang lalu terhenti dipekarangan Vila.Vivian menoleh, menatap siapa yang akan datang ke vila untuk kesekian kalinya."Sekarang siapa lagi?" gumamnya pelan.Di kejauhan, terlihat sosok pria menapak perlahan dari balik pintu. Wajah tampan dengan kacamata hitam, tampak mempesona dengan rambut yang ditiup angin, menambah keanggunan pria itu.Max, melepas kacamata hitamnya. Kedua bola matanya segera menangkap sosok wanita di taman. Tanpa sengaja, mereka saling bertatapan, saling menatap satu sama lain dari jarak yang cukup jauh."Dia sedang apalagi disana." Entah mengapa Max selalu kesal saat Vivian bebas berkeliaran diluar.Vivian, dengan mata yang menyipit, tak melepas tatapannya. Begitu juga Max, dia tak mau kalah, membalas tatapan tajam dari sang istri
Vivian mendengarkan baik-baik setiap kata Max, dan benar saja firasat tidak nyaman itu berasal dari kalimat yang akan keluar dari mulut suaminya.Tanpa meninggalkan kata, Vivian langsung pergi keluar, membuat Max menaikan alisnya."Mau kemana?" tanya Max."Bukankah kau ingin dilayani, aku harus mempersiapkan pelayanan terbaikku," ucap Vivian dengan nada ramah namun terkesan sarkas.Setelah kepergian Vivian, Max menyeringai, menanti pelayanan terbaik sang istri."Dia mulai berani."...Di sisi lain, di ruang istirahat pemotretan, Laura sedang menggigit ibu jari sambil melototi ponsel. Disana terpampang cek list dua berwarna abu menandakan tak ada balasan apapun setelah dua jam pesan tersampaikan. Tak seperti biasanya, sang kekasih menjawab sampai terlambat seperti itu hingga membuat Laura cemas.Tiba-tiba pintu terbuka, lalu datanglah seorang pria dengan dua roti di tangannya. Sontak membuat Laura membalik arah."Kau belum makan kan?" tawar Jill, dia adalah manager Laura.Laura menerim