Seketika perbincangan mereka terhenti. Melihat tangan Vivian bergetar, membuat Justin urung untuk melanjutkan pembicaraan. "Tolong jaga Tuan untuk malam ini, aku ada di bawah." Setelah meninggalkan kalimat tersebut Justin langsung menghilang. Sekilas Vivian melihat suaminya terbaring di atas ranjang. Terlihat tenang dan damai. Akan tetapi di balik pikiran tersebut, Vivian tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya kala Max terbangun. Wajah malaikat itu sungguh membuat orang keliru akan sikap sesungguhnya dari pria itu. .... Keesokan hari... Pagi menjemput. Suara samar-samar terdengar bergemuruh di sekitar pria yang baru saja terbangun. Max, pria tersebut baru saja membuka mata kala suara senapan terdengar samar di telinganya. Lantas dengan kepala yang masih berdenyut, Max perlahan melangkah sambil memijat pelipis, mendekati jendela yang sudah terbuka. Di lihatnya burung-burung beterbangan di tengah hutan sana. Tempat yang cukup jauh untuk dapat mendengar suara tersebut sampai ke Vi
Matahari terbit kembali. Di pagi yang cerah, Vivian sedang berias dengan ditemani Moa, Sunny dan dua perias lainnya.Sembari dirias, Vivian menatap cermin. Wanita itu terlihat melamun, kali ini dia harus berpura-pura bukan hanya di hadapan Sunny tapi jauh dari itu dihadapan banyak orang dan di suatu tempat yang tak pernah bisa Vivian bayangkan.Wajah kecil telah dirias. Terlihat cantik namun manis, dengan mengenakan coktail dress dipadukan dengan rambut low updo terlihat sangat serasi bagai putri bangsawan di negeri ini."Nona anda sangat cantik hari ini," puji Moa."Benar, wajah anda benar-benar cantik," puji salah satu perias."Tuan pasti akan terpesona, saya sangat menunggu Tuan mengaga saat melihat Nona," timpal Sunny.Vivian menyergit mendengar pujian terakhir. Ingin wanita itu tertawa hina, namun Vivian tidak bisa melakukannya sebagaimana yang telah tertulis dalam perjanjian."Sunny kau terlalu berlebihan," timpal Vivian."Tapi anda memang sangat cantik Nona," puji Sunny lagi.V
Max terdiam ditempat, pecahan kaca berserakan tepat di kakinya. Ada seorang wanita berambut lurus sebahu tengah diam di depan Max."Tuh kan Kakak membuat semua orang melihat kita," ucap seorang gadis bernama Ruby."Tutup mulutmu!" geram Max pelan, pria itu tak mampu mengendalikan ekspresinya.Lantas dia langsung menjauh pergi, dengan hentakan di setiap langkahnya, menandakan kemarahan membuncah tak terkendali.Para tamu langsung berbisik dengan topik yang sama. Jun dari kejauhan terlihat kesal dengan ulah putranya, dan tak berselang lama Lin datang menarik Vivian keluar dari kerumunan.Di luar Hotel, Lin telah mempersiapkan mobil untuk kepulangan sang nona."Nona harus segera pulang, tuan telah pulang terlebih dahulu bersama Justin," ucap Lin.Lantas Vivian memasuki mobil, dia sama sekali tak ingin mengetahui apapun tentang suaminya itu. Entah mengapa Vivian tidak merasa senang saat Max mendapat masalah tadi, dia semakin khawatir dengan dirinya sendiri, kepulangan kali ini apakah akan
Sore telah tiba, Vivian berencana untuk pulang setelah amarah Max mereda. Angin berembus semakin kencang, rambut yang tertata telah tergerai begitu saja, pakaiannya kotor akibat duduk pada dedaunan, dan di sore yang indah itu Vivian tak menemukan banyak pelayan berkeliaran, menandakan ada sesuatu yang telah terjadi.Vivian melihat Lin dan Moa, mereka tampak murung, dan Sunny dia tidak terlihat dimanapun."Moa dimana yang lainnya?" tanya Vivian."Sunny dia sedang mengompres pipinya Nona," jawab Moa tertunduk."Dia kenapa?" "Itu... saya tidak bisa mengatakannya, saya harap anda menjauhkan diri dari tuan demi keselamatan anda," pinta Moa dia tampak mencemaskan Vivian.Disisi lain Vivian melihat jendela kamar Max, ingin rasanya dia menghilang saja dari muka bumi ini namun dia tahu masalah yang terjadi tetap tidak akan selesai dengan sendirinya, korban telah bertambah, target sasaran tidak lagi hanya Vivian."Aku akan menemuinya, kalian tetap berjagalah, apapun yang terjadi nanti persiapk
Satu nyawa telah direncanakan akan melayang malam ini. Siapakah yang akan menjadi korban diantara mereka? Untung saja sebelum itu terjadi, Justin langsung menghentikan mereka, dia datang terburu-buru untuk melerai peristiwa besar itu terjadi."HENTIKAN!"Sepasang suami istri itu tak sedikitpun teralihkan, kegigihan untuk melenyapkan satu sama lain tak berkurang sedikitpun.Cekikan semakin kuat, Vivian langsung menyayat leher Max semampunya, sampai darah mengalir, Max baru melepas cekikannya.Darah bercucuran mengalir dari leher pria itu, segera Max menutup lukanya menggunakan tangan. Sementara itu Vivian terbatuk-batuk akibat nafas yang tertahan selama beberapa menit. Justin segera membawa Max menjauh sementara Vivian dibiarkan untuk sementara, mereka berdua tidak boleh disatukan bagaimanapun caranya....Justin melakukan penanganan pertama, dia membalut luka untuk menahan darah keluar semakin banyak. Setelah memanggil seorang dokter untuk datang, Justin menghela nafas berat, menjag
"Berhenti!" Justin melerai. Max seperti ingin menghampiri Vivian untuk membuat keributan. Sama halnya dengan wanita itu, dia berniat kembali untuk menghadapi sang suami."Henry bawa dia!" Mendengar arahan itu, dengan wajah polos Henry segera membawa Vivian menjauh. Dia tidak tahu hubungan apa yang terjalin diantara pasangan suami istri itu, karena saat di pesta tak terlihat masalah sedikitpun dari keduanya....Vivian terhenti di taman belakang yang cukup jauh dari Vila, disana terdapat danau kecil dengan pepohonan rindang yang dihiasi lampu hias membuat suasana malam tak terlihat menyeramkan."Ada tempat seperti ini juga, luar biasa!" Henry terkagum-kagum, dia segera duduk ditepi danau sambil mendengarkan bisikan air yang menggelitik telinganya."Sini," Henry mengajak Vivian untuk duduk disampingnya.Pria itu tampak terpejam sambil merasakan sejuknya terpaan angin malam. Vivian duduk disampingnya masih dalam keadaan hati dibalut kesal."Ikuti aku seperti ini, kau akan merasa lebih te
Pagi telah menjemput, suara kicau burung berlantunan saling menyaut ditengah dinginnya angin fajar. Henry sejak pagi sudah berada ditepi danau, dia memainkan biola sambil menulis beberapa bait syair dalam buku catatan.Rambut hitam panjang tergerai, Henry sengaja tidak mengikat rambutnya, membiarkan terhempas oleh terpaan angin pagi. Bibirnya yang tipis tak serta merta diam, bait demi bait syair keluar dengan makna paling indah.Biola dimainkan menimbulkan suara yang menyejukkan. Disamping itu seorang wanita terlihat berlari dari kejauhan dengan menggaet tas yang sama seperti waktu kemarin."Vivian!" Panggil Henry, memberikan lambaian tangan.Merasa ada yang memanggil, Vivian terhenti, wanita itu menoleh, terlihat Henry sedang tersenyum melambai girang ke arahnya.Vivian hendak pergi, ada sesuatu yang harus dia berikan pada seseorang didalam hutan sana, namun saat dia pura-pura tidak mendengar, Henry semakin mengeraskan suaranya."Vivian!" dengan terpaksa, wanita itu menghampiri Henry
Sore telah menjemput, waktu Henry menginap sudah selesai, dia harus pulang untuk mempersiapkan album barunya. Mobil telah siap, namun Henry terlihat seperti menunggu seseorang."Apa yang kau tunggu?" Tanya Max ."Dimana istrimu, ada yang ingin aku sampaikan," jawab Henry jujur sambil menyimpan sebelah tangan di atas mobil.Max terlihat marah, sudah jelas Vivian tidak akan datang ke tempat dimana ada Max disana."Cepatlah masuk." Justin langsung mendorong Henry masuk, lalu menutup pintu mobil dengan keras."Sialan," gerutu Henry kesal, tampaknya dia tak akan sempat memberikan sebuah pesan pada Vivian. Henry membuka kaca jendela lalu menarik Justin untuk mendekat."Tolong sampaikan pesan ini padanya," bisik Henry. Setelah pesan tersampaikan dia memberikan senyum tanda terimakasih.Justin tak peduli, lalu si pemusik itu melajukan mobilnya tanpa berlama-lama lagi.Di sisi lain Max membeku, dia sama sekali tak menunjukan ekspresi apapun. Max langsung berbalik menuju Vila tanpa mengucapkan